KABARBURSA.COM - Kekayaan Chief Executive Officer (CEO) Nvidia, Jensen Huang, mengalami penurunan paling signifikan setelah saham perusahaan chip tersebut jatuh dan laporan menyebutkan bahwa Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) telah mengirimkan surat panggilan pengadilan sebagai bagian dari penyelidikan antimonopoli yang intensif.
Pada Selasa, 3 September 2024, kekayaan bersih Huang merosot sekitar USD10 miliar (Rp154,86 triliun), turun menjadi USD94,9 miliar. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak sebuah media melacak kekayaannya pada 2016.
Penurunan kekayaan ini mengikuti penurunan saham Nvidia sebesar 9,5 persen, perusahaan pembuat chip yang didirikannya. Pihak Nvidia memilih untuk tidak memberikan komentar terkait hal ini.
Keberhasilan produk Nvidia, dikombinasikan dengan kesulitan pesaing dalam menciptakan chip alternatif, menjadikannya bagian krusial dalam rantai pasokan bagi beberapa perusahaan terbesar di dunia.
Mengutip sumber-sumber terkait penyelidikan, DOJ telah mengeluarkan permintaan yang mengikat secara hukum untuk memberikan informasi. Langkah ini mendekatkan pemerintah pada kemungkinan pengajuan gugatan resmi.
Para pejabat antimonopoli mengkhawatirkan bahwa Nvidia mempersulit pelanggan untuk beralih ke pemasok lain dan memberikan sanksi kepada pembeli yang tidak menggunakan chip kecerdasan buatan mereka secara eksklusif.
Huang, yang saat ini menduduki peringkat sebagai orang terkaya ke-18 di dunia, telah mengalami lonjakan kekayaan sebesar USD51 miliar dalam setahun terakhir, meskipun mengalami penurunan tajam pada hari Selasa.
Huang dibesarkan di Taiwan dan Thailand sebelum pindah ke Amerika Serikat, di mana ia mendirikan Nvidia pada tahun 1993. Kini, perusahaan tersebut menjadi salah satu dari tiga perusahaan terbesar di dunia berdasarkan nilai pasar.
Menanggapi pertanyaan mengenai penyelidikan ini, Nvidia menyatakan bahwa dominasi pasar mereka adalah hasil dari kualitas produk yang memberikan performa yang lebih unggul.
Saham Nvidia Corp memasuki zona koreksi pada hari Senin, seiring dengan aksi jual yang berkelanjutan. Penurunan tajam ini menghapus nilai bersejarah bagi perusahaan chip yang berfokus pada kecerdasan buatan (AI).
Saham Nvidia merosot sebesar 6,7 persen, menandai sesi negatif ketiga berturut-turut dan penurunan persentase satu hari terbesar sejak April. Dalam tiga hari terakhir, kapitalisasi pasar Nvidia kehilangan sekitar USD430 miliar (Rp7,05 kuadriliun), mencatatkan kerugian nilai tiga hari terbesar dalam sejarah perusahaan.
Penurunan saham Nvidia mencapai 13 persen dalam periode tersebut, melampaui ambang batas koreksi sebesar 10 persen. Dampaknya meluas ke sektor semikonduktor, dengan Indeks Semikonduktor Bursa Efek Philadelphia turun 3 persen pada hari yang sama.
Broadcom Inc mengalami penurunan 4 persen, Qualcomm Inc merosot 5,5 persen, dan ARM Holdings Plc jatuh 5,8 persen. Saham Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. yang terdaftar di AS juga turun 3,5 persen.
Penurunan ini membawa valuasi Nvidia di bawah USD3 triliun, kembali di bawah nilai Microsoft Corp dan Apple Inc. Pekan lalu, Nvidia sempat mengklaim sebagai saham terbesar di dunia.
“Secara jangka pendek, mungkin investor mulai merasakan kelelahan AI atau menjadi lebih khawatir terhadap konsentrasi indeks,” kata Neville Javeri, manajer portofolio dan kepala tim Empiric LT Equity di Allspring Global Investments.
Meski mengalami penurunan, saham Nvidia tetap naik hampir 140 persen tahun ini, menjadikannya sebagai pemain terbaik kedua di antara komponen Indeks S&P 500, setelah Super Micro Computer Inc, yang juga menjadi favorit dalam sektor AI. Saham ini sempat turun sekitar 20 persen di awal tahun, namun cepat pulih ke level tertinggi sepanjang masa.
Walaupun permintaan tinggi untuk cip pemrosesan AI menarik banyak investor ke Nvidia, lonjakan harga sahamnya sekitar 240 persen sepanjang 2023 menimbulkan kekhawatiran mengenai valuasinya. Saham ini diperdagangkan 21 kali lipat dari perkiraan penjualan selama 12 bulan ke depan, menjadikannya saham termahal di S&P 500 menurut ukuran ini.
Namun, saham Nvidia tetap diminati di Wall Street. Hampir 90 persen analis merekomendasikan pembelian, dengan target harga rata-rata menunjukkan potensi kenaikan sekitar 12 persen dari level saat ini.
“Momentum saham Nvidia dan AI secara umum sangat mengejutkan,” ujar Charlie Ashley, manajer portofolio di Catalyst Funds. “Dalam hal investasi, saya tidak akan menjadi pelawan saat ini.”
Performa Nvidia mencerminkan dinamika pasar teknologi dan kecerdasan buatan yang sangat fluktuatif. Meski baru-baru ini menghadapi penurunan yang signifikan, prospek jangka panjang Nvidia tetap solid, didorong oleh permintaan yang terus meningkat untuk teknologi AI. Investor dan analis akan terus memantau perkembangan perusahaan ini, mengingat perannya yang krusial dalam revolusi teknologi masa depan. (*)