Logo
>

Cara Unik Pemerintah Jepang Hindari Yen Ambruk

Ditulis oleh KabarBursa.com
Cara Unik Pemerintah Jepang Hindari Yen Ambruk

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Yen merosot tajam setelah Deputi Gubernur Bank of Japan (BoJ) Shinichi Uchida mengindikasikan bahwa para pembuat kebijakan tidak akan menaikkan suku bunga acuan lebih lanjut jika pasar keuangan tidak stabil.

    Mata uang tersebut melemah sebanyak 2,5 persen menjadi 147,90 per dolar setelah komentar tersebut pada hari Rabu, sebelum memangkas kerugiannya hingga diperdagangkan pada sekitar 147,40.

    Pernyataan Uchida adalah yang pertama disampaikan oleh anggota dewan BoJ sejak bank tersebut menaikkan suku bunga pada tanggal 31 Juli, sebuah langkah yang memicu reli tajam yen yang bergema di seluruh pasar global.

    Pergerakan tersebut diperparah oleh pandangan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga lebih agresif dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini mendorong para pelaku pasar untuk segera menghentikan perdagangan yang didanai yen yang dulu populer, termasuk posisi yang ramai di saham teknologi AS.

    “Anda masih bisa mendapatkan jumlah carry yang layak dengan memperpendek yen terhadap dolar, tetapi dengan pasar yang tidak stabil ini, hal itu tidak sepadan,” kata Yusuke Miyairi, seorang ahli strategi mata uang di Nomura International Plc.

    Yasuke juga memperkirakan mata uangakan kembali stabil di bulan September. “Kami memperkirakan pasangan mata uang tersebut akan menetap di sekitar 143 pada akhir September,” jelasnya.

    Uchida mengatakan pergerakan pasar baru-baru ini “sangat fluktuatif” dan bank sentral perlu menjaga kebijakan moneter tetap longgar untuk sementara waktu.

    Ia juga mengatakan BoJ tidak akan menaikkan suku bunga ketika pasar tidak stabil, yang merupakan penolakan terhadap sikap agresif bank sentral dari minggu lalu. Dalam pernyataan lanjutan, ia mencatat bahwa komunikasi dengan pasar perlu dilakukan dengan hati-hati.

    “Posisi yen saat ini masih rendah, menunjukkan potensi pergerakan lebih lanjut tergantung pada tindakan Fed dan kondisi ekonomi di masa mendatang,” tulis Charu Chanana, kepala strategi mata uang di Saxo Markets, dalam sebuah catatan.

    “Keseimbangan risiko-imbalan masih condong ke arah penguatan yen lebih lanjut, dengan jangka waktu bergantung pada pendekatan Fed terhadap pemotongan suku bunga.”

    Bagi UBS, kerugian hari Rabu hanyalah sebuah titik kecil dan para ahli strategi bank merekomendasikan untuk membeli yen karena mereka memperkirakan mata uang tersebut akan menguat lebih dari 10 persen pada akhir tahun 2025.

    Uchida dikenal luas karena memainkan peran penting dalam memetakan perjalanan Gubernur Kazuo Ueda menuju normalisasi kebijakan. BoJ mengakhiri kebijakan yang sangat longgar pada bulan Maret dengan kenaikan pertamanya dalam 17 tahun.

    Pasar swap sekarang menunjukkan kemungkinan kenaikan 25 basis poin sebesar 30 persen pada pertemuan kebijakan BoJ bulan Desember, turun dari lebih dari 60 persen sehari setelah langkah minggu lalu.

    Cara Unik Jepang: Jaga Kredit Stabil

    Tak seperti biasanya Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) mengambil langkah mengejutkan dengan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,25 persen dari sebelumnya 0-0,1 persen

    Keputusan ini mengejutkan banyak pihak karena selama ini BoJ dikenal sebagai bank sentral yang sangat konservatif dalam menjaga suku bunga acuan tetap sangat rendah.

    Bahkan, suku bunga acuan tersebut sempat berada di nol persen. Jika dihitung dengan suku bunga riil (suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi), maka suku bunga acuan Jepang sebenarnya minus.

    Ini sengaja ditetapkan oleh beberapa bank sentral negara maju, termasuk Jepang, untuk memastikan uang yang ada tidak disimpan secara pasif dan menjadi kurang produktif.

    Sebaliknya, diharapkan uang tersebut diinvestasikan sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, suku bunga acuan rendah juga mendorong investasi karena biasanya investasi dibiayai dari pinjaman yang mengacu pada suku bunga acuan. Investasi sendiri memiliki serangkaian dampak positif, seperti memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan negara dari pajak, dan lain-lain.

    Langkah BoJ ini tidak hanya berbeda dengan kebijakan sebelumnya, tetapi juga mengejutkan di tengah rumor bahwa Bank Sentral AS, The Fed, akan menurunkan suku bunga acuannya pada September 2024 mendatang, seiring dengan menurunnya inflasi di AS.

    Langkah mengejutkan BoJ ini diperkuat dengan kebijakan moneter ketat (tight money policy). BoJ berencana mengurangi pembelian obligasi bulanan menjadi sekitar setengahnya, yaitu menjadi JPY 3 triliun (19,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 317,5 triliun) dari JPY 6 triliun saat ini, yang akan dimulai pada Januari-Maret 2026 mendatang.

    Pemerintah Jepang mengumumkan pemotongan belanja keseluruhan untuk pertama kalinya dalam 12 tahun dalam anggaran fiskal 2024. Langkah ini diambil di tengah spekulasi bahwa Bank Sentral Jepang akan segera beralih dari kebijakan moneter ultra-longgar yang telah diterapkan selama lebih dari dua dekade.

    Menurut Channel News Asia, Minggu, 24 Desember 2023, anggaran untuk tahun fiskal mendatang, yang dimulai pada April, diperkirakan mencapai 112,07 triliun yen (USD 787 miliar), turun 2 persen dari anggaran awal tahun ini sebesar 114,4 triliun yen.

    Meskipun anggaran tetap di atas 110 triliun yen selama dua tahun berturut-turut, negara ini menghadapi tekanan belanja militer yang meningkat untuk menghadapi ancaman dari Tiongkok dan Korea Utara, serta biaya kesejahteraan yang meningkat bagi masyarakat Jepang yang menua dengan cepat.

    Sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia, Jepang berada di bawah tekanan untuk memperbaiki kesehatan fiskalnya di tengah kenaikan suku bunga setelah bertahun-tahun melakukan stimulus dan belanja yang memperburuk utang negara. Jepang kini memiliki beban utang publik terberat di dunia industri.

    Kementerian Keuangan Jepang telah menaikkan asumsi suku bunga menjadi 1,9 persen dari sebelumnya 1,1 persen, dalam kenaikan pertama dalam 17 tahun. Perubahan ini berdampak pada perhitungan biaya pembayaran bunga, dengan asumsi suku bunga yang lebih tinggi diperkirakan akan menambah biaya utang hingga 27 triliun yen pada tahun fiskal 2024, naik 7 persen dari tahun ini.

    Menurut Takahide Kiuchi, ekonom di Nomura Research Institute, sebagian besar pemotongan belanja berasal dari pengurangan cadangan darurat akibat Covid-19. Ia menekankan perlunya pemerintah Jepang untuk memperhatikan dampak jika terjadi kenaikan suku bunga.

    "Jika tidak memperhitungkan faktor-faktor tersebut, reformasi belanja hanya menghasilkan sedikit kemajuan," ujar Kiuchi. Ia mengingatkan bahwa para pembuat kebijakan harus memahami krisis dan mengarahkan kebijakan fiskal secara bertanggung jawab seiring dengan normalisasi kebijakan moneter.

    Suku bunga yang sangat rendah selama lebih dari dua dekade telah melonggarkan disiplin fiskal di Jepang, yang kini terbebani dengan utang publik melebihi dua kali lipat ukuran perekonomian akibat putaran stimulus fiskal yang berkepanjangan. (*)

     

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi