KABARBURSA.COM - Aktivitas manufaktur di Eropa mengalami kemunduran pada bulan lalu, sementara pabrik-pabrik di Asia menikmati momentum yang kuat. Survei menunjukkan, hal ini memberikan harapan kepada para pengambil kebijakan di kawasan ini untuk dapat mengatasi dampak lemahnya permintaan dari China.
Di Eropa, penurunan meluas dengan Italia sebagai satu-satunya negara besar yang tidak mengalami penurunan Indeks Manajer Pembelian (PMI) meskipun sebagian besar produsen memotong harga. PMI manufaktur final zona euro HCOB, yang disusun oleh S&P Global, turun menjadi 45,8 di Juni dari 47,3 di Mei. Angka ini berada di bawah angka 50 yang memisahkan pertumbuhan dan kontraksi selama dua tahun.
"Apa yang tampak seperti tanda-tanda pemulihan semakin berkurang. Kita tidak bisa menganggap remeh pemulihan," ujar George Moran dari Nomura, dikutip dari The Business Times, Selasa, 2 Juli 2024.
Sektor pabrik di Jerman, yang mencakup seperlima dari perekonomian terbesar di Eropa, mengalami kemunduran. Sementara itu, di Prancis, resesi manufaktur semakin parah. Partai sayap kanan National Rally Prancis mencetak kemenangan bersejarah dalam pemilihan parlemen, memicu risiko krisis di kawasan euro bahkan ketika partai-partai politik lainnya bergegas membangun front persatuan untuk menghalangi jalan mereka menuju kekuasaan.
Di Inggris, yang tengah mengadakan pemilu nasional, pertumbuhan manufaktur merosot pada Juni dari level tertinggi dalam 22 bulan di Mei. Gangguan yang terus berlanjut terhadap pengiriman di Laut Merah menyebabkan rendahnya permintaan dari pelanggan luar negeri.
Indeks pengukuran output zona euro, yang dimasukkan ke dalam PMI gabungan yang akan dirilis pada Rabu dan dipandang sebagai ukuran kesehatan ekonomi yang baik, merosot dari angka di Mei sebesar 49,3 ke angka terendah dalam enam bulan di 46,1, meskipun sedikit lebih tinggi dari perkiraan awal sebesar 46,0. Indeks pesanan baru dalam serikat mata uang turun menjadi 44,4 dari 47,3, meskipun pabrik-pabrik memotong harga yang dikenakan selama empat belas bulan.
Namun, tekanan biaya membebani produsen di negara-negara seperti Jepang, di mana melemahnya yen meningkatkan harga yang harus dibayar perusahaan untuk impor bahan bakar dan bahan mentah.
Jaga Daya Beli
Kinerja manufaktur Indonesia pada bulan Mei 2024 tetap mempertahankan catatan ekspansi selama 33 bulan berturut-turut, sejalan dengan upaya pemerintah menjaga daya beli melalui berbagai kebijakan fiskal.
Bedasarkan laporan Kementerian Keuangan, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat pada level 52,1, sedikit melambat dari bulan April dengan level 52,9. Hal ini didorong oleh terjaganya output produksi dan tingkat permintaan domestik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu mengatakan PMI manufaktur terjaga dalam zona ekspansif, Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kontribusi sektor manufaktur, khususnya yang berorientasi ekspor.
“Sehingga kita bisa tetap optimis untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen di tahun 2024,” ujarnya dikutip.
Dia menlanjutkan, beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif, seperti China (51,7) dan India (58,4).
Beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Vietnam dan Myanmar juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif, masing-masing di level 50,3 dan 52,1. Di sisi lain, PMI kawasan Eropa masih berada pada zona kontraksi di level 47,4.
Perkembangan positif juga ditunjukkan oleh perkembangan inflasi seiring upaya Pemerintah dalam melakukan stabilitasi harga pangan.
Inflasi pada Mei 2024 tercatat sebesar 2,84 persen secara tahunan (year on year/yoy), melandai dari inflasi April 2024 yang sebesar 3,0 persen (yoy). Secara bulanan, pada Mei 2024 tercatat deflasi 0,03 persen bulan ke bulan (month to month/mtm) didorong oleh melandainya harga pangan serta tarif transportasi seiring normalisasi permintaan pasca Idulfitri 2024.
Inflasi inti meningkat mencapai 1,93 persen (yoy), naik dari bulan lalu yang tercatat 1,82 persen (yoy), menunjukkan daya beli yang masih terjaga. Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) cenderung stabil.
Sementara itu, berbagai kebijakan stabilisasi pangan dan adanya panen berkontribusi pada penurunan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 8,14 persen (yoy), turun dari angka April sebesar 9,63 persen (yoy).
“Pemerintah akan terus mewaspadai perkembangan harga pangan guna menjaga akses pangan pokok masyarakat,” terang dia.
Pasalnya dia mengatakan, meskipun harga sudah mulai melandai, Pemerintah harus tetap konsisten dalam mengantisipasi risiko gejolak harga ke depan, terutama karena tantangan cuaca ekstrem. Adapun kata dia terdapat kebijakan yang harus terus dilaksanakan, antara lain intervensi harga, stabilisasi pasokan, dan meningkatkan kelancaran distribusi guna mendukung pencapaian target inflasi.
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi sebesar 0,03 persen pada Mei 2024 jika dibanding dengan IHK bulan sebelumnya (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan mencapai 2,84 persen (yoy) dan inflasi tahun kalender 1,16 persen (year to date/ytd).
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.