KABARBURSA.COM - Ekonomi Thailand berada di ujung tanduk karena masalah utang rumah tangga yang kian membengkak. Wakil Menteri Keuangan Thailand, Julapun Amornvivat, menyatakan bahwa negara ini telah tergelincir ke dalam resesi akibat lonjakan tingkat utang rumah tangga yang mencemaskan.
Pernyataan ini memperbesar tekanan pada bank sentral Thailand untuk menurunkan suku bunga. Julapun menyampaikan komitmen pemerintah untuk melaksanakan rencana pemberian dana besar sebesar 500 miliar baht (setara dengan US$ 14 miliar). Dana ini akan ditransfer kepada 50 juta warga Thailand sebesar 10.000 baht atau US$ 281 masing-masing. Meskipun ada penundaan, Julapun berharap program ini akan diluncurkan secepatnya.
Julapun menegaskan bahwa kebijakan suku bunga Thailand, yang saat ini berada pada level tertinggi dalam satu dekade, sebesar 2,50 persen, harus diturunkan. Dia menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi menjadi beban berat bagi masyarakat dan perlu ditinjau kembali dalam pertemuan kebijakan bank sentral pada tanggal 7 Februari mendatang.
Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, juga mendesak bank sentral untuk mengurangi suku bunga sebagai langkah mendukung negara yang memiliki ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini yang sedang menghadapi krisis.
Gubernur Bank Sentral Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, yang sebelumnya dikritik karena tidak menurunkan suku bunga, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan lebih lambat dari perkiraan. Namun, dia menegaskan bahwa situasi ini belum mencapai tingkat krisis.
Bank sentral sebelumnya mempertahankan suku bunga sebesar 2,50 persen sejak November 2023 setelah menaikkan sebanyak 200 basis poin sejak Agustus 2022 untuk mengendalikan inflasi.
Pemerintah Thailand telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2024 menjadi 2,8 persen dari perkiraan sebelumnya 3,2 persen karena melemahnya ekspor dan penurunan jumlah wisatawan asing. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 juga dikurangi menjadi 1,8 persen dari 2,7 persen.
Julapun menyebut situasi ekonomi saat ini sebagai "resesi ekonomi" yang dipicu oleh beban utang rumah tangga dan sektor swasta yang tinggi. Dia mengakui kesulitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi maju di tengah kondisi ini.
Julapun juga mengumumkan rencana Thailand untuk menerbitkan obligasi di luar negeri dalam dolar, yuan, dan yen dalam satu atau dua tahun ke depan. Langkah ini diharapkan menciptakan tolok ukur bagi dunia usaha dan membantu mengumpulkan dana. Pemerintah berencana melakukan penjualan obligasi tabungan senilai sekitar 100 miliar baht atau US$ 2,8 miliar pada tahun fiskal 2024, dengan batch pertama sebesar 40 miliar baht di bulan Maret
BKAEkonomi Thailand berada di ujung tanduk karena masalah utang rumah tangga yang kian membengkak. Wakil Menteri Keuangan Thailand, Julapun Amornvivat, menyatakan bahwa negara ini telah tergelincir ke dalam resesi akibat lonjakan tingkat utang rumah tangga yang mencemaskan.
Pernyataan ini memperbesar tekanan pada bank sentral Thailand untuk menurunkan suku bunga. Julapun menyampaikan komitmen pemerintah untuk melaksanakan rencana pemberian dana besar sebesar 500 miliar baht (setara dengan US$ 14 miliar). Dana ini akan ditransfer kepada 50 juta warga Thailand sebesar 10.000 baht atau US$ 281 masing-masing. Meskipun ada penundaan, Julapun berharap program ini akan diluncurkan secepatnya.
Julapun menegaskan bahwa kebijakan suku bunga Thailand, yang saat ini berada pada level tertinggi dalam satu dekade, sebesar 2,50 persen, harus diturunkan. Dia menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi menjadi beban berat bagi masyarakat dan perlu ditinjau kembali dalam pertemuan kebijakan bank sentral pada tanggal 7 Februari mendatang.
Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, juga mendesak bank sentral untuk mengurangi suku bunga sebagai langkah mendukung negara yang memiliki ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini yang sedang menghadapi krisis.
Gubernur Bank Sentral Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, yang sebelumnya dikritik karena tidak menurunkan suku bunga, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan lebih lambat dari perkiraan. Namun, dia menegaskan bahwa situasi ini belum mencapai tingkat krisis.
Bank sentral sebelumnya mempertahankan suku bunga sebesar 2,50 persen sejak November 2023 setelah menaikkan sebanyak 200 basis poin sejak Agustus 2022 untuk mengendalikan inflasi.
Pemerintah Thailand telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2024 menjadi 2,8 persen dari perkiraan sebelumnya 3,2 persen karena melemahnya ekspor dan penurunan jumlah wisatawan asing. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 juga dikurangi menjadi 1,8 persen dari 2,7 persen.
Julapun menyebut situasi ekonomi saat ini sebagai "resesi ekonomi" yang dipicu oleh beban utang rumah tangga dan sektor swasta yang tinggi. Dia mengakui kesulitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi maju di tengah kondisi ini.
Julapun juga mengumumkan rencana Thailand untuk menerbitkan obligasi di luar negeri dalam dolar, yuan, dan yen dalam satu atau dua tahun ke depan. Langkah ini diharapkan menciptakan tolok ukur bagi dunia usaha dan membantu mengumpulkan dana. Pemerintah berencana melakukan penjualan obligasi tabungan senilai sekitar 100 miliar baht atau US$ 2,8 miliar pada tahun fiskal 2024, dengan batch pertama sebesar 40 miliar baht di bulan Maret.