KABARBURSA.COM - Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan membeberkan penyebab 9,9 juta Gen Z menganggur.
Hadi mengatakan tingginya angka pengangguran Gen Z disebabkan oleh mismatch atau ketidakcocokan kompetisi dengan pekerjaan yang dibutuhkan.
"Jadi 40 persen dari pengangguran itu banyak disebabkan oleh mismatch antara kompetensi seseorang dengan yang dibutuhkan, sehingga menjadi kumulasi semakin bertambah pengangguran," katanya kepada Kabar Bursa, Selasa 21 Mei 2024.
Hadi bilang, mismatch tersebut muncul dikarenakan pendidikan yang kurang relevan antara yang diperoleh dengan yang didapat oleh seseorang.
Lebih lanjut dia mengatakan, faktor soft skill juga menjadi penyebab tingginya angka pengangguran yang menerjang Gen Z. Menurut Hadi, generasi yang lahir dalam rentan 1997 hingga 2012 ini memiliki tantangan tersendiri ketika sudah menginjak dewasa.
Seperti diketahui, soft skill memang sangat dibutuhkan di dunia kerja. Dengan menguasai soft skill, seseorang diyakini bisa berinteraksi dengan baik dengan rekan kerjanya.
Adapun soft skill dibagi menjadi beberapa aspek. Seperti komunikasi, kepemimpinan, kerjasama tim, hingga manajemen waktu.
Sementara itu Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah meyakini, dari 9,9 Gen Z yang disebut menganggur, banyak dari mereka yang sebenarnya memiliki penghasilan.
"Itu yang harus kita posisikan dulu, di mana definisi formal inilah yang menyebabkan Gen Z menganggu. Harusnya data 9,9 juta ini diverifikasi lagi lebih detail, apakah mereka tidak berpenghasilan?," katanya saat dihubungi Kabar Bursa, Selasa 21 Mei 2024.
Padahal, kata Tantan, bisa saja dari kebanyakan Gen Z tersebut memiliki pekerjaan, namun jam kerjanya tidak seperti perkantoran pada umumnya.
"Bisa saja mereka sebetulnya memiliki penghasilan yang jauh lebih besar daripada yang bekerja secara formal," ucapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 9,9 juta penduduk berusia 15-24 tahun tidak sedang sekolah, bekerja, dan mengikuti pelatihan (Not in Employment, Education, and Training/NEET) pada 2023.
Laporan Publikasi BPS
Mengutip data yang dipublikasikan BPS, dari 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun yang tergolong dalam kategori NEET terdapat 6,45 juta yang berjenis kelamin perempuan (28,91 persen) dan 3,45 juta dengan jenis kelamin laki-laki (15,53 persen). Persentase ini menurun sekitar 0,97 persen dibandingkan periode Agustus 2022.
"Jika digolongkan menurut umur terdapat 3,4 juta (15,53 persen) yang tergolong kategori NEET berusia 15-19 tahun dan terdapat 6,4 juta (28,91 persen) yang berusia 20-24 tahun,” tulis BPS dalam laporannya.
Artinya, kebanyakan dari mereka adalah Gen Z yang harusnya tengah di masa produktif. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun. BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan sehingga ada tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.
BPS menilai, angka NEET yang lebih tinggi di kalangan perempuan dapat mengindikasikan banyaknya keterlibatan perempuan di kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya. Pekerjaan rumah tangga tersebut dinilai dapat menghalangi perempuan muda untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.
Secara geografis, pada 2023 penduduk usia muda NEET Indonesia lebih banyak berada di perdesaan dengan proporsi 24,79 persen, sedangkan di perkotaan 20,40 persen. Sebanyak 5,2 juta anak muda tegolong dalam ketegori NEET yang tinggal di daerah perkotaan dan 4,6 juta yang tidak bersekolah, tidak bekerja, dan tidak sedang mengikuti pelatihan tinggal di perdesaan.
Tingkat Pengangguran Terbuka
Indikator yang digunakan untuk dapat mengukur besarnya angkatan kerja pemuda yang menjadi pengangguran disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda. TPT umumnya digunakan untuk mengukur tingkat pengangguran di suatu wilayah, menggambarkan tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan, atau tidak terserap oleh pasar kerja.
Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2023, TPT pemuda tercatat sekitar 13,41 persen. Artinya, sekitar 13 dari 100 pemuda yang masuk dalam angkatan kerja, tidak terserap dalam pasar kerja.
Hal tersebut menunjukkan perkembangan TPT periode 2016-2023. Terlihat bahwa pada tahun 2023 TPT pemuda dan TPT semua kelompok umur mengalami penurunan seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang mulai membaik pasca pandemi Covid-19.
Namun, pola TPT pemuda selalu lebih tinggi dari TPT semua kelompok umur dan konsisten setiap tahun. Masih tingginya pengangguran pemuda membuat daya saing pemuda belum mencapai posisi yang optimal. Salah satu penyebab tingginya TPT pemuda adalah rendahnya daya saing pemuda di pasar kerja.