KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa pertumbuhan kredit perbankan dapat mencapai target sekitar 10 persen–11 persen tahun ini, meskipun bank sentral telah meningkatkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April lalu.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa pencapaian tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan likuiditas dari kebijakan insentif makroprudensial (KLM) serta perluasan repo Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki oleh perbankan.
Dia menyebutkan bahwa sejumlah sektor baru telah menerima insentif KLM, seperti hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, listrik-gas-air bersih (LGA), dan jasa sosial.
Oleh karena itu, dia memproyeksikan bahwa pada 1 Juni mendatang, tambahan likuiditas untuk perbankan dari pemanfaatan insentif KLM diperkirakan mencapai Rp81 triliun, dan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp115 triliun pada akhir tahun.
"Dengan demikian, ini menggaransi bahwa kebutuhan likuiditas untuk menyokong penyaluran kredit akan tercukupi dari sumber tersebut, dan dalam konteks ini, tidak akan ada kebutuhan bagi bank-bank untuk menaikkan suku bunga kredit," ujar Perry.
Selain itu, Perry percaya bahwa pertumbuhan kredit perbankan bisa mencapai 11 persen tahun ini karena bank-bank dapat menggunakan repo SBN dengan Bank Indonesia atau pasar.
"Dengan demikian, secara keseluruhan, kami masih yakin bahwa pertumbuhan kredit 10 persen hingga 11 persen masih dapat tercapai, dengan tambahan likuiditas tersebut dan bank-bank yang menyediakan kredit dapat menggunakan SBN mereka untuk repo dengan Bank Indonesia atau repo dengan pasar," Perry menjelaskan.
Pada kesempatan itu, Perry juga menyatakan bahwa tidak ada lagi kebutuhan untuk menaikkan BI Rate. Menurutnya, hal ini terjadi karena indikator-indikator ekonomi dan gejolak eksternal menunjukkan kondisi yang cukup baik.
"Data saat ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi kebutuhan untuk menaikkan BI Rate, tapi semuanya bergantung pada data. Dengan data saat ini, kami melihat bahwa kenaikan BI Rate dan SRBI sudah cukup untuk memastikan stabilitas nilai tukar, inflow, dan inflasi. Semuanya masih bergantung pada data, dan hasilnya akan kita tunggu pada Rapat Dewan Gubernur bulanan," ujar Gubernur BI itu.
Pernyataan Perry ini muncul sebagai tanggapan terhadap pertanyaan seorang jurnalis mengenai lonjakan bunga SRBI dalam lelang terakhir yang mencapai 7,48 persen, melampaui BI Rate yang hanya 6,25 persen, yang berpotensi memicu persaingan likuiditas yang lebih ketat dengan Kementerian Keuangan yang menawarkan yield tenor pendek SBN sebesar 6,82 persen dalam lelang terakhir.
"Kami selalu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan bahwa kebijakan di Lapangan Banteng dan Thamrin selalu sejalan," tambah Perry.