KABARBURSA.COM - Harga komoditas emas menguat setelah mengalami penurunan akibat kenaikan dolar AS dan imbal hasil Treasury. Sementara itu, harga batu bara ditutup menguat dan harga crude palm oil (CPO) mengalami pelemahan.Menurut data dari Bloomberg, harga emas di pasar spot naik 0,01 persen menjadi USD2.319,84 pada perdagangan Rabu, 26 Juni 2024 pukul 06.54 WIB. Harga kontrak emas Comex untuk Agustus 2024 juga mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen ke level USD2.331,30 per troy ounce pada pukul 06.43 WIB.
Sehari sebelumnya, harga emas mengalami penurunan akibat dari penguatan dolar AS dan imbal hasil Treasury. Hal ini karena para investor menantikan data inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis pekan ini untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) tahun ini.
"Permintaan fisik dari bank sentral tetap tinggi, terutama dari Asia. Investor pada akhirnya memperkirakan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya, sehingga enggan untuk mengurangi kepemilikan emas," kata Ryan McKay, ahli strategi komoditas senior di TD Sekuritas.
Sebelumnya, harga emas batangan mencatat rekor tertinggi sebesar USD2.449,89 pada 20 Mei 2024, dengan kenaikan sebesar 12 persen sepanjang tahun ini. Kenaikan tersebut didorong oleh harapan akan pemangkasan suku bunga The Fed serta pembelian yang kuat oleh bank sentral di tengah ketegangan geopolitik.
Minggu ini, para pedagang menantikan perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) AS untuk kuartal pertama yang akan dirilis pada Kamis, 27 Juni 2024, serta laporan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) pada Jumat, 29 Juni 2024.
Kembali mengutip data dari Bloomberg, harga kontrak batu bara Juli 2024 di ICE Newcastle menguat 1,21 persen menjadi USD133,50 per metrik ton pada penutupan perdagangan Selasa, 25 Juni 2024. Sementara itu, kontrak batu bara Agustus 2024 juga mengalami kenaikan sebesar 0,48 persen menjadi USD137,25 per metrik ton.
Untuk impor batu bara Rusia ke India mengalami penurunan, sementara pengiriman dari AS meningkat dalam tiga bulan terakhir hingga Mei 2024. Para pedagang menyatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh kurangnya daya saing pasokan batu bara Rusia.
Data dari Bigmint menunjukkan bahwa ekspor semua jenis batu bara Rusia ke India turun 22,4 persen dari tahun sebelumnya menjadi 6,76 juta metrik ton. Sementara itu, ekspor batu bara dari AS meningkat 14,4 persen menjadi 6,68 juta ton pada periode yang sama.
Penurunan impor batu bara Rusia ke India terutama dipicu oleh penurunan signifikan dalam pengiriman batu bara termal, yang mengalami penurunan tahunan sebesar 67 persen, khususnya untuk pembangkit listrik. Namun, pembelian jenis batu bara untuk pembuatan baja seperti kokas, antrasit, dan batu bara injeksi (PCI) meningkat selama periode tersebut.
India merupakan pasar batu bara terbesar kedua bagi Rusia setelah China. Penurunan ini terjadi pasca penerapan sanksi baru dari Barat terhadap Rusia akibat konflik di Ukraina. Meskipun demikian, para pembeli mengabaikan dampaknya dan menyatakan bahwa harga batu bara termal Rusia menjadi kurang menarik tanpa diskon yang lebih besar di tengah penurunan harga global.
Di lain hal, harga kontrak berjangka minyak kelapa sawit (CPO) untuk kontrak Agustus 2024 turun 19 poin menjadi 3.855 ringgit per ton pada penutupan perdagangan kemarin di Bursa Derivatif Malaysia. Sementara itu, kontrak Juli 2024 juga mengalami penurunan 17 poin ke level 3.880 ringgit per ton.
Seorang dealer yang dikutip oleh Bernama menyatakan bahwa penurunan ini terjadi karena melemahnya pasar minyak di Chicago Board of Trade (CBOT) dan harga palm olein di Dalian. David Ng, seorang pedagang minyak kelapa sawit, mengamati bahwa sentimen pasar dipengaruhi oleh penurunan permintaan. Ia menyoroti bahwa level dukungan harga berada di sekitar RM3.800 per ton, sementara resistensi terlihat pada RM3.950 per ton.
Analisis dari senior Fastmarkets, Sathia Varqa, mencatat bahwa harga CPO berjangka telah merosot ke level terendah dalam lima minggu terakhir. Penurunan ini terkait dengan penurunan ekspor yang terlihat dan kerugian dalam pasar minyak nabati secara umum. Varqa juga menambahkan bahwa kerugian tersebut diperparah oleh penurunan kompleks minyak nabati di Bursa Komoditi Dalian dan apresiasi mata uang ringgit.
Eddy Martono, Ketua Umum GAPKI, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh kondisi pasar global yang tidak menguntungkan, yang mengakibatkan permintaan terhadap CPO menurun. “Ketersediaan stok minyak nabati lainnya yang berlebihan telah membuat harga minyak kelapa sawit Indonesia menjadi kurang kompetitif, sehingga importir lebih memilih opsi yang lebih ekonomis,” katanya, Senin, 24 Juni 2024.
Menambahkan informasi, negara-negara produsen minyak nabati seperti Rusia dan Ukraina, yang fokus pada produksi minyak biji bunga matahari, kini menunjukkan stabilitas dalam produksinya setelah periode konflik mereda. Hal ini mengakibatkan konsumen memiliki lebih banyak alternatif dalam mengimpor minyak nabati.(*)