KABARBURSA.COM – Harga minyak melonjak lebih dari 9 persen dalam sehari pada Jumat, 13 Juni 2025. Kenaikan ini merupakan lonjakan tertajam sejak invasi Rusia ke Ukraina. Pemicunya utama kenaikan minyak ini karena Israel resmi menggempur Iran dan membuka babak baru konflik yang bisa mengguncang pasokan energi global.
Berdasarkan laporan Reuters, kontrak berjangka Brent melonjak USD6,29 atau 9,07 persen ke level USD75,65 per barel (setara Rp1,23 juta), sempat menyentuh titik tertinggi intraday di USD78,50—level tertinggi sejak 27 Januari. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik USD6,43 atau 9,45 persen ke USD74,47 per barel (sekitar Rp1,21 juta), setelah sempat mencapai puncak USD77,62, tertinggi sejak 21 Januari.
Israel mengklaim serangannya menyasar fasilitas nuklir, pabrik rudal balistik, hingga markas militer Iran. Negeri Zionis itu juga menyebut aksi ini bukan serangan kilat, melainkan awal dari operasi jangka panjang untuk menggagalkan ambisi senjata nuklir Teheran.
Menurut analis ING, lonjakan harga ini mencerminkan premi risiko geopolitik yang melejit drastis. “Pasar harus mulai memperhitungkan potensi gangguan pasokan yang lebih besar,” tulis tim analis yang dipimpin Warren Patterson.
Namun, pelaku pasar minyak di Singapura belum sepenuhnya yakin serangan ini akan langsung berdampak pada distribusi minyak dari Timur Tengah. Faktor kuncinya ada pada respons Iran dan apakah Amerika Serikat ikut turun tangan. “Terlalu dini untuk menyimpulkan, tapi kekhawatiran utama pasar adalah potensi penutupan Selat Hormuz,” ujar salah satu trader.
Saul Kavonic dari MST Marquee memperkirakan pasokan global baru akan terganggu secara signifikan jika Iran membalas dengan menyerang infrastruktur minyak atau menutup akses Selat Hormuz. Dalam skenario ekstrem, hingga 20 juta barel per hari bisa terdampak.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut serangan Israel telah menewaskan beberapa komandan militer penting. Ia bersumpah Zionis akan menerima “hukuman yang berat.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut serangan Israel sebagai “aksi sepihak” dan menegaskan Washington tidak terlibat. Ia juga memperingatkan Teheran untuk tidak menyasar kepentingan atau personel AS di wilayah tersebut.
Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, mengatakan Iran telah menetapkan status darurat nasional dan bersiap untuk melakukan pembalasan. Hal ini bukan hanya meningkatkan risiko gangguan distribusi, tetapi juga potensi merembet ke negara produsen minyak tetangga. “Kalau AS ikut campur, kekhawatiran pasar bisa makin dalam, meskipun Trump sendiri tampak enggan terlibat,” ujarnya.
Efek domino dari ketegangan ini terasa cepat. Pasar saham Asia langsung merah di awal perdagangan, dipicu aksi jual di kontrak berjangka AS. Sementara itu, investor berbondong-bondong mencari tempat aman di emas dan franc Swiss.(*)