KABARBURSA.COM - Ricuh karyawan PT Indofarma (Persero) Tbk, dengan kode saham INAF, yang mengeluh terkait tidak dibayarkannya upah sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, akan segera terselesaikan. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap mengambil langkah strategis dengan menjual sebagian aset dari Indofarma. Langkah ini diambil untuk menutupi kebutuhan mendesak, seperti pembayaran gaji dan kewajiban karyawan perseroan.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan bahwa penjualan aset Indofarma akan dilakukan secara bertahap. Meskipun rincian mengenai aset yang akan dilepas belum diungkapkan, Kementerian BUMN sedang mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk memastikan proses ini berjalan efisien.
"Kami sedang merencanakan penjualan aset secara bertahap untuk menyelesaikan isu kepegawaian dan mencapai efisiensi ke depan," ujar Tiko dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi VI DPR di Jakarta pada Senin, 2 September 2024.
Saat ini, Indofarma, yang merupakan salah satu emiten farmasi pelat merah, tengah menghadapi tantangan berat. Dugaan kasus korupsi atau fraud di internal perusahaan telah menekan arus kasnya. Keuangan perusahaan mengalami kekacauan yang signifikan, sehingga memaksa perusahaan untuk menarik anggaran dari PT Biofarma (Persero), induk usahanya, dengan nilai yang sangat besar. Diperkirakan, jumlah yang disedot mencapai miliaran rupiah dan berlangsung selama beberapa bulan.
Indofarma terpaksa menggunakan dana dari induk usahanya untuk memenuhi tanggung jawabnya terhadap karyawan, terutama setelah sempat menunda pembayaran gaji. Namun, karena suplai anggaran yang terhenti, pembayaran gaji kembali mengalami keterlambatan beberapa bulan lalu.
Tiko menambahkan bahwa kasus fraud di Indofarma saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), dan pemegang saham baru saja menyelesaikan proses hukum berupa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan.
"Untuk kasus Indofarma, memang ada fraud yang sedang ditangani oleh Kejaksaan dan kami baru menyelesaikan PKPU," ungkap Tiko.
Komentar Menteri BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dan wakilnya, Kartika Wirjoatmodjo, dicecar Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait nasib emiten farmasi yang dianggap “sakit”, yakni PT Indofarma Tbk (INAF).
Dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Kementerian BUMN, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nevi Zuairina meminta Erick Thohir segera membereskan sengkarut INAF. Pasalnya, dia khawatir persoalan serupa terjadi dikemudian hari.
Nevi mengaku khawatir, persoalan yang terjadi pada INAF menjadi puncak masalah yang menimpa BUMN. Larutnya persoalan INAF juga menjadi pertanyaan baginya, dia pun mempertanyakan audit yang dilakukan BUMN terhadap emiten farmasi tersebut.
“Saya khawatir nanti ada lagi perusahaan yang seperti Indofarma lagi,” kata Nevi dalam Raker Komisi VI bersama Kementerian BUMN di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komsi VI DPR RI Fraksi Paratai Demokrat, Muslim, meminta Erick Thohir beserta jajaran Kementerian BUMN mereformasi birokrasi perusahaan plat merah di sektor farmasi.
Muslim menilai, BUMN farmasi secara keseluruhan mengalami penuruna trend dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, meski perusahaan BUMN, industri farmasi miliki negara tertinggal jauh dengan swasta.
“Jadi kita kalah dengan swasta, padahal kita punya kewenangan lebih. Biarpun Pak Menteri telah banyak melakukan termasuk mengamputasi beberapa BUMN yang dianggap tidak produktif,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, mantan pejabat INAF yang dinyatakan terlibat kasus fraud akan ditindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Dia menuturkan, BUMN berencana menjadikan INAF sebagai perusahaan made to order. Pada skema tersebut, INAF tidak lagi memiliki kewenangan sebagai perusahaan yang memproduksi obat-obatan.
Lebih jauh, Kartika mengaku telah melakukan banyak efisiensi terhadap INAF, termasuk menjual aset yang dilakukan bertahap untuk membayarkan hak karyawan. Dia menyebut, tunjangan iuran dengan nilai Rp95 miliar juga akan segera dibayarkan.
“Hak karyawan di grup tunjangan iuran, dengan nilai Rp95 miliar akan segera dibayarkan,” jelasnya.
Karyawan PT Indofarma Tbk sedang menghadapi situasi yang sangat sulit terkait pembayaran gaji yang tertunda. Serikat Pekerja (SP) Indofarma melaporkan bahwa perusahaan masih memiliki tunggakan gaji sebesar Rp95 miliar yang belum dibayarkan kepada para karyawan. Akibat dari penundaan ini, banyak karyawan mengalami kesulitan ekonomi yang parah, bahkan untuk membeli kebutuhan dasar seperti beras.
Ketua Umum SP Indofarma, Meidawati, menyatakan bahwa kondisi ini telah membuat karyawan berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan. Beberapa karyawan mengaku tidak mampu membeli beras, yang menunjukkan betapa parahnya dampak dari penundaan pembayaran gaji tersebut.
Meidawati mengungkapkan bahwa mereka telah melaporkan masalah ini kepada berbagai pihak, termasuk Kementerian BUMN dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta menggelar aksi protes di jalan, namun hingga saat ini belum ada solusi yang diberikan.
Serikat Pekerja Indofarma juga telah mengajukan permohonan bantuan kepada Komisi VI DPR RI, dengan harapan mendapatkan perhatian dan solusi dari wakil rakyat terkait masalah ini. Mereka berharap bahwa DPR dapat memberikan solusi yang konkret untuk mengatasi masalah pembayaran gaji yang belum terselesaikan, mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap kesejahteraan karyawan.(*)