KABARBURSA.COM - Turki mencatatkan inflasi tahunan yang mencapai 67,07persen pada Februari 2024, mencatatkan rekor tertinggi selama 15 bulan terakhir dengan laju kenaikan yang lebih cepat dari perkiraan.
Dikutip dari CNBC Internasional, Selasa 5 Maret 2024, Institut Statistik Turki menyatakan bahwa angka tersebut jauh melampaui ekspektasi. Sebelumnya, survei Reuters kepada para analis memperkirakan inflasi tahunan akan naik menjadi 65,7persen pada bulan lalu.
Sektor gabungan hotel, kafe, dan restoran mengalami kenaikan inflasi harga tahunan terbesar, mencapai 94,78persen. Diikuti oleh sektor pendidikan sebesar 91,84persen, sementara tingkat kesehatan mencapai 81,25persen dan sektor transportasi mencatatkan kenaikan sebesar 77,98persen.
Selain itu, harga konsumen untuk makanan dan minuman non-alkohol melonjak 71,12persen secara tahunan (year-on-year/yoy), serta mencatatkan kenaikan bulanan yang signifikan hingga 8,25persen. Tingkat perubahan bulanan inflasi negara dari Januari ke Februari adalah 4,53persen.
Angka yang tinggi ini memicu kekhawatiran bahwa bank sentral Turki mungkin harus kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter. Padahal, bulan sebelumnya bank sentral telah mengindikasikan bahwa siklus kenaikan suku bunga selama delapan bulan berturut-turut telah berakhir.
"Kenaikan inflasi Turki yang lebih kuat dari perkiraan menjadi 67,1persen yoy di bulan Februari menambah kekhawatiran kami mengingat hal ini terjadi karena peningkatan besar inflasi di bulan Januari dan kuatnya pertumbuhan belanja rumah tangga di Kuartal IV," tulis Liam Peach, ekonom senior pasar negara berkembang di Capital Economics, dalam sebuah catatan penelitian.
Peach menyatakan bahwa tekanan harga inti terus meningkat. Jika kondisi ini berlanjut, kemungkinan bank sentral akan memulai kembali siklus pengetatan kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang.
Di sisi lain, beberapa analis memperkirakan inflasi akan turun hingga sekitar 35persen pada akhir tahun 2024 ini. Namun, Capital Economics memperingatkan bahwa angka-angka baru ini menunjukkan tekanan inflasi masih sangat kuat. Proses disinflasi pun telah mengalami kemunduran pada awal tahun ini.
Menteri Keuangan Turki, Mehmet Simsek, mengatakan bahwa inflasi akan tetap tinggi pada paruh pertama tahun ini karena efek dasar dan dampak kenaikan suku bunga yang tertunda. Namun, ia optimis bahwa angka tersebut akan turun pada 12 bulan mendatang.
Inflasi yang tinggi secara terus-menerus dipicu oleh pelemahan mata uang Turki, lira, yang berada pada rekor terendah terhadap dolar. Lira diperdagangkan pada 31,43 pada tengah hari waktu setempat pada hari Senin. Lira telah kehilangan 40persen nilai terhadap dolar pada tahun lalu, dan 82,6persen dalam lima tahun terakhir.
Ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management, Timothy Ash, mengatakan bahwa kondisi ini memberikan tekanan pada lira sehingga menciptakan dampak inflasi. Para analis mencatat bahwa para pengambil kebijakan di Turki ingin menghindari kenaikan suku bunga, terutama menjelang pemilu lokal pada tanggal 31 Maret. Namun, kenaikan inflasi yang terus-menerus dapat memaksa mereka kembali menaikkan suku bunga setelah pemungutan suara.
Suku bunga utama Turki saat ini berada di angka 45persen. Besaran tersebut menyusul kenaikan kumulatif sebesar 3.650 basis poin sejak Mei 2023. "Mudah-mudahan efek periode dasar yang menguntungkan akan mulai menciptakan siklus yang lebih baik mulai pertengahan tahun. CBRT mungkin perlu menaikkan suku bunga kebijakannya lebih lanjut setelah pemilu lokal," tulis Ash.