KABARBURSA.COM - Dua indeks yang banyak dihuni saham-saham blue chips, yaitu LQ45 dan IDX30, masih bergerak lesu. Pada perdagangan kemarin (14/5), masing-masing melemah 0,33 persen dan 0,48 persen. Performa LQ45 merosot 8,03 persen secara year to date (YtD), sementara IDX30 anjlok 8,83 persen sejak awal tahun 2024.
Penurunan keduanya jauh lebih dalam dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini berada di posisi minus 2,60 persen. Padahal hingga akhir kuartal I-2024, performa LQ45 dan IDX30 masih unggul ketimbang IHSG. Kala itu, IHSG hanya menguat 0,22 persen sejak awal tahun 2024, sedangkan LQ45 naik 1,59 persen dan IDX30 menguat 1,20 persen.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, mengamati secara historis bahwa kinerja indeks saham LQ45 cenderung mengalami koreksi pada bulan Mei. "Dalam 10 tahun terakhir, 70 persen mengalami performa negatif dengan rata-rata koreksi -0,59 persen," jelasnya dikutip Rabu 15 Mei 2024.
Audi menyoroti sejumlah faktor yang membuat LQ45 merosot. Pertama, rilis kinerja kuartal I-2024 sudah priced in dan emiten yang sudah membagikan dividen cenderung mengalami tekanan harga. Kedua, ada tekanan tambahan dari suku bunga tinggi yang berpotensi bertahan lebih lama.
"LQ45 dan IDX30 memiliki konstituen hampir serupa, sehingga faktor penekan kinerja IDX30 juga mirip dengan pemberat pergerakan indeks LQ45, kata Audi. Apalagi, di tengah ketidakpastian ekonomi global, investor asing dalam posisi jual (net sell) sehingga membawa arus capital outflow. Dalam beberapa bulan terakhir, investor asing net sell yang signifikan," beber dia.
Pada Selasa 14 Mei 2024 saja, posisi net sell mencapai Rp 770,84 miliar. Kondisi ini membuat secara year to date posisi investor asing berbalik mencetak net sell sebesar Rp 1,30 triliun. "Dalam posisi net sell ini, investor asing juga banyak melepas saham big caps yang masuk konstituen LQ45 dan IDX30," kaya Audi.
Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus, melihat belum adanya tanda-tanda penurunan suku bunga dalam waktu dekat sebagai katalis negatif bagi pasar saham. Sementara itu, Daniel lebih menyoroti kontribusi dari emiten perbankan big caps yang sedang melandai.
"Emiten bank big caps punya bobot besar yang memengaruhi pergerakan indeks. Penurunan saham perbankan disebabkan oleh tiga faktor: aksi profit taking, kinerja kuartal I-2024 yang di bawah ekspektasi, dan antisipasi pasar terhadap efek kenaikan suku bunga," jelasnya.
Walau begitu, dalam situasi seperti ini ada peluang untuk mencuil cuan saat performa LQ45 dan IDX30 sedang lunglai. Bagi investor jangka panjang, situasi ini bisa menjadi peluang untuk mengoleksi saham-saham blue chip dengan strategi buy on weakness.
"Terutama pada saham yang sedang terkoreksi tetapi memiliki fundamental dan prospek bisnis yang apik. Menurut Daniel, investor bisa memanfaatkan diskon pada saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)," cetus Daniel.
Untuk jangka pendek, pelaku pasar bisa memilah saham yang tekanan jualnya sedang mereda atau yang sedang strong uptrend seperti PT XL Axiata Tbk (EXCL). Secara teknikal, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova juga melirik saham emiten perbankan dan telekomunikasi.
Ivan menyarankan BBRI dengan support Rp 4.520 dan resistance di Rp 5.050, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) dengan support Rp 1.180 dan resistance di Rp 1.265, serta PT Indosat Tbk (ISAT) dengan support Rp 10.200 dan resistance di Rp 12.050.
{
"width": "100 persen",
"height": "480",
"symbol": "IDX:BBRI",
"interval": "D",
"timezone": "Etc/UTC",
"theme": "light",
"style": "1",
"locale": "en",
"hide_top_toolbar": true,
"allow_symbol_change": false,
"save_image": false,
"calendar": false,
"hide_volume": true,
"support_host": "https://www.tradingview.com"
}
Audi menyarankan untuk memperbesar alokasi saham defensif, terutama dengan memilah valuasi yang masih murah. Audi merekomendasikan buy untuk TLKM dengan target harga Rp 4.300, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan target harga Rp 8.300, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 1.970 per saham.