KABARBURSA.COM-Pemerintah telah menyiapkan diri untuk menghadapi gugatan dari pengusaha terkait kenaikan pajak hiburan, yang berada dalam kisaran 40 persen-75 persen.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyatakan bahwa saat ini mereka, bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, telah diutus langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Saat ini sudah ada surat kuasa dari Presiden (Jokowi) atas nama Pemerintah Indonesia. Ada tiga kementerian yang akan menghadapi gugatan di MK, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” ungkap Sandi saat diwawancarai di Kantor Kemenko Marvest, Rabu 7 Februari 2024 lalu.
Sambil menunggu proses gugatan, pemerintah mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memberikan insentif sesuai kepada pengusaha yang terdampak oleh kenaikan pajak hiburan.
Langkah ini sejalan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengenai petunjuk bagi kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha.
“Beberapa daerah seperti di Bali, Labuan Bajo sudah melakukan penyesuaian. Banyak pemda yang sudah melakukan penyesuaian,” ujar Sandiaga.
Diketahui, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) telah mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait kenaikan pajak hiburan pada Rabu 7 Februari 2024.
Peraturan yang digugat adalah UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). GIPI menggugat pasal 58 ayat 2 UU HKPD yang berkaitan dengan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa.
Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan tarif PBJT atas jasa tersebut, dengan kisaran tarif antara 40 persen hingga 75 persen. Padahal, sebelumnya tarif pajak tersebut berkisar antara 34 persen hingga 75 persen.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, menilai kenaikan ini menggambarkan perlakuan yang berbeda terhadap lima sektor usaha hiburan tersebut dibandingkan dengan usaha lain.
“Kenaikan ini berisi tentang perlakuan tarif berbeda untuk jenis usaha karaoke, diskotik, bar, klub malam, dan spa,” ungkap Hariyadi, dikutip Minggu 11 Februari 2024
Menurutnya, jika kelima kategori usaha ini memang ingin dibatasi, seharusnya pemerintah tidak menekankan pada kenaikan tarif pajak, melainkan membatasi perizinan usaha tersebut.