Logo
>

Kelas Menengah Jadi Tulang Punggung Pertumbuhan Ekonomi: Jangan 'Diutak-utik'

Ditulis oleh KabarBursa.com
Kelas Menengah Jadi Tulang Punggung Pertumbuhan Ekonomi: Jangan 'Diutak-utik'

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Analis Utama Ekonomi Politik Laboratorium 45, Radhityana Muhammad menyebut, kelas menengah merupakan punggung perekonomian Indonesia. Adapun hal itu dia ungkap dalam diskusi panel bertajuk Evaluasi Kebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo: Bidang Politik Keamanan, Ekonomi, dan Media, di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.

    Berdasarkan sajian data Laboratorium 45, kontribusi kelas menengah bagi perekonomian Indonesia sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, kontribusi kelas menengah terhadap pajak sendiri menyentuh angka 50,7 persen dan calon kelas menengah sebesar 34,5 persen pada kuartal II tahun 2024.

    Sementara pada komponen variabel produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal II 2024, 55,86 persen berasal dari konsumsi rumah tangga. Radhityana menyebut, dari konsumsi rumah tangga juga didominasi oleh konsumsi kelas menengah, yakni sebesar 82 persen.

    “Kelas menengah Indonesia menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” kata Radhityana dalam paparannya.

    Radhityana menuturkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Seandainya kelas menengah tidak mengalami hambatan ekonomi, dia menilai, Indonesia dapat memastikan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,5 persen.

    “Untuk mempertahankannya, jangan terlalu banyak ngutak-ngutik atau kebijakan yang malah memberatkan kelas menengah,” tegasnya.

    Kelas Menengah Turun

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah Indonesi mengalami penurunan jumlah. Adapun penurunan tersebut terhitung sejak tahun 2019 hingga 2024, dari berjumlah 57,3 juta menjadi 47,9 juta kelas menengah menurun.

    Radhityana menuturkan, dari rentan kelas menengah dan calon kelas menengah cenderung lebih sedikit kenaikannya jika dibandingkan dengan kelas menengah yang turun menjadi calon kelas menengah. Dia menilai, kondisi tersebut akan terus terjadi jika pemerintah ke depan terus mengeluarkan kebijakan yang memberatkan.

    “Jangan sampai memberatkan kelas menengah, seperti wacana iuran Tapera, iuran asuransi, dan juga untuk subsidi tarif KRL berdasarkan NIK,” tegasnya.

    Radhityana juga menyebut, kebijakan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok kelas menengah. Pasalnya, kata dia, alokasi penghasilan kelas menengah akan semakin terpecah.

    “Gaji mereka itu akan lebih banyak keluar, bagi iuran Tapera yang tiba-tiba wajib, kemudian asuransi dan juga transportation cost yang akan meningkat ke depan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Radhityana juga mengungkap 67,10 persen sebaran kelas menengah berada di kawasan perkotaan sepanjang tahun 2024. Dia menilai, kondisi tersebut menjadi sangat ironi lantaran terjadi penurunan kelas menengah.

    Sementara jika ditinjau dari jenjang pendidikan, Radhityana menyebut 32,2 persen kelas menengah memiliki tingkat pendidikan tinggi. Dia menilai, jenjang pendidikan yang dimiliki kelas menengah juga menjadi kontrol politik bagi pemerintah menyusun kebijakan yang berpihak.

    “Makanya penting bagi pemerintah ke depannya untuk mendorong pendidikan masyarakat, tidak hanya sampai SMA tapi lebih dari SMA. Kuliah mereka untuk pendidikan juga harus didukung,” ungkapnya.

    Penyebab Turunnya Kelas Menengah

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penyebab menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini menyebut penurunan jumlah kelas menengah karena tertekan oleh kenaikan harga atau inflasi yang sempat tinggi.

    “Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah,” kata Sri Mulyani saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2024.

    Meski begitu, lanjut Sri Mulyani, ada juga dari kelompok miskin yang naik menjadi kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class. “Jadi dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun,” ujarnya.

    Namun, Sri Mulyani, tidak menyebutkan secara rinci berapa jumlah atau persentase kelas menengah yang turun dan berapa jumlah kelas miskin yang naik menuju kelas menengah. Dirinya melihat, kondisi ekonomi saat ini telah mengalami transformasi. Meski banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di suatu sektor, tapi banyak juga lowongan kerja terbuka di sektor lainnya.

    “Menurut statistik, 11 juta lebih dalam kurun waktu tiga tahun terakhir angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka, tapi ada PHK. Jadi ini semuanya harus dilihat secara keseluruhan,” ujarnya.

    “Kalau sekarang banyak FDI pada area hilirisasi, itu mungkin area yang job creation-nya berbeda dengan area di mana labour intensive seperti alas kaki, tekstil, garmen, yang dulu memang menjadi area penciptaan kesempatan kerja. Another think munculnya kesempatan kerja baru karena sektor digital,” jelas Sri Mulyani menambahkan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi