KABARBURSA.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan bahwa pengusaha Hendry Lie telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk selama tahun 2015-2022.
Hendry Lie, yang juga merupakan pendiri maskapai penerbangan Sriwijaya Air, terhitung sebagai salah satu dari lima tersangka dalam kasus timah yang diumumkan oleh Kejaksaan Agung pada Jumat (26/4/2024).
“Betul (Hendry Lie jadi tersangka),” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, dikutip Senin 29 April 2024.
Meskipun statusnya sebagai tersangka telah diumumkan, Kejagung belum melakukan penahanan terhadap Hendry karena ia tidak memenuhi panggilan untuk pemeriksaan. Penyidik berencana untuk memanggil ulang pengusaha tersebut.
Namun, hingga saat ini, Ketut belum menerima informasi mengenai jadwal pemeriksaan Hendry. “Saya belum dapat info. Kalau diperiksa pasti dirilis,” ujar Ketut.
Ketut juga belum mendapatkan informasi apakah Kejaksaan Agung telah mengajukan permintaan kepada pihak Imigrasi untuk mencegah Hendry meninggalkan negeri ini.
Dalam konferensi pers di Kejagung, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil Hendry sebagai tersangka.
Hendry disebut sebagai beneficiary owner atau pemilik keuntungan dari PT TIN. Hingga saat ini, penyidik telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Di antara mereka adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bernama Amir Syahbana, Hendry Lie, dan marketing PT TIN berinisial FL.
Selain itu, ada Plt Kadis Provinsi Bangka Belitung tahun 2019 dan SW selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-2019.
Tak hanya itu, suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis; Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), hingga crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim, juga terlibat dalam kasus ini.
Menurut keterangan ahli lingkungan sekaligus akademisi di Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini mencapai Rp 271 triliun.