KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan IV-2023.
Dalam laporannya, yang dirilis Rabu, 27 Maret 2024, kredit bank umum mengalami pertumbuhan masih cukup baik, yaitu sebesar 10,38 persen year on year (yoy) meskipun melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni 11,35 persen.
Pertumbuhan kredit tersebut turut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat keyakinan (optimisme) konsumen.
Jika dilihat dari penyaluran kredit untuk tujuan konsumtif, kredit kepemilikan properti menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari sebesar 7,55 persen pada Desember 2022 menjadi 12,00 persen di Desember 2023. Kredit kepemilikan kendaraan bermotor juga masih bertumbuh sebesar 13,34 persen.
Di sisi lain, instrumen perbankan (DPK) juga masih tumbuh yaitu sebesar 3,73 persen meskipun jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 9,01 persen.
Pertumbuhan DPK tersebut dipengaruhi oleh high based effect pertumbuhan DPK pada akhir 2022, adanya preferensi penggunaan dana internal korporasi untuk kebutuhan operasional dan ekspansi perusahaan, penggunaan dana/simpanan untuk konsumsi masyarakat yang kembali meningkat pasca pandemi, serta dampak dari perpindahan dana dari DPK ke alternatif investasi lainnya.
Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 127,07 persen dan 28,73 persen, masih jauh di atas threshold.
Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,65 persen yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA). Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,19 persen dan 0,71 persen.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik dengan kredit/pembiayaan dan DPK masih tumbuh tinggi meski relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga cukup kuat dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 29,98 persen dan 23,21 persen.
Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi, serta potensi peningkatan risiko kredit menjelang berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait COVID-19 pada akhir Maret 2024.
Untuk itu perbankan didorong meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko khususnya terkait penurunan kualitas kredit restrukturisasi. (ari/adi)