KABARBURSA.COM – Wacana redenominasi rupiah kembali menjadi sorotan setelah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) disebut tengah menyiapkan langkah menuju penyederhanaan nilai mata uang.
Di tengah ramainya pembahasan tersebut, pelaku pasar mulai mempertanyakan apakah kebijakan ini akan memengaruhi aktivitas di pasar modal, khususnya mekanisme perdagangan saham.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Eddy Manindo Harahap menjelaskan bahwa redenominasi bukanlah hal baru dan gagasannya sudah berkembang sejak lama.
Ia menekankan bahwa konsepnya sangat sederhana, yakni sekadar menghilangkan tiga digit nol di belakang angka tanpa mengubah nilai riil uang maupun kekayaan masyarakat.
“Apa sih redenominasi itu? Sebenarnya simple, menghilangkan akan nol saja di belakang. Tiga angka nol di belakang,” kata Eddy dalam acara workshop media gathering di Ubud, Bali dikutip Selasa, 18 November 2025.
Ia menambahkan bahwa penyederhanaan ini hanya bertujuan mempermudah pencatatan transaksi yang selama ini melibatkan angka besar, mulai dari jutaan hingga triliunan.
Menurutnya, masyarakat sebetulnya sudah terbiasa dengan kebiasaan serupa dalam kehidupan sehari-hari.
“Harga es jeruk 3000, ditulisnya 3K. Nah itu sebenarnya redenominasi, nolnya kita hilangin,” ujarnya.
Karena hanya berkaitan dengan cara penulisan, Eddy menegaskan bahwa kebijakan redenominasi tidak akan menimbulkan dampak negatif seperti yang dikhawatirkan sebagian pihak.
Ia menepis anggapan bahwa redenominasi identik dengan sanering atau pemotongan nilai uang seperti era terdahulu.
“Ini enggak. Ini hanya penulisannya aja nol di belakang tuh dihilangkan karena nolnya sudah kebanyakan,” jelasnya.
Eddy juga memaparkan bahwa mekanisme perpindahan dari uang lama ke uang baru akan dilakukan secara bertahap.
BI akan tetap membiarkan uang lama beredar sambil secara perlahan menggantinya dengan uang baru yang sudah disederhanakan jumlah nolnya.
Seluruh sistem harga, termasuk quotation di pasar modal, akan menyesuaikan format penulisan baru tersebut.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Imam Rachman menyoroti bahwa tantangan teknis akan muncul pada level harga saham berangka sangat kecil. Ia mencontohkan saham-saham berharga “gocap” atau mendekati batas bawah.
“FCA sekarang harganya sahamnya 101 perak jadi berapa? Itu ada PR. Satu lotnya 100, karena itu aja sih yang PR mungkin bagi kita tadi,” ujarnya.
Imam juga menyinggung perubahan harga saham yang berpotensi menghasilkan format angka yang sangat kecil setelah redenominasi. “Jadi kalau harga sahamnya cuma, kalau 200 boleh nggak dong koma ada sahamnya?” katanya.
Meski begitu, BEI memastikan bahwa isu teknis tersebut dapat disesuaikan seiring dengan rencana penurunan ukuran lot dan penyesuaian kebijakan fraksi harga. Pengaturan baru akan diselaraskan dengan mekanisme redenominasi agar tidak mengganggu transaksi investor.
Secara keseluruhan, baik OJK maupun BEI menilai bahwa redenominasi tidak mengubah nilai investasi, kapitalisasi, maupun kekayaan investor. Penyederhanaan angka hanya bertujuan meningkatkan efisiensi pencatatan dan kenyamanan transaksi tanpa mengubah fundamental pasar.
Jika pemerintah dan BI memutuskan untuk mengeksekusi kebijakan ini, pasar modal akan menyesuaikan secara teknis, sementara nilai ekonomi tetap sama.
Para pemangku kepentingan pun mengingatkan publik agar tidak menyamakan redenominasi dengan kebijakan pemotongan nilai uang.(*)