KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan telah mengambil langkah tegas terhadap rekening yang terindikasi terlibat dalam praktik judi online setelah memperoleh data yang akurat.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengungkapkan bahwa sejak akhir tahun lalu hingga Maret 2024, OJK telah menutup 5.000 rekening perbankan yang terkait dengan situs judi online.
“OJK telah mengambil tindakan terhadap 5.000 rekening terkait judi online,” kata Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin, 13 Mei 2024.
Data mengenai 5.000 rekening bank tersebut diperoleh OJK melalui koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Dian menjelaskan bahwa OJK mendorong bank untuk melaporkan kepada PPATK guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait status rekening, sehingga langkah-langkah yang tepat dapat diambil.
OJK memiliki regulasi yang kuat terkait pemblokiran rekening judi online sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Dalam upaya memperkuat integritas sektor jasa keuangan, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan pada 14 Juni 2023. Hal ini merupakan bukti dari komitmen OJK dalam menjaga integritas sektor jasa keuangan.
Selain itu, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, yang bertujuan untuk memperkuat tata kelola industri perbankan dengan nilai, etika, prinsip, dan integritas yang tinggi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa pada triwulan pertama 2024, terjadi perputaran uang terkait judi online yang mencapai Rp100 triliun.
Trend temuan rekening perbankan yang terkait dengan judi online juga menunjukkan kenaikan sejak OJK pertama kali mengumumkan pemblokiran rekening judi online.
Pada Oktober 2023, OJK mengumumkan pemblokiran sekitar 1.700 rekening yang terkait dengan aktivitas judi online. OJK juga mengingatkan perbankan untuk selalu melaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jika mereka menemukan aktivitas judi online.
Tiga bulan kemudian, OJK kembali mengumumkan bahwa jumlah rekening judi online yang diblokir meningkat menjadi 4.000 rekening dalam periode Oktober hingga Desember 2023.
Dian juga menegaskan bahwa bank memiliki tanggung jawab untuk mengenali profil nasabah dan perilakunya terkait penggunaan rekening di bank. Ia meminta bank untuk meningkatkan customer due diligence dan enhanced due diligence (CDD/EDD) untuk mengidentifikasi apakah nasabah/calon nasabah terlibat dalam aktivitas judi online atau tindak pidana lainnya melalui perbankan.
“Selain atas permintaan OJK, bank juga melakukan analisis dan pemblokiran rekening secara mandiri,” ujar Dian pada saat itu.
IRT dan Pelajar Terpapar Judi Online
Kasus judi online di Indonesia menjadi semakin mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian khusus, terutama karena banyaknya ibu rumah tangga (IRT) dan pelajar yang terlibat. Hal ini diungkapkan dalam acara Obral Obrol liTerasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan topik “Rangkul Anak, Cegah Judi Online Pada Anak”.
Dalam acara tersebut, disampaikan berdasarkan penelitian dari Massachusetts Of Public Health bahwa kecanduan judi dapat mulai terjadi pada anak usia 10 tahun. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting dalam mencegah penyebaran judi online di kalangan remaja dan anak-anak.
Namun, seringkali orang tua dihadapkan pada masalah kurangnya pemahaman teknologi, meskipun ada juga yang menggunakan gawai sebagai pengasuh kedua. Maraknya judi online pada anak diduga berasal dari konten game streaming yang sering mempromosikan situs judi slot secara terang-terangan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa 2,7 juta orang Indonesia terlibat dalam judi online, di antaranya 2,1 juta berasal dari kalangan ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000.
Isu maraknya judi online di kalangan anak-anak menimbulkan kekhawatiran, sehingga orang tua perlu memahami isu-isu digital untuk dapat mengkomunikasikan risiko penggunaan gawai dengan anak secara tepat. Hal ini bertujuan agar anak dapat memahami konsekuensi dari penggunaan gawai, baik dari segi keuntungan maupun kerugian.
Dewan Pengarah Siberkreasi, Pegiat Literasi Digital & Founder Sejiwa, Diena Haryana, menekankan pentingnya orang tua untuk memperhatikan tingkah laku anak.
“Anak yang kecanduan gawai cenderung menunjukkan perilaku tidak biasa seperti enggan belajar, kurang minat pada aktivitas di luar rumah, dan dapat merugikan secara finansial,” kata Diena Haryana.
Dia juga menyarankan agar anak-anak diajari membangun personal branding sejak dini untuk mengenal visi misi dalam hidup mereka.
Sementara itu, psikolog Nurul Qomariah mengatakan bahwa observasi keterlibatan orang tua dalam tumbuh kembang anak sangat penting, karena perilaku anak merupakan cerminan kebutuhan mereka. Dia menekankan bahwa anak usia 10 tahun memiliki tingkat adrenalin yang tinggi untuk belajar, sehingga peran orang tua dalam mengarahkan anak sangat krusial.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, juga menyoroti adiksi judi online pada anak yang menjadi masalah publik yang semakin serius. Dia menekankan bahwa dukungan optimal dari orang tua diperlukan dalam proses pemulihan anak yang mengalami adiksi tersebut, serta pentingnya pemerintah daerah dalam memberikan dukungan untuk mengatasi masalah ini.
Pada akhirnya, orang tua sebagai role model bagi anak-anak perlu memiliki pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan teknologi, serta menjalin komunikasi yang baik dalam mengatur penggunaan gawai agar anak terhindar dari konten negatif di dunia digital.