KABARBURSA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti calon anggota legislatif (caleg) Pemihan Umum (Pemilu) 2024 yang menutup profilnya akibat kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Peneliti Perludem Heroik Pratama mengajak masyarakat untuk melihat pemilu sebagai sarana mengapresiasi dan menghukum (reward and punishment).
"Reward kita berikan kepada peserta-peserta pemilu yang transparan, dia akuntabel, dan dalam hal ini memiliki rekam jejak yang cukup baik," kata Heroik dalam diskusi publik secara daring yang digelar AJI Indonesia, Selasa, 13 Februari 2024.
Apabila para caleg dirasa tidak memiliki nilai-nilai tersebut, ucap Heroik, maka masyarakat tidak perlu memilih para kandidat dalam pemilu sebagai bentuk hukuman.
"Tidak memilih kandidat-kandidat yang tidak mencerminkan apa yang kemudian diinginkan oleh publik dalam konteks integritas, transparansi, dan juga akuntabilitas," ujarnya.
Lebih lanjut, Heroik menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang telah di-assessed dalam indeks integritas penyelenggaraan pemilunya (electoral integrity).
"Skornya itu kurang lebih ada di 60 sekian, kita masuk dalam kategorisasi moderat. Variabel-variabel yang diukur salah satunya adalah soal transparansi dan akuntabilitas," paparnya.
Jika persoalan transparansi dan integritas tidak dapat dipenuhi para caleg dalam Pemilu 2024, maka nilai-nilai pemilu berintegritas tidak tercapai.
"Tentunya ini akan berdampak terhadap proses tata kelola pemilu kita untuk menghasilkan pemilu yang berintegritas tadi," jelas Heroik.
Oleh karena itu Perludem menilai para pemilih dapat mencoblos kandidat-kandidat yang memang sejak awal sudah cukup terbuka dengan mempublikasi rekam jejak dan profil dengan tujuan aksesibilitasnya.
"Maka dari itu ketika mereka terpilih pun, artinya mereka bisa aksesibel, mereka bisa dengan mudah kita akses, kita kontak, kita bisa berkeluh kesah kepada wakil rakyat kita, karena memang sejak proses pendaftaran calonnya sendiri pun, CV-nya pun sudah dibuka, artinya mereka sudah cukup terbuka," ungkap Heroik.
Sebaliknya, Heroik menambahkan, para caleg yang sengaja menutup profilnya dan terpilih sebagai anggota dewan dapat membatasi hubungan dengan masyarakat yang telah memilihnya.
"Kita bisa bayangkan kalau kemudian sejak awal pendaftaran saja CV-CV-nya tadi tidak mau dibuka, berarti kan ada satu hal yang kemudian ditutup-tutupi, artinya bisa jadi ketika mereka terpilih, nah ini sulit juga, kita sebagai pemilih untuk kemudian mengakses wakil-wakil rakyat kita," pungkasnya. (ari/pram)