Logo
>

Prabowo Memulai Tahun dengan Utang Rp775,87 Triliun

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Prabowo Memulai Tahun dengan Utang Rp775,87 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada Kamis, 19 September 2024, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dalam Rapat Paripurna. Salah satu poin penting dalam APBN ini adalah rencana pembiayaan utang sebesar Rp775,87 triliun, yang akan ditarik oleh pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto.

    Utang ini akan menjadi beban awal yang signifikan bagi pemerintahan Prabowo, mengingat kenaikannya yang cukup tajam dibandingkan rencana pembiayaan utang tahun sebelumnya. Pada tahun 2024, rencana pembiayaan utang berada di angka Rp553,1 triliun, sehingga terdapat kenaikan sebesar 40,2 persen atau Rp222,8 triliun pada 2025.

    Lonjakan ini mengindikasikan adanya kebutuhan yang semakin besar untuk menutup defisit fiskal dan memenuhi berbagai program pembangunan serta pengeluaran negara.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang turut merancang APBN 2025, menyampaikan bahwa penarikan utang baru ini akan dikelola secara hati-hati dan sesuai prinsip "prudent" serta "sustainable." Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan pengendalian risiko tetap berada dalam batas yang dapat dikelola.

    "Pembiayaan utang Rp775,9 triliun dikelola secara hati-hati, prudent, dan sustainable, dengan pengendalian risiko dalam batas yang manageable," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna.

    Pendekatan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal meskipun menghadapi tantangan ekonomi global serta peningkatan kebutuhan pembiayaan dalam negeri.

    Salah satu faktor pendorong peningkatan pembiayaan utang adalah program-program prioritas yang sudah disusun oleh Prabowo dalam masa kampanye, termasuk penguatan infrastruktur, sektor pertahanan, serta program sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Mewarisi Defisit Fiskal dari Era Jokowi

    Meningkatnya pembiayaan utang ini juga tidak lepas dari warisan defisit fiskal yang terus membesar selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Eisha Rachbini, menjelaskan bahwa akar dari masalah defisit ini bukan hanya pada ketidakseimbangan antara belanja dan penerimaan, tetapi juga ketergantungan yang terus meningkat terhadap utang sebagai sumber pembiayaan.

    "Defisit APBN yang melebar selama pemerintahan Jokowi disebabkan oleh struktur APBN yang rusak. Ketika belanja negara terus melambung sementara penerimaan stagnan, pemerintah terpaksa menutup celah dengan utang," jelas Eisha dalam sebuah diskusi virtual.

    Defisit fiskal selama periode 2015-2023 semakin memburuk, terutama pada masa pandemi COVID-19, di mana selisih antara penerimaan dan pengeluaran negara melebar hingga mencapai minus 2,8 persen. Meskipun masih berada di bawah batas maksimum defisit sebesar 3 persen yang ditetapkan dalam UU Keuangan, kedekatan dengan batas tersebut menandakan ruang fiskal yang semakin terbatas. Hal ini membuat pemerintah rentan terhadap guncangan ekonomi di masa depan.

    Rencana pembiayaan utang sebesar Rp775,87 triliun pada 2025 menandai tren peningkatan utang yang terus berlanjut. Lonjakan pembiayaan utang sebesar 40,2 persen dari tahun sebelumnya mengindikasikan bahwa beban fiskal yang dihadapi pemerintahan Prabowo akan semakin berat, terutama dalam menghadapi program-program pembangunan infrastruktur besar dan berbagai agenda kebijakan yang telah direncanakan.

    Dalam hal ini, penting bagi pemerintahan Prabowo untuk memastikan bahwa penggunaan utang tersebut dapat memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat daya saing industri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, jika utang tidak digunakan secara efektif, risiko membengkaknya beban pembayaran utang di masa depan bisa berdampak pada kemampuan negara untuk membiayai kebutuhan lainnya.

    Harapan untuk Keberlanjutan Ekonomi

    Meskipun menghadapi tantangan besar di tahun pertama pemerintahannya, Prabowo Subianto memiliki kesempatan untuk membawa perubahan dalam pengelolaan fiskal dan utang negara. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana menyeimbangkan kebutuhan belanja negara dengan penerimaan yang memadai, sehingga ketergantungan terhadap utang bisa dikurangi.

    Upaya untuk meningkatkan basis penerimaan negara, khususnya melalui perbaikan sistem perpajakan dan efisiensi dalam belanja negara, menjadi kunci penting untuk menjaga defisit fiskal dalam batas yang sehat. Selain itu, peningkatan daya saing industri dan ekspor diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan, sehingga memberikan dampak positif terhadap stabilitas keuangan negara.

    Dengan langkah-langkah pengelolaan utang yang prudent dan berorientasi pada pembangunan jangka panjang, pemerintahan Prabowo diharapkan mampu menghadapi tantangan fiskal dan menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kokoh untuk masa depan Indonesia.

    Pemerintahan Prabowo Subianto akan memulai periode 2025 dengan tantangan besar berupa penarikan utang baru sebesar Rp775,87 triliun. Kenaikan pembiayaan utang ini, yang melonjak hingga 40,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan kebutuhan mendesak untuk menutup defisit fiskal dan mendanai berbagai program prioritas negara. Namun, dengan pengelolaan yang hati-hati dan pendekatan yang berkelanjutan, diharapkan beban utang ini dapat dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi rakyat Indonesia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.