KABARBURSA.COM - Prospek kenaikan mata uang Asia masih menunjukkan peluang terbuka, terutama dalam konteks upaya The Fed yang berencana mengurangi suku bunga.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengungkapkan investor saat ini sedang mengantisipasi langkah-langkah kebijakan pelonggaran dari bank sentral terkemuka di dunia, khususnya The Fed. "Perubahan sikap yang terlihat baru-baru ini menciptakan tingkat ketidakpastian yang tinggi," katanya Selasa 26 Maret 2024.
Dengan asumsi bahwa pemotongan suku bunga sebesar 75bps menjadi keputusan terakhir, Lukman memperkirakan pasar akan merespons positif terhadap hal tersebut. "Dapat diharapkan mata uang Asia akan menguat terhadap dolar AS," ucapnya.
"Namun demikian, jika pemangkasan suku bunga berada di bawah 75bps, dampak apresiasi kemungkinan akan terbatas. Lebih jauh, jika kebijakan The Fed cenderung lebih hawkish dan pemangkasan suku bunga kurang dari ekspektasi, mata uang Singapura mungkin akan lebih diminati sebagai safe haven, mengingat kebijakan manage float MAS yang dapat menjaga stabilitasnya," jelas Lukman
Meskipun demikian, untuk semester pertama tahun 2024, rupiah diperkirakan akan tetap tertekan. Ini tercermin dari pelemahan rupiah yang terjadi baru-baru ini, meskipun mayoritas mata uang Asia mengalami penguatan.
Menariknya, meskipun dolar AS mengalami pelemahan hari ini, rupiah masih terdampak. Kekhawatiran investor lokal dipicu oleh aksi jual investor dari SBN, yang disebabkan oleh meningkatnya risiko terkait dengan kenaikan credit default swap 5 tahun Indonesia, serta penguatan dolar AS yang terjadi pada hari Jumat sebelumnya.
Dengan demikian, meskipun ada aspek menarik yang patut diperhatikan, rupiah diperkirakan masih akan tetap tertekan pada semester pertama tahun 2024, dengan perkiraan kisaran nilai antara Rp 15.700 hingga Rp 16.000 per dolar AS.
Sementara itu, untuk MYR diperkirakan berada di kisaran antara 4,65 hingga 4,80 dan SGD di kisaran antara 1,33 hingga 1,36. Sedangkan di akhir tahun, dengan harapan dimulainya siklus pemangkasan suku bunga, rupiah diharapkan akan berada di kisaran antara Rp 14.500 hingga Rp 15.300, MYR antara 4,3 hingga 4,5, dan SGD antara 1,30 hingga 1,32.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyatakan bahwa potensi kenaikan mata uang Asia sangat tergantung pada kebijakan moneter masing-masing negara. "Yen sebagai mata uang yang menarik untuk diamati, terutama setelah Bank of Japan menghentikan kebijakan suku bunga negatif, ditambah dengan pelemahan Yen yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir," ungkap dia.
"Tidak hanya itu, dolar Australia dan dolar Selandia Baru juga dinilainya memiliki prospek yang bagus, didorong oleh pertumbuhan ekonomi China," ujar Sutopo.
Mengingat kekuatan dolar AS, pasangan mata uang Yen sebaiknya dipertimbangkan dengan cross currency seperti EURJPY, EURAUD, atau EURNZD, menurut Sutopo.
Sutopo memperkirakan bahwa EURJPY kemungkinan akan naik hingga mencapai 165 pada kuartal pertama 2024, sebelum mengalami penurunan signifikan menjadi 150. Sementara itu, EURAUD diperkirakan akan turun hingga 1,65 pada kuartal pertama, dan lebih lanjut melemah hingga 1,6100.
Sedangkan untuk EURNZD, diproyeksikan akan mencapai 1,80 pada kuartal pertama dan kemudian menurun menjadi 1,7750.
Namun, untuk rupiah, ia berpendapat bahwa mata uang ini mungkin kurang menarik pada paruh pertama tahun ini. Pelemahan lebih lanjut bisa menyebabkan rupiah mencapai Rp 15.850 per dolar AS, dengan tingkat support berada di kisaran harga Rp 15.550.
Ketidakpastian politik menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi nilai tukar rupiah ke depannya, sehingga Sutopo memperkirakan bahwa rupiah masih akan mengalami tekanan kompetitif dalam waktu yang akan datang.