Logo
>

Risiko Kalau Prabowo Ngotot Pertumbuhan Ekonomi RI 8 Persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
Risiko Kalau Prabowo Ngotot Pertumbuhan Ekonomi RI 8 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 8 persen dalam 2-3 tahun ke depan. Ambisi ini dapat berpotensi negatif terhadap fundamental ekonomi negara.

    Chief Economist DBS Bank, Taimur Baig, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dipaksakan dan melebihi kapabilitas suatu negara dapat menyebabkan distorsi makroekonomi yang signifikan. Salah satu indikatornya adalah pelebaran defisit transaksi berjalan akibat lonjakan angka impor untuk mendukung aktivitas ekonomi.

    "Pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat juga dapat memicu inflasi dan menyebabkan overheat di pasar aset, seperti munculnya gelembung di sektor properti dan ekuitas," ujar Baig dalam DBS Asian Insights Conference 2024 di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024.

    "Kondisi ini bisa menimbulkan masalah stabilitas finansial," sambungnya.

    Baig mengingatkan bahwa situasi serupa pernah terjadi selama krisis Asia pada tahun 1990-an, di mana kawasan Asia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang disertai derasnya aliran modal asing. Hal ini membuat ekonomi kawasan rentan terhadap gejolak global, yang akhirnya runtuh akibat kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

    "Anda memerlukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” katanya.

    Indonesia memang membutuhkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari 5 persen untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, namun pertumbuhan tersebut harus berkelanjutan. Baig menyarankan investasi jangka panjang pada sektor-sektor krusial seperti pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur.

    "Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, bagi negara dengan perekonomian besar, memerlukan perencanaan dan realisasi investasi yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia," jelasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Prabowo Subianto optimis di bawah kepemimpinannya Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam kurun waktu 2-3 tahun masa pemerintahannya.

    "Saya sangat yakin. Saya sudah berdialog dengan para pakar dan mempelajari angka-angkanya. Saya yakin kami akan dengan mudah meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, dan saya akan berusaha keras melampauinya,” kata Prabowo dalam Forum Ekonomi Qatar di Doha, Qatar, seperti dikutip dari kanal YouTube, Kamis, 16 Mei 2024.

    "Saya memperkirakan itu terjadi dalam 2 sampai 3 tahun,” tambah Menteri Pertahanan (Menhan) RI ini.

    Rencanakan kenaikan PPN

    Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen akan diserahkan kepada pemerintahan baru.

    "Untuk PPN, kami serahkan kepada pemerintahan yang baru," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers setelah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) kepada DPR RI di Jakarta, Senin, 20 Mei 2024.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyatakan bahwa keputusan mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen bergantung pada keputusan pemerintahan selanjutnya.

    "Tergantung dari pemerintah (selanjutnya), programnya nanti seperti apa," kata Menko Airlangga Hartato usai Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Jakarta, Jumat pekan kemarin.

    Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen sebelumnya telah ditetapkan dalam Undang-Undang (Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Dalam UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya 10 persen telah diubah menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan rencana kenaikan menjadi 12 persen akan diberlakukan paling lambat pada 1 Januari 2025.

    Jika pemerintahan berikutnya setuju untuk menaikkan PPN, penyesuaian tersebut akan dimasukkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) Tahun 2025.

    "Selama ini, UU HPP telah menyatakan demikian, namun keputusan mengenai hal tersebut akan dimasukkan dalam UU APBN oleh pemerintah selanjutnya," jelasnya.

    Sementara itu, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN harus dilakukan pada waktu yang tepat.

    Yusuf menekankan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN harus disesuaikan dengan kebijakan lain yang terkait dengan inflasi dan kenaikan upah, agar tidak memberikan dampak berlebihan pada perekonomian.

    Selain itu, Yusuf Rendy Manilet juga menyarankan bahwa pemerintah bisa mempertimbangkan opsi kebijakan PPN yang bersifat progresif, dengan tarif yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan kelompok pendapatan masyarakat.

    Daftar 16 sektor yang bakal terdampak kenaikan PPN

    Pemerintah berencana akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025. Kenaikan ini diprediksi akan memiliki dampak yang signifikan pada sejumlah sektor ekonomi.

    Menurut peneliti dari Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Ahmad Heri Firdaus, sektor industri pengolahan dan jasa penyediaan akomodasi makanan dan minuman akan merasakan dampak yang paling besar.

    Dia menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN ini akan meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan tercermin dalam kenaikan harga jual produk.

    Firdaus juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebijakan pembebasan PPN untuk bahan baku impor di kawasan ekonomi khusus, yang dapat mendorong permintaan terhadap bahan baku impor dan mengurangi daya saing produk lokal.

    Dampak dari harga jual yang lebih tinggi diprediksi akan mengurangi daya beli masyarakat dan menurunkan volume penjualan, terutama di sektor ritel.

    "Hal ini dapat mengakibatkan penyesuaian dalam hal input, produksi, dan tenaga kerja," kata Firdaus, Rabu, 2 Maret 2024.

    Firdaus juga menyoroti potensi penurunan pendapatan akibat penyesuaian tenaga kerja, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Dia mengkritik kenaikan tarif PPN sebagai langkah yang tidak tepat dalam meningkatkan penerimaan negara, dan mengusulkan strategi peningkatan penerimaan negara melalui penjaringan wajib pajak baru, termasuk penertiban ritel non-PKP.

    Sementara itu, sejumlah sektor yang diperkirakan akan terdampak oleh kenaikan tarif PPN antara lain adalah:

    1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan

    2. Pertambangan dan penggalian

    3. Industri pengolahan

    4. Pengadaan listrik dan gas

    5. Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang

    6. Konstruksi

    7. Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor

    8. Transportasi dan pergudangan

    9. Penyediaan akomodasi dan makanan minum

    10. Informasi dan komunikasi

    11. Jasa keuangan dan asuransi

    12. Real estat

    13. Jasa Perusahaan

    14. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib

    15. Jasa Pendidikan

    16. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

    Dengan demikian, kenaikan tarif PPN ini menjadi perhatian utama dalam dinamika ekonomi Indonesia, dengan implikasi yang dapat dirasakan secara luas di berbagai sektor industri dan jasa.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi