KABARBURSA.COM – PT Janu Putra Sejahtera Tbk (AYAM) masih mencatatkan kinerja dengan tekanan pada kuartal III 2025, seiring harga jual ayam yang berada di bawah biaya produksi. Meski demikian, manajemen meyakini kondisi tersebut bersifat sementara dan dapat membaik seiring meningkatnya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas industri perunggasan.
Direktur Utama AYAM, Sri Mulyani, mengakui tekanan yang dialami perseroan disebabkan harga pasar yang belum ideal. Namun, ia menilai sejumlah kebijakan pemerintah berpotensi menjadi penopang kinerja perseroan ke depan.
“Memang kuartal III masih tertekan karena harga jual di pasar berada di bawah HPP,” ujar Sri dalam sesi tanya jawab publik Expose dikutip Selasa, 2 Desember 2025.
Berdasarkan data kinerja keuangan, AYAM membukukan laba bersih negatif sebesar Rp2 miliar pada kuartal II 2025 dan memperlebar kerugian menjadi Rp18 miliar pada kuartal III 2025. Secara kumulatif, kinerja sepanjang sembilan bulan 2025 mencatatkan rugi sekitar Rp22 miliar. Sementara itu, secara trailing twelve months hingga kuartal III 2025, perseroan mencatatkan rugi sekitar Rp16 miliar.
Kondisi ini kontras dengan kinerja tahun sebelumnya. Pada 2024, AYAM mencatatkan laba bersih positif, antara lain Rp3 miliar pada kuartal I, Rp4 miliar pada kuartal II, Rp462 juta pada kuartal III, dan Rp702 juta pada kuartal IV. Perbedaan ini menggambarkan tekanan signifikan yang terjadi di industri perunggasan sepanjang 2025 akibat fluktuasi harga pasar.
Ia menjelaskan, program pemerintah yang bertujuan menjaga keseimbangan pasokan dan harga di sektor perunggasan akan berdampak positif bagi perusahaan. Intervensi ini diharapkan mampu menekan volatilitas yang selama ini menjadi tantangan utama industri ayam nasional.
Melalui dukungan kebijakan tersebut, AYAM fokus melakukan pembenahan internal melalui peningkatan efisiensi operasional, perbaikan performa produksi, serta kerja sama jangka panjang dengan produsen pakan berskala besar dan memiliki reputasi internasional.
“Kami memperkuat efisiensi dan menjalin kerja sama dengan pabrikan pakan yang kredibel agar struktur biaya lebih stabil,” katanya.
Sri menegaskan stabilitas harga pakan merupakan faktor krusial, mengingat biaya pakan menjadi komponen terbesar dalam biaya produksi ayam. Dengan skema kerja sama jangka panjang, perseroan dapat mengurangi risiko lonjakan harga bahan baku.
Manajemen menilai jika program pemerintah berjalan konsisten, tekanan harga di pasar dapat berkurang sehingga margin usaha membaik. Kondisi tersebut dinilai akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi perseroan, peternak, serta konsumen.
“Kami akan terus berkontribusi agar program pemerintah ini berjalan dan berdampak positif, sehingga ke depan perusahaan bisa mendapatkan manfaat yang lebih besar,” kata Sri.
Kendati demikian, AYAM membukukan kenaikan aset biologis sebesar 36 persen dari Rp160,16 miliar pada akhir 2024 menjadi Rp217,95 miliar per 30 September 2025. Total aset juga naik menjadi Rp478,21 miliar. Peningkatan aset produktif ini memberikan dasar kuat bagi AYAM untuk menjaga kesinambungan produksi.
“Kami terus memperkuat efisiensi dan mengembangkan kapasitas pembibitan, sambil memperluas pasar secara bertahap,” ujar Direktur Fadhl Muhammad Firdaus dalam keterangan tertulisnya.(*)