KABARBURSA.COM- Rupiah menunjukkan kekuatan lebih dari 1 persen selama periode perdagangan pekan ini. Mata uang Garuda ini mendapat dorongan dari narasi seputar suku bunga dalam FOMC The Fed yang digelar pekan ini.
Mengutip Bloomberg, Rupiah spot ditutup pada level Rp 15.660 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Jumat (2/2), mengalami kenaikan 0,55 persen dari hari sebelumnya. Dalam satu pekan, rupiah spot menguat sebesar 1,04 persen dari posisi pekan lalu yang berada di Rp 15.825 per dolar AS.
Sejalan dengan pergerakan di pasar spot, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) juga mengalami penguatan sebesar 0,67 persen, mencapai level Rp 15.688 per dolar AS pada Jumat (2/2). Dalam satu pekan, Rupiah Jisdor BI menguat sekitar 0,89 persen.
Ariston Tjendra, seorang Pengamat Mata Uang, mengamati bahwa ekspektasi terhadap kebijakan The Fed tetap menjadi faktor kunci pergerakan Rupiah terhadap dolar AS. Pasca-pertemuan pada Rabu (31/1) lalu, Gubernur Jerome Powell tidak membahas kenaikan suku bunga acuan, melainkan lebih menekankan pada timing atau waktu pemangkasan suku bunga acuan. Survei CME FedWatch tool saat ini menunjukkan peluang pemangkasan pada bulan Mei 2024 sebanyak 91 persen.
"Pelaku pasar menyadari bahwa akhir tahun ini, suku bunga acuan AS akan mengalami penurunan, sehingga mereka mengantisipasi hal ini yang kemudian melemahkan dolar AS," ungkap Ariston melansir Kontan Sabtu (3/2/2024)
Ariston menambahkan bahwa data tenaga kerja AS yang dirilis pada hari Rabu dan Kamis pekan ini, seperti data Non Farm Payroll (NFP) bulan Januari versi ADP dan data klaim tunjangan pengangguran mingguan, lebih buruk dari perkiraan pasar. Penurunan kondisi tenaga kerja akan mendukung ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS.
"Dari sisi domestik, penguatan Rupiah didukung oleh data inflasi dalam negeri pada bulan Januari yang stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari 2024 sebesar 2,57 persen YoY dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 105,19," jelasnya.
Meski demikian, Ariston menyatakan bahwa pelaku pasar akan terus memantau perkembangan data ekonomi AS yang dapat mengubah ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga acuan ke depannya. Data tenaga kerja AS versi pemerintah yang akan dirilis malam ini menjadi salah satu faktor pertimbangan pasar yang baru.
"Bila hasilnya ternyata lebih baik dari perkiraan pasar, ini akan membalikkan kondisi dollar saat ini," tambahnya.
Ariston memproyeksikan bahwa perdagangan pekan depan akan dipengaruhi oleh data tenaga kerja AS yang diumumkan pada Jumat (2/2) malam. Selain itu, data PMI sektor jasa Amerika juga akan menjadi pertimbangan bagi pelaku pasar.
Dari dalam negeri, pasar akan fokus pada data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV-2023. Jika angka PDB tetap di atas 5 persen, hal ini dapat menjadi sentimen positif bagi Rupiah. Perkembangan konflik geopolitik yang dapat memanas sewaktu-waktu juga perlu diperhatikan oleh pasar.
Dengan perkembangan ini, Ariston memperkirakan bahwa Rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp 15.540 per dolar AS – Rp 15.780 per dolar AS dalam perdagangan pekan depan.