KABARBURSA.COM – Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis sebesar 20 poin ke posisi Rp16.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa, 20 Mei 2025.
Penguatan ini terjadi di tengah sentimen global yang cukup dinamis, salah satunya dipicu oleh langkah pelonggaran kebijakan moneter dari China.
Bank Rakyat China atau PBOC baru saja memangkas suku bunga pinjaman acuannya, sebuah kebijakan yang dinilai sebagai upaya nyata Beijing untuk menghidupkan kembali mesin ekonominya yang mulai tersendat.
Menurut pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, keputusan ini mengindikasikan bahwa pemerintah Tiongkok terbuka terhadap stimulus lanjutan guna mendongkrak pertumbuhan.
“Namun sentimen pasar tetap dibatasi oleh kekhawatiran bahwa ketegangan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat belum sepenuhnya reda, terutama setelah pembatasan ekspor chip oleh AS,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Selasa, 20 Mei 2025.
Di sisi domestik, penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh antisipasi pasar terhadap hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang akan diumumkan pada Rabu, 21 Mei 2025.
Saat ini, suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate masih berada di level 5,75 persen. Namun, ada spekulasi bahwa bank sentral bisa memberi sinyal pelonggaran lebih cepat dari yang diperkirakan.
Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata, mengatakan bahwa peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin kini semakin terbuka.
“BI memiliki ruang untuk memberi sinyal dovish guna mendukung pertumbuhan ekonomi, apalagi sektor riil mulai menunjukkan tanda-tanda melambat,” ujar Liza.
Namun demikian, ia juga menilai BI harus tetap berhitung cermat. Faktor eksternal seperti kebijakan moneter The Fed dan potensi capital outflow akibat selisih suku bunga tetap menjadi pertimbangan utama.
Menurut Liza, jika suku bunga ditahan, itu kemungkinan besar untuk menjaga stabilitas rupiah dan menghindari risiko aliran dana asing keluar secara tiba-tiba, terutama di tengah ketidakpastian global dan ancaman tarif dagang dari pemerintahan AS.
Untuk perdagangan hari ini, Ibrahim memprediksi rupiah masih akan bergerak fluktuatif namun cenderung menguat, dengan kisaran antara Rp16.350 hingga Rp16.420 per dolar AS.
China Pangkas Suku Bunga, Bursa Asia Menyambut Positif
Sementara itu dari Asia, kabar penurunan suku bunga oleh bank sentral China langsung mendorong reli di pasar saham kawasan.
Pada Selasa, 20 Mei 2025 People’s Bank of China (PBOC) memangkas suku bunga pinjaman tenor satu tahun dari 3,10 persen menjadi 3,00 persen, serta suku bunga tenor lima tahun dari 3,60 persen menjadi 3,50 persen.
Langkah ini dianggap sebagai respons atas serangkaian data ekonomi yang menunjukkan pelemahan, mulai dari penurunan penjualan ritel, perlambatan produksi industri, hingga lesunya sektor properti.
Bagi para pelaku pasar, ini merupakan sinyal kuat bahwa China siap memulai rangkaian stimulus ekonomi dalam skala lebih luas.
Efeknya langsung terasa di bursa. Indeks Hang Seng melonjak 0,9 persen ke 23.542, sementara indeks Shanghai Composite naik 0,1 persen.
Saham CATL, perusahaan baterai terbesar di China, bahkan melesat 13 persen dalam debutnya di Bursa Hong Kong usai menggelar IPO jumbo senilai USD4,6 miliar.
Namun sejumlah ekonom masih memandang skeptis. Menurut Zichun Huang dari Capital Economics, pemangkasan suku bunga saja tak akan cukup untuk memulihkan ekonomi China secara menyeluruh.
“Kebutuhan stimulus di China lebih besar dari sekadar penyesuaian suku bunga. Permintaan domestik perlu didorong lebih agresif,” katanya.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah dan rebound pasar Asia mencerminkan respons positif pelaku pasar terhadap arah kebijakan moneter di dua negara besar Asia.
Namun tantangan tetap ada, terutama dari sisi geopolitik dan kebijakan global, yang harus terus dicermati oleh investor.(*)