KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin, 27 Mei 2024, ditutup melemah ke posisi Rp16.071 per USD. Mata uang Garuda mengalami penurunan sebesar 76,5 poin atau 0,48 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terjadi karena pasar menantikan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga AS dan data inflasi utama yang akan dirilis minggu ini.
"Selain itu, hari libur pasar di Inggris dan AS membatasi volume perdagangan, begitu pula dengan kurangnya petunjuk langsung," tulis Ibrahim, Senin, 27 Mei.
Fokus minggu ini tertuju pada data indeks harga PCE alat pengukur inflasi pilihan The Fed yang akan dirilis pada Jumat, 24 Mei. Ukuran inflasi pilihan Federal Reserve diperkirakan akan stabil dari bulan ke bulan.
Greenback mengalami peningkatan kekuatan dalam beberapa sesi terakhir karena para pedagang terus mengabaikan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed tahun ini.
Para pedagang kini mempertimbangkan peluang yang lebih besar bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, bahkan di September, menurut alat CME Fedwatch.
Prospek suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama merupakan pertanda baik bagi dolar dan buruk bagi mata uang Asia yang kaya akan risiko.
Selain itu, pasar juga menunggu lebih banyak isyarat dari importir komoditas utama China, terutama mengenai bagaimana Beijing berencana mendanai dan melaksanakan sejumlah langkah stimulus yang baru-baru ini diumumkan.
Dari sentimen domestik, Bank Indonesia optimis penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 bakal bisa mendorong setoran dari Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Di mana aturan tersebut merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah dan BI, yang akan mendorong penempatan DHE SDA, dan meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah. Sementara, penambahan insentif yang diberikan pemerintah tidak hanya berlaku bagi deposito eksportir melainkan juga instrumen lainnya seperti TD Valas DHE. Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan besok diprediksi menguat di rentang Rp16.060-Rp16.120 per USD.
Sementara itu, pelaku pasar masih mengkhawatirkan The Fed yang masih akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama, menyusul risalah Federal Open Market Committee yang tetap bernada hawkish dan PMI Global S&P flash AS yang menunjukkan aktivitas bisnis yang kuat, menurut analis pasar uang Bank Mandiri Reny Eka Putri.
Reny menuturkan pergerakan valas masih akan dipengaruhi oleh sentimen dari AS. Investor mencermati data-data ekonomi AS yang baru yang menunjukkan meningkatnya data durable goods order.
Pesanan baru AS untuk barang-barang tahan lama yang diproduksi naik sebesar 0,7 persen month on month (mom) pada April 2024, lebih rendah dari sebesar 0,8 persen pada Maret 2024.
Risalah Federal Open Market Committee (FOMC) terbaru juga menunjukkan pembuat kebijakan prihatin atas inflasi yang sulit turun dan beberapa anggota mengindikasikan kesediaan untuk memperketat kebijakan lebih lanjut jika inflasi melonjak.
Konsensus pasar saat ini hanya melihat potensi penurunan suku bunga acuan hanya satu kali pada 2024 dan kemungkinan baru akan terjadi menjelang akhir tahun.
Pada perdagangan pekan ini, investor akan memantau rilis Indeks Harga Indeks Harga Belanja Personal (PCE) AS dan pidato oleh beberapa pejabat bank sentral AS atau The Fed. "Sementara itu, dari domestik minim rilis data sehingga sentimen pasar cenderung akan melihat perkembangan eksternal," ujarnya.