KABARBURSA.COM-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa Indonesia masih memiliki rasio perpajakan yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Kawasan ASEAN dan G20. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Mandiri Investment Forum pada 5 Maret 2024.
Meskipun demikian, rasio perpajakan Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Pada tahun 2023, rasio perpajakan Indonesia mencapai 10,21persen terhadap produk domestik bruto (PDB), meskipun sedikit lebih rendah dari tahun 2022 yang sebesar 10,39persen jika memasukkan penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Sri Mulyani juga mengakui bahwa meningkatkan rasio perpajakan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan upaya ekstra, baik di tingkat internal Ditjen Pajak maupun melalui kerja sama global. "Untuk mencapai rasio perpajakan yang tinggi, beberapa elemen harus dipenuhi. Salah satunya adalah legislasi yang membutuhkan amandemen Undang-Undang (UU) untuk memberikan dasar hukum bagi Ditjen Pajak dalam mengumpulkan pajak," katanya dikutip Rabu 6 Maret 2024.
"Selain itu, banyak aturan dan fasilitas di Indonesia memberikan pengecualian pajak kepada beberapa sektor ekonomi, menyebabkan rasio perpajakan Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju dan tetangga lainnya," tambah Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyoroti tingginya penghasilan non-pajak di Indonesia, yang disebabkan oleh banyaknya sektor ekonomi yang tidak dikenai pajak, baik atas nama kemiskinan, kesetaraan, maupun penghasilan yang tidak kena pajak. "Dalam konteks ini, Indonesia memiliki penghasilan non-pajak yang tinggi dibandingkan dengan negara tetangga yang lebih kaya," jelas dia.
"Untuk meningkatkan rasio perpajakan, diperlukan upaya bersama antara Ditjen Pajak, pemerintah, dan masyarakat untuk melakukan reformasi perpajakan dan memperkuat aturan yang ada," pungkasnya.