KABARBURSA.COM - Kondisi geopolitik dunia tengah memanas setelah serangan Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April.
Drone dan misil Iran menyerang Israel, diluncurkan oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai serangan balasan terhadap kedutaan besar mereka di Suriah beberapa waktu lalu yang dilakukan Israel.
Merespon itu, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati langsung menggelar rapat 'darurat' pada Minggu, 14 April 2024 malam untuk membahas perkembangan situasi ekonomi dan keuangan global akibat tensi geopolitik yang meningkat.
Sri Mulyani membagikan perintah menggelar rapat tersebut melalui akun Instagram resminya @smindrawati.
Mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini menyatakan kondisi geopolitik ini akan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Pemerintah menegaskan bahwa APBN menjadi instrumen penting dalam menghadapi gejolak global.
Selain itu, Sri Mulyani juga membahas persiapan pertemuan G20 dan Spring Meeting IMF-World Bank.
Ancaman inflasi
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, menyebut konflik Iran-Israel bisa memicu terjadinya inflasi.
Faisal mengatakan memanasnya hubungan Iran-Israel bisa membuat harga minyak mengalami kenaikan. Sebab, kata dia, Iran merupakan negara produsen minyak terpenting di dunia.
Faisal berujar, kenaikan harga minyak tersebut bisa berdampak pada penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Solar.
Akibat penyesuaian harga BBM itu, Faisal memprediksi bisa merambat ke harga barang lainnya. Dia menyampaikan, hal ini akan membuat daya beli masyarakat tergerus.
"Ada sektor-sektor ekonomi yang akan mengalami tekanan dari sisi biaya yang lebih tinggi karena inflasi yang merambat ke barang-barang lain, termasuk bahan pangan," ujar Faisal saat dihubungi Kabar Bursa, Minggu, 14 April 2024.
Lebih lanjut Faisal memprediksi, harga minyak berpotensi bisa mencapai USD100 per barel akibat konflik Iran-Israel. Oleh karenanya, kata dia, bank sentral Amerika Serikat, The Fed, akan kembali memperketat moneter untuk menekan inflasi.
"Tingkat suku bunga yang tinggi karena inflasi yang tinggi, biasanya selalu diikuti dengan kebijakan ekonomi yang lebih ketat," jelas Faisal.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.
Bhima menilai panasnya hubungan antara Iran dan Israel bisa menimbulkan dorongan inflasi karena naiknya harga energi.
"Sehingga tekanan daya beli masyarakat bisa semakin besar," ujarnya kepada Kabar Bursa, Minggu, 14 April 2024.
Kata Bhima, Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain karena biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen.