KABARBURSA.COM - Ketua Perkumpulan Pengguna Listrik Surya (PPLSA), Yohanes Sumaryo, Menyoroti biaya dan keberlanjutan transisi energi ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Yohanes Sumaryo, ketua PPLSA, mengungkapkan bahwa rumah tangga yang bermaksud mandiri dari pasokan listrik PT PLN memerlukan investasi sekitar Rp50 juta untuk PLTS Atap, dengan biaya sekitar Rp8-10 juta per kWp. Namun, sebelum beralih ke PLTS Atap, rumah tangga perlu memperhitungkan penggunaan energi harian mereka dengan listrik PLN, terutama untuk pembangkit listrik off grid.
Dalam perhitungannya, Yohanes menjelaskan bahwa rumah tangga dengan PLTS Atap 3 kWp masih memerlukan listrik PLN sebesar 30-40 persen saat musim hujan, sementara saat musim kemarau mereka dapat mengekspor 30-40 persen dari energi yang dihasilkan.
Namun, Yohanes menekankan pentingnya penghargaan nilai kWh ekspor dari PLN dalam peraturan PLTS Atap on grid dengan net metering. Tanpa penghargaan ini, masyarakat mungkin enggan membangun PLTS Atap yang lebih besar dari 1 kWp.
Yohanes juga menyoroti bahwa untuk menjadi benar-benar independen dari PLN, rumah tangga perlu memasang PLTS Atap 5 kWp dengan baterai setidaknya 15-20 kWh. Namun, tantangan terbesar adalah biaya investasi yang besar dan kurangnya insentif dari PLN untuk ekspor energi.
Dengan skala masif transisi energi rumah tangga ke PLTS Atap, Yohanes mengkhawatirkan potensi kehilangan pelanggan residensial oleh PLN, bahkan hingga kemungkinan kolaps jika fenomena "grid defection" berlangsung secara massal, yang dapat memicu spiral krisis utilitas. (ari/adi)