KABARBURSA.COM - DKPP telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari sebagai hasil dari aduan yang diajukan oleh seorang perempuan berinisial CAT, yang juga merupakan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Putusan ini diumumkan dalam sidang pengucapan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2024.
Ketua DKPP Heddy Lukito, menyatakan bahwa Hasyim terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. DKPP mengabulkan pengaduan CAT secara menyeluruh dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU periode 2022-2027, yang berlaku sejak putusan ini dibacakan.
Meskipun DKPP menyatakan tidak ada bukti hubungan seksual antara Hasyim dan anggota PPLN Den Haag, mereka menegaskan bahwa kegiatan Hasyim selama di Den Haag seharusnya berkaitan dengan tugas pemilu. Aktivitas di luar itu dilakukan bersama-sama dengan petugas pemilu lainnya, seperti salat Jumat dan kegiatan rekreasi.
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menambahkan bahwa tuduhan pelecehan seksual terhadap Hasyim tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta yang ada. DKPP menyimpulkan bahwa tidak ada bukti atau upaya Hasyim untuk memaksa atau membujuk korban untuk melakukan hubungan badan. Mereka menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar, mengada-ada, dan manipulatif.
Perempuan berinisial CAT mengajukan aduan terhadap Hasyim karena dugaan pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan relasi kuasa dari Agustus 2023 hingga Maret 2024. Akibat peristiwa ini, CAT mengundurkan diri sebagai anggota PPLN Den Haag dan kemudian memberi kuasa hukum kepada Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH Apik.
Selama proses sidang, Hasyim telah membantah seluruh pokok aduan yang diajukan terhadapnya, mengklaim bahwa semua klaim tersebut tidak sesuai dengan fakta yang ada. Namun, ia tidak memberikan detail mengenai materi pokok aduan tersebut dalam sidang yang bersifat tertutup ini.
Putusan DKPP ini menandai akhir dari proses hukum terkait kasus ini, dengan sanksi pemecatan sebagai konsekuensi atas pelanggaran etika yang ditemukan.
Hadir Secara Daring
Ketua KPU Hasyim Asy'ari, menghadiri secara daring sidang pembacaan putusan terkait dugaan pelanggaran etik yang diajukan kepadanya, yang diselenggarakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sidang ini menjadi sorotan utama setelah DKPP menerima aduan dari perempuan berinisial CAT, seorang Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, mengenai dugaan asusila yang dilakukan oleh Hasyim Asy'ari.
Pada pukul 14.08 WIB, majelis sidang memasuki ruang sidang dan setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, sidang dimulai tepat pukul 14.10 WIB. Pengadu dan kuasa hukumnya hadir secara langsung di ruang sidang, sementara Hasyim mengikuti sidang secara daring.
Perkara ini tercatat dengan nomor 90-PKE-DKPP/V/2024, dimana CAT melaporkan bahwa Hasyim melakukan upaya pendekatan terhadapnya menggunakan relasi kuasa dari Agustus 2023 hingga Maret 2024. Akibat insiden ini, CAT mengundurkan diri dari posisi PPLN dan kemudian memberikan kuasa hukumnya kepada Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH Apik.
Selama proses sidang, DKPP telah beberapa kali menggelar sidang terkait kasus ini dengan berbagai pihak yang hadir, termasuk korban yang juga hadir pada persidangan sebelumnya. Pada 22 Mei 2024, Hasyim telah membantah seluruh pokok aduan yang diajukan terhadapnya dalam sidang pertama mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan asusila terhadap anggota PPLN tersebut.
Hasyim mengklaim bahwa semua klaim yang diajukan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Namun, dia tidak memberikan detail mengenai materi pokok aduan yang disampaikan pengadu dalam sidang tersebut, mengatakan bahwa semua materi dalam sidang yang bersifat tertutup ini tidak untuk dikonsumsi publik.
Putusan DKPP terhadap kasus ini akan menjadi penentu nasib Hasyim Asy'ari dalam jabatannya sebagai Ketua KPU, dengan sanksi yang mungkin diberlakukan jika terbukti melanggar etika atau tidak.
Kasus Asusila Kedua
Perkara asusila bukan kali pertama menyerempet Ketua KPU. Sebelumnya Hasyim juga pernah dilaporkan terkait dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh Hasnaeni, si Wanita Emas. Kendati laporan itu di DKPP tidak terbukti, Hasyim terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Keduanya berkomunikasi secara intensif melalui WhatsApp untuk berbagi kabar di luar kepentingan kepemiluan.
Saat itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Sanksi tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Ruang Sidang DKPP pada 3 April tahun lalu.
Hasyim Asy'ari menjadi Teradu dalam dua perkara, yaitu perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. "Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua Majelis Heddy Lugito saat membacakan putusan.
Hasyim terbukti melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta ke Yogyakarta bersama Hasnaeni, Pengadu II, pada 18 Agustus 2022. Mereka menggunakan maskapai Citilink, dan tiket perjalanan ditanggung oleh Hasnaeni. Selama di Yogyakarta, Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat. Pada saat yang sama, Hasyim seharusnya menghadiri agenda resmi sebagai Ketua KPU RI, yaitu penandatanganan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta dari tanggal 18 hingga 20 Agustus 2022.
"Teradu mengakui telah melakukan perjalanan ziarah di luar kedinasan bersama Pengadu II selaku Ketua Umum Partai Republik Satu yang sedang mengikuti proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024," ungkap Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan pertimbangan putusan.
Pertemuan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan dianggap tidak patut serta tidak pantas dilakukan oleh Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU RI. Dengan kapasitas dan jabatannya sebagai simbol kelembagaan, tindakan ini dianggap mencederai integritas dan kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu yang harus menjunjung tinggi etika dan netralitas.
Hasyim dinyatakan melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, termasuk Pasal 6 ayat (2) huruf b, c, dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1); Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, l; Pasal 11 huruf d; Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; dan Pasal 19 huruf f.
Selain itu, Hasyim terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni, Pengadu II, dan berkomunikasi secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan. "Seperti percakapan dari Teradu ke Pengadu II, 'Bersama KPU, kita bahagia. Bersama Ketua KPU, saya bahagia', serta percakapan 'udah jalan ini menujumu'," kata Anggota Majelis Ratna Dewi Pettalolo.
DKPP menilai tindakan Hasyim, yang menjalin komunikasi tidak patut dengan calon peserta pemilu, mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu. "Dengan demikian, Teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f jo Pasal 15 huruf a, d, dan g, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum," pungkasnya.
Namun, Hasyim tidak terbukti melakukan tindak pelecehan seksual terhadap Hasnaeni. DKPP menyatakan bahwa tidak ada alat bukti materiil dan saksi yang menguatkan terkait dalil aduan pelecehan seksual tersebut.(*)