KABARBURSA.COM - Ether, token terbesar kedua, memimpin penurunan nilai di pasar mata uang digital setelah kemerosotan tajam di pasar saham yang mengguncang sentimen global. Ether mengalami penurunan sekitar 6 persen, penurunan terbesar dalam tiga minggu, dan diperdagangkan pada harga USD3,188 Kamis 25 Juli 2024 di London. Bitcoin, sebagai pemimpin pasar, turun sekitar 3 persen menjadi USD64,260.
Penurunan tajam saham teknologi raksasa mengakibatkan pasar saham AS mengalami hari terburuknya sejak 2022 pada Rabu 24 Juli 2024 kemarin. Penurunan ini dipicu oleh meredanya dukungan kuat untuk tema kecerdasan buatan, yang mengubah suasana hati investor.
Setelah malam yang buruk bagi saham di AS, kripto, seperti kebanyakan kelas aset lainnya, merasakan dampak negatif yang signifikan, ujar Benjamin Celermajer, kepala investasi di Magnet Capital.
Delapan exchange-traded fund (ETF) spot Ether baru memulai debutnya di AS pada Selasa, sementara Grayscale Ethereum Trust, yang telah berdiri lebih dari enam tahun dan merupakan yang terbesar untuk Ether dengan aset sebesar USD8 miliar, diubah dari struktur tertutup menjadi ETF.
Konversi dana Grayscale mempermudah jalur keluar bagi para arbitragers, dan USD811 juta telah ditarik dari produk tersebut sejak perubahan. Hal ini telah menimbulkan kehati-hatian meskipun ETF Ether lainnya berhasil menarik dana.
Mungkin ada beberapa tekanan "sell-the-news" pada Ether setelah peluncuran ETF, yang bisa segera mereda jika sentimen pasar membaik, tulis Noelle Acheson, penulis buletin Crypto Is Macro Now.
Kinerja Ether dan Bitcoin
Dalam laporan terbarunya analis dari K33 Research, Vetle Lunde dan David Zimmerman, mengungkapkan bahwa Ethereum (ETH) berpotensi mengungguli Bitcoin (BTC) dalam waktu dekat.
Menurut mereka, peluncuran dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) spot Ether, yang dijadwalkan pada 8 Juli, bisa menjadi pendorong utama bagi harga Ethereum. Sementara itu, Bitcoin diperkirakan akan mengalami tekanan jual akibat kembalinya dana sebesar USD 8,5 miliar kepada kreditor dari bursa Mt. Gox yang runtuh.
“Peluncuran ETF ini diharapkan menjadi katalis utama untuk aksi harga Ether. Di sisi lain, Bitcoin mungkin menghadapi tekanan jual,” kata Lunde dan Zimmerman dalam laporan yang dikutip oleh Cointelegraph pada Kamis 4 Juli 2024.
Mereka menyoroti bahwa selama lebih dari setahun terakhir, kinerja Ether telah tertinggal dibandingkan Bitcoin. BTC, yang didukung oleh aliran dana sebesar lebih dari USD 14 miliar (setara Rp 229,3 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.379 per dolar AS) ke ETF spotnya pada tahun 2024, telah memimpin pasar.
Lunde dan Zimmerman berpendapat bahwa meskipun harga ETH mungkin akan menurun setelah peluncuran ETF, arus masuk ke dana spot dapat mendorong harga ETH naik dalam waktu yang akan datang, mirip dengan apa yang terjadi pada Bitcoin sebelumnya.
“ETF berpotensi menjadi katalis kuat untuk penguatan relatif ETH, seiring berjalannya musim panas dan arus dana yang terus mengalir. Saya melihat harga ETH/BTC saat ini sebagai kesempatan berharga bagi para trader yang bersabar,” jelas Lunde.
Harga Ether terhadap Bitcoin mengalami perubahan signifikan setelah keputusan mendadak SEC untuk menyetujui ETF Ether, yang mengejutkan banyak analis dan mendorong nilai ETH/BTC naik menjadi 0,055, menurut data dari TradingView.
Ketika datang ke dunia mata uang kripto, Bitcoin sebagai pelopor dan yang terbesar selalu menjadi pusat perhatian. Baik sebagai alat transaksi maupun aset investasi, Bitcoin memikat jutaan orang di seluruh penjuru dunia. Dengan minat yang terus menggebu, tak mengherankan jika berbagai ramalan harga Bitcoin bermunculan, mencoba menebak ke mana arah pergerakannya dalam beberapa tahun ke depan.
Pada awal kemunculannya, Bitcoin hampir tidak bernilai. Namun, sejak tahun 2013 hingga 2015, nilainya mulai meroket. Lonjakan dramatis pertama terjadi pada 2017, ketika harga Bitcoin melebihi USD15.000. Fenomena serupa terjadi lagi pada tahun 2019 dan 2021.
Tahun 2021 adalah puncaknya, dengan Bitcoin mencapai harga tertinggi sepanjang masa (ATH) sebesar USD68,789.63. Namun, pada tahun 2022, Bitcoin menghadapi musim bearish yang berat, menyebabkan harga merosot drastis hingga USD15,760 pada bulan Desember. Penyebabnya melibatkan berbagai faktor makroekonomi, seperti inflasi tinggi, Perang Rusia-Ukraina, krisis energi, serta runtuhnya Terra dan FTX.
Memasuki tahun 2023, Bitcoin menunjukkan performa mengesankan dengan kenaikan 83 persen di awal tahun. Pada 10 April, harga Bitcoin mencapai USD31,035. Namun, dalam waktu singkat, Bitcoin mengalami penurunan tajam, kehilangan lebih dari 10 persen nilainya dalam seminggu, dan turun hingga USD25,000.
Pada Oktober 2023, Bitcoin diperdagangkan di kisaran USD26,000 – USD29,500, dengan harga mendekati USD30,000 berkat laporan palsu mengenai persetujuan ETF Bitcoin. Akhir tahun 2023 menyaksikan Bitcoin ditutup dengan harga di atas USD42,000.
Memasuki tahun 2024, persetujuan ETF Bitcoin oleh SEC menyebabkan harga sempat turun menjadi USD40,000. Namun, Bitcoin kembali bangkit, melampaui USD60,000 pada akhir Februari. Kenaikan harga Bitcoin terus berlanjut, mencapai USD70,000 pada 8 Maret dan mencetak rekor tertinggi baru di USD73,750.07 pada 14 Maret 2024. Saat artikel ini ditulis, Bitcoin diperdagangkan pada harga USD64,128.99. (*)