Logo
>

Wall Street Dekati Rekor, Investor Masih Menakar Efek Tarif Trump

Indeks S&P 500 naik 0,8 persen dan nyaris cetak rekor baru. Pasar masih mencermati dampak tarif Trump terhadap inflasi dan ekonomi.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Dekati Rekor, Investor Masih Menakar Efek Tarif Trump
Ilustrasi: S&P 500 mendekati rekor tertinggi, sementara investor Wall Street menanti kejelasan dampak tarif Trump terhadap inflasi dan arah suku bunga. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Wall Street kembali menguat pada Jumat, 27 Juni 2025, dini hari WIB, ditandai dengan kenaikan indeks S&P 500 sebesar 0,8 persen. Indeks acuan tersebut kini hanya terpaut 0,05 persen dari rekor penutupan tertingginya yang tercatat pada Februari lalu.

Dilansir dari AP di Jakarta, Jumat, S&P 500 bahkan sempat menembus rekor sebelum akhirnya melandai tipis. Padahal, musim semi lalu indeks ini sempat ambles hingga 20 persen dipicu kekhawatiran pasar atas rencana tarif Presiden Donald Trump. Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average menambahkan 404 poin atau 0,9 persen, sementara Nasdaq Composite ikut terdongkrak 1 persen.

Saham McCormick—penjual aneka rempah masak—memimpin kenaikan dengan lonjakan lima koma tiga persen selepas membukukan laba di atas perkiraan analis. Perusahaan ini juga merilis proyeksi laba setahun penuh yang lebih tinggi daripada ekspektasi, sembari menyiapkan strategi mengimbangi kenaikan biaya akibat tarif.

Selama beberapa tahun terakhir, raksasa teknologi menjadi mesin utama penggerak pasar. Sejak menyentuh titik nadir pada April, saham-saham macam Nvidia—maskot euforia kecerdasan buatan—sudah terbang enam puluh satu persen, jauh menyalip kenaikan S&P 500 yang “hanya” dua puluh tiga persen.

Pada perdagangan Kamis, Nvidia bertambah nol koma lima persen. Penantangnya, Super Micro Computer, terbang lima koma tujuh persen sehingga akumulasi kenaikannya sejak delapan April menembus lima puluh lima persen.

Micron Technology berfluktuasi sebelum finis turun satu persen. Emiten chip memori itu merilis laba dan pendapatan di atas taksiran analis serta memproyeksikan kuartal berjalan yang lebih baik, berkat permintaan memori untuk AI.

Secara keseluruhan, S&P 500 ditutup naik 48,86 poin ke 6.141,02. Dow Jones menambah 404,41 poin menjadi 43.386,84, sedangkan Nasdaq menguat 194,36 poin ke 20.167,91.

Hantu tarif Trump memang tak sepenuhnya sirna, tapi pasar mulai percaya diri setelah proposal bea masuk mengagetkan dunia pada April lalu. Investor masih menunggu kepastian berapa besar tarif final, seberapa berat pukulannya ke ekonomi, dan seberapa tinggi inflasi yang bakal dipicu kebijakan itu.

Sejauh ini, ekonomi Amerika Serikat masih bertahan meski melambat. Pesanan barang tahan lama—mulai mesin cuci hingga alat berat—naik melebihi perkiraan bulan lalu. Tuntutan tunjangan pengangguran mingguan turun, mengindikasikan pemutusan hubungan kerja kian jarang.

Memang, data terpisah menunjukkan ekonomi AS menyusut lebih dalam pada triwulan pertama 2025, tapi banyak ekonom menilai angka itu bias karena lonjakan impor yang terburu-buru sebelum tarif berlaku. Mereka memprediksi kinerja kuartal mendatang bakal lebih baik.

Imbal Hasil Obligasi Goyang

Merespons rangkaian data, imbal hasil obligasi pemerintah AS sempat berayun sebelum melunak. Yield Surat Utang Negara tenor sepuluh tahun turun ke empat koma dua empat persen dari empat koma dua sembilan persen sehari sebelumnya. Yield obligasi dua tahun—yang peka terhadap ekspektasi kebijakan Federal Reserve—juga melandai ke tiga koma tujuh satu persen dari tiga koma tujuh empat persen.

Tekanan jual terhadap obligasi sempat muncul setelah The Wall Street Journal memberitakan Trump berencana mengumumkan calon pengganti Ketua The Fed Jerome Powell lebih cepat dari lazimnya. Langkah itu dikhawatirkan merusak persepsi independensi bank sentral dalam mengambil keputusan tidak populer demi menjinakkan inflasi.

Powell berulang kali menegaskan bank sentral perlu melihat terlebih dahulu dampak tarif terhadap ekonomi sebelum kembali memangkas suku bunga—langkah yang ditahan sepanjang tahun ini karena berisiko memanaskan inflasi. Trump, sebaliknya, terus mendesak pemangkasan segera dan berkali-kali melontarkan cemooh kepada Powell. Dua gubernur The Fed yang diangkat Trump juga baru-baru ini membuka peluang penurunan suku bunga pada rapat Juli.

“Imbal hasil turun, dolar melemah, dan breakeven inflation naik, semuanya menunjukkan bahwa kursi Ketua The Fed yang dikendalikan Gedung Putih bisa berdampak buruk bagi inflasi,” kata Brian Jacobsen, Kepala Ekonom Annex Wealth Management. Kendati demikian, Jacobsen mengingatkan keputusan suku bunga tetap ditetapkan komite beranggotakan beberapa gubernur, sehingga pejabat lain masih bisa “mengendalikan” ketua baru bila diperlukan.

Di luar negeri, bursa Eropa bergerak campuran setelah perdagangan Asia juga menutup sesi dengan hasil yang beragam. Nikkei 225 Jepang menguat satu koma enam persen, sedangkan Kospi Korea Selatan turun nol koma sembilan persen—dua pergerakan terbesar di kawasan.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).