KABARBURSA.COM — Wall Street menutup perdagangan Rabu, 7 Mei 2025, dini hari wajah muram. Satu demi satu perusahaan mulai mencabut proyeksi laba mereka untuk kuartal-kuartal mendatang. Hal ini tak lain karena ketidakpastian yang dipicu tarif Presiden Donald Trump.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025, indeks S&P 500 turun 0,8 persen atau mencatat penurunan kedua setelah sebelumnya sempat mencetak rekor kenaikan beruntun sembilan hari—terpanjang dalam lebih dari 20 tahun. Dow Jones Industrial Average ikut jatuh 0,9 persen, sementara Nasdaq komposit juga melemah 0,9 persen.
Salah satu beban terbesar datang dari Palantir Technologies yang anjlok 12 persen. Padahal, perusahaan penyedia platform kecerdasan buatan (AI) itu baru saja mengumumkan laba kuartalan sesuai harapan analis, bahkan menaikkan target pendapatan setahun penuh.
Rupanya, reli harga saham-saham AI belakangan ini membuat investor mulai ragu untuk terus mendukung, apalagi mengingat harga saham Palantir sudah terbang ke sekitar USD110, padahal belum setahun lalu masih di angka USD20.
Tarif Trump Bikin Kalkulasi Berantakan
Sementara itu, ketidakpastian akibat tarif Trump juga mengubah peta permainan bagi perusahaan-perusahaan lain. CEO Clorox, Linda Rendle, mengaku perubahan pola belanja konsumen dalam tiga bulan pertama tahun ini ikut menyeret pendapatan turun. Clorox mencatat pendapatan dan laba yang lebih lemah dari perkiraan analis, dan memperkirakan perlambatan bakal berlanjut di kuartal ini. Sahamnya turun 2,4 persen.
Mattel, produsen mainan, bahkan memutuskan untuk “menjeda” proyeksi keuangan untuk 2025. Alasannya: peta tarif AS yang terus berubah bikin sulit memprediksi seberapa besar belanja konsumen AS, terutama menjelang musim liburan. Meski begitu, saham Mattel justru naik 2,8 persen setelah mencatat hasil kuartalan yang lebih baik dari dugaan.
Ford Motor juga mencatatkan kerugian yang tak main-main, diperkirakan tembus USD1,5 miliar tahun ini akibat tarif. Mereka bahkan membatalkan panduan keuangan untuk setahun penuh, menyebut ketidakpastian tarif sebagai biang kerok. Anehnya, saham Ford malah menguat 2,7 persen.
Deretan perusahaan ini bukan satu-dua saja; makin panjang daftar perusahaan yang memilih mencabut panduan keuangan mereka tahun ini karena bingung membaca dampak dari strategi tarif Trump yang tarik-ulur. Harapannya, Trump mau melonggarkan beberapa tarif setelah tercapai kesepakatan dagang dengan negara lain. Tanpa itu, banyak investor khawatir ekonomi AS akan meluncur ke jurang resesi.
Efek Domino hingga Rumah Tangga
Ketidakpastian soal “jadi-tidaknya” tarif juga sudah membuat rumah tangga AS lebih pesimistis menatap masa depan. Ini berpotensi memengaruhi rencana belanja jangka panjang mereka. Tak heran, banyak pelaku usaha berbondong-bondong mengimpor barang sebelum tarif baru yang lebih berat diberlakukan.
Defisit perdagangan AS pun melejit ke rekor USD140,5 miliar pada Maret, lantaran konsumen dan pelaku bisnis sama-sama berlomba mendatangkan barang sebelum tarif yang berlaku April dan yang ditunda hingga Juli mulai berjalan. Ini juga selaras dengan laporan pekan lalu yang menunjukkan ekonomi AS menyusut 0,3 persen secara tahunan pada kuartal pertama, sebagian besar karena lonjakan impor.
Beberapa perusahaan mulai merasakan dampak konkret. Raksasa pengolahan makanan Archer Daniels Midland melaporkan laba operasional di segmen layanan agrikultur anjlok 31 persen di kuartal terakhir akibat ketidakpastian kebijakan dagang. Sahamnya naik 1,7 persen.
Sementara itu, DoorDash terjun 7,4 persen setelah melaporkan pendapatan yang lebih lemah dari perkiraan analis. Namun, di sisi lain, perusahaan itu memberi gambaran positif soal kondisi rumah tangga AS: pertumbuhan pesanan di pasar AS tetap sehat dan konsisten dengan rerata pertumbuhan sepanjang tahun lalu.
Pasar obligasi AS menutup perdagangan dengan nada melemah. Imbal hasil (yield) obligasi Treasury bertenor 10 tahun turun tipis menjadi 4,31 persen dari sebelumnya 4,36 persen pada Senin.
Semua mata kini tertuju pada Federal Reserve yang memulai pertemuan dua hari pada Selasa waktu setempat. Bank sentral AS itu akan mengumumkan keputusan suku bunga terbaru pada Rabu. Namun, hampir semua pelaku pasar sepakat bahwa Fed kemungkinan besar tidak akan mengubah suku bunga acuannya, meskipun Presiden Donald Trump terus mendorong agar dilakukan pemangkasan.
"Memang masih ada kemungkinan pemangkasan suku bunga di akhir tahun ini, tapi gambaran ekonomi saat ini terlalu rumit. Terlalu dini untuk memastikan apakah pemangkasan itu akan terjadi atau kapan waktunya,” kata Michele Raneri, wakil presiden sekaligus kepala riset dan konsultasi AS di TransUnion.
Pemangkasan suku bunga bisa membantu mendorong perekonomian, tapi di sisi lain juga berisiko menyulut inflasi. Kekhawatiran pasar semakin meningkat karena tarif-tarif baru yang didorong Trump diperkirakan juga akan mendorong kenaikan harga.
Sementara itu, pergerakan bursa di Eropa dan Asia cenderung campuran. Indeks di Shanghai menguat 1,1 persen, sedangkan indeks di Hong Kong naik 0,7 persen.(*)