KABARBURSA.COM - Indeks saham utama di Wall Street anjlok pada Rabu, 18 Desember 2024 dini hari WIB. Dow Jones Industrial Average mencetak sejarah dengan penurunan selama sembilan hari berturut-turut hingga menjadi tren terpanjang sejak 1978.
Dikutip dari Consumer News and Business Channel International di Jakarta, Rabu, indeks Dow Jones turun 267,58 poin atau 0,61 persen, ditutup di level 43.449,90. Sementara itu, S&P 500 melemah 0,39 persen ke posisi 6.050,61 dan Nasdaq Composite turun 0,32 persen, mengakhiri perdagangan di level 20.109,06.
Tren penurunan Dow Jones terjadi setelah indeks ini sempat menembus level psikologis 45.000 untuk pertama kalinya bulan ini. Meskipun demikian, pasar saham secara keseluruhan masih menunjukkan kinerja positif.
S&P 500 mencatat rekor tertinggi pada 6 Desember 2024 dan kini hanya kurang dari 1 persen dari level tersebut. Nasdaq juga menorehkan rekor baru sehari sebelumnya, pada Senin, 16 Desember 2024.
Penurunan Dow Jones kali ini didorong oleh rotasi sektor, di mana investor beralih ke saham teknologi dan meninggalkan saham-saham sektor ekonomi tradisional yang sempat melonjak tajam pada November, setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai presiden. Indeks Dow Jones sendiri masih didominasi oleh saham-saham sektor konvensional, bukan teknologi.
Menariknya, Nvidia—yang baru bergabung dengan Dow Jones pada November lalu—justru mengalami penurunan signifikan. Saham produsen chip ini telah memasuki wilayah koreksi pada perdagangan Senin. Di sisi lain, Tesla berhasil mencatat kenaikan, meskipun saham Broadcom anjlok 3,9 persen.
Kekhawatiran Suku Bunga dan Pemerintahan Trump
Kepala Strategi Pasar Global TradeStation, David Russell, mengatakan banyak investor mulai menyadari bahwa kebijakan di bawah pemerintahan Donald Trump mungkin tidak akan memberikan dorongan positif yang diharapkan bagi pasar saham.
“Saham sektor finansial dan industri memang sempat melonjak setelah kemenangan Trump, tetapi kini mereka harus menghadapi potensi kenaikan suku bunga dan ketidakpastian perdagangan. Sementara itu, sektor kesehatan juga dibayangi risiko politik yang cukup besar,” ujar Russell.
Pasar saat ini tengah menunggu keputusan suku bunga dari The Federal Reserve yang dijadwalkan pada Rabu hari ini. Berdasarkan data dari Fed Watch CME Group, ada 95 persen kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin. Namun, sebagian investor dan ekonom khawatir langkah ini bisa memicu bubble di pasar saham atau memperburuk inflasi.
Sementara itu, data penjualan ritel untuk November yang dirilis Selasa kemarin menunjukkan hasil lebih baik dari perkiraan. Hal ini justru menambah kekhawatiran bahwa pemangkasan suku bunga oleh The Fed mungkin menjadi kebijakan yang tidak perlu dan bisa memperburuk kondisi ekonomi ke depan.
Lompat ke Level Tertinggi
Kemarin, dua indeks pada Wall Street yakni Nasdaq Composite ditutup pada level tertinggi sepanjang masa, sementara S&P 500 juga mengalami kenaikan. Dilansir dari Reuters, Nasdaq Composite mencatatkan lonjakan signifikan, naik 247,17 poin atau 1,24 persen, mencapai 20.173,89.
S&P 500 naik 22,99 poin atau 0,38 persen, menjadi 6.074,08. Di sisi lain, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 110,58 poin atau 0,25 persen, menjadi 43.717,48.
Sementara S&P 500 mengakhiri tren kenaikan tiga minggu berturut-turut pada minggu lalu, Nasdaq mencatatkan kenaikan empat minggu berturut-turut. Dow, di sisi lain, mengalami penurunan selama delapan sesi berturut-turut, yang merupakan streakpenurunan harian terpanjang sejak Juni 2018.
Penguatan pasar ini terjadi di tengah penilaian investor terhadap data ekonomi terbaru dan harapan terhadap keputusan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pada akhir pekan ini.
Investor terutama memperhatikan arah suku bunga, dengan pasar hampir sepenuhnya memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan dua hari The Fed yang dimulai pada Selasa, 17 Desember 2024. Alat FedWatch dari CME menunjukkan peluang 95,4 persen untuk pemangkasan tersebut.
“Mungkin pasar sedikit oversold minggu lalu, dan dengan kemungkinan hampir 100 persen bahwa Fed akan melakukan pemangkasan pada hari Rabu, satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah seperti apa retorika yang akan digunakan, apa saja catatan yang akan diberikan kepada investor mengenai panduan ke depan,” kata Sam Stovall, kepala strategi investasi CFRA Research di New York.
“Kemungkinan besar ini akan menjadi pemangkasan yang hawkish, artinya mereka akan memangkas suku bunga tetapi Fed akan berbicara tentang ketergantungan mereka pada data dan sebagai hasilnya, kemungkinan akan ada pemangkasan yang lebih sedikit tahun depan dibandingkan yang diperkirakan orang,” imbuh Stovall.
Di sektor ekonomi, data terbaru dari S&P Global menunjukkan bahwa indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur flash turun menjadi 48,3 pada bulan ini, lebih rendah dari perkiraan 49,8 dan angka sebelumnya 49,7 pada bulan November.
Indikator produksi pabrik juga mencapai level terendah sejak Mei 2020, mencerminkan prospek yang lebih suram terkait tarif yang lebih tinggi yang diperkirakan akan meningkatkan biaya bahan baku impor pada tahun depan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.