KABARBURSA.COM - Indonesia menegaskan kembali tekadnya untuk memperkuat peran kehutanan sosial, solusi berbasis alam (Nature-based Solutions/NbS), dan pendekatan adaptasi berbasis ekosistem (Ecosystem-based Adaptation/EbA) sebagai pilar strategis dalam aksi iklim regional di ASEAN.
Julmansyah, Direktur Penyelesaian Konflik Tenurial dan Hutan Adat pada Direktorat Jenderal Kehutanan Sosial, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, menyampaikan komitmen tersebut dalam Talk Show Kehutanan Sosial yang digelar di Paviliun ASEAN pada COP30 di Belem, Brasil.
Dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, ia menekankan betapa krusialnya peran hutan ASEAN sebagai fondasi kehidupan, warisan budaya, dan instrumen penting pengendalian perubahan iklim. “Hutan-hutan ini tidak sekadar ekosistem; mereka adalah mata pencaharian, identitas budaya, penyimpan keanekaragaman hayati, dan penopang ketahanan iklim kawasan,” ujarnya.
Julmansyah menambahkan, negara-negara anggota ASEAN telah menempatkan hutan sebagai pilar sentral strategi iklim, termasuk melalui Nationally Determined Contribution (NDC) yang lebih ambisius serta inisiatif regional seperti Visi ASEAN 2045. Kawasan ASEAN sendiri membentang dengan lebih dari 206 juta hektar hutan, hampir setengah dari luas daratan wilayah ini.
Dalam kerangka ini, penguatan komitmen iklim diwujudkan melalui NDC yang ambisius dan visi jangka panjang seperti ASEAN Vision 2045. Salah satu capaian signifikan yang disoroti adalah finalisasi Pedoman dan Alat Bantu untuk implementasi NbS/EbA di ASEAN, khususnya dalam pengelolaan hutan lestari dan perhutanan sosial.
Menurut Julmansyah, pedoman ini dikembangkan secara kolaboratif melalui Kelompok Kerja ASEAN tentang Kehutanan Sosial, Kelompok Kerja ASEAN tentang Perubahan Iklim Hutan, UN-REDD, serta mitra lainnya. Pedoman tersebut memberikan arahan praktis, berbasis sains, dan berfokus pada komunitas, sambil memastikan keberlanjutan jangka panjang.
Dalam kesempatan tersebut, Julmansyah mewakili ASEAN untuk menyampaikan posisi bersama mengenai isu kehutanan di COP30. Ia menegaskan dua hal utama. Pertama, ASEAN menekankan bahwa pendanaan iklim yang berkelanjutan dan dapat diprediksi sangat vital untuk mendukung perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan demi tercapainya NDC. Pendanaan ini juga harus memfasilitasi implementasi penuh REDD+, Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, serta NbS dan EbA, tambahnya.
Dukungan semacam ini krusial untuk memperkuat kesiapan serta kapasitas institusional negara anggota ASEAN dalam mitigasi dan adaptasi berbasis hutan. Kedua, ASEAN menekankan pentingnya pengembangan kapasitas guna memperkokoh sistem teknis dan institusional terkait MRV, akuntansi karbon, serta pelaporan transparan di bawah Kerangka Transparansi yang Ditingkatkan.
Julmansyah menekankan bahwa pengembangan kapasitas harus mendorong kolaborasi regional yang inklusif, mendukung transfer teknologi, serta mempromosikan pertukaran pengetahuan dan informasi. “Kesatuan ASEAN dalam menempatkan hutan, kehutanan sosial, serta NbS/EbA sebagai pilar aksi iklim adalah kunci keberhasilan,” tegasnya.
Ia menutup dengan pesan yang kuat: “Bersama, kita dapat membangun ASEAN di mana hutan dilindungi, komunitas diberdayakan, dan masa depan iklim terjamin.”