KABARBURSA.COM - Pemerintah menyatakan akan fokus menggenjot investasi berkelanjutan atau investasi hijau guna mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Target ekonomi ini merupakan ambisi dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan Indonesia bisa keuar dari kutukan ekonomi lima persen.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengatakan investasi menjadi faktor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. "Semua pihak harus menjalankan langkah-langkah berkelanjutan," kata Rosan dalam forum CEO Kompas 100 di Istana Negara IKN, Kalimantan Timur, Jumat, 11 Oktober 2024.
Mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran ini menambahkan, perusahaan global kini semakin selektif memilih lokasi investasi. Tak hanya infrastruktur yang memadai, mereka juga mencari komitmen negara terhadap keberlanjutan. Ia mencontohkan Sembcorp, perusahaan energi terbarukan asal Singapura, yang sangat tertarik dengan kawasan industri berbasis energi hijau di Indonesia.
Rosan mengatakan Sembcorp sudah mengembangkan 13 kawasan industri hijau di Vietnam dan akan meningkat menjadi 18 kawasan tahun ini. Pemerintah, kata Rosan, pun bertekad menarik investasi serupa ke Indonesia untuk mendukung pengembangan kawasan industri energi bersih.
"Apabila kita mau bicara manufaktur kendaraan listrik, mobil listrik, dan baterai kendaraan listrik. Mereka juga menuntut power-nya, tenaganya dari energi bersih," tegas Rosan.
Selain itu, Rosan mengatakan Sembcorp juga tertarik memasuki sektor pusat data, asalkan basis energinya bersih. Rosan pun memastikan pemerintah akan terus mendorong pengembangan kawasan industri berbasis energi hijau di Indonesia.
Energi Terbarukan Kunci Ekonomi 8 Persen
Percepatan investasi berkelanjutan yang diusung oleh pemerintah tidak hanya sejalan dengan kebutuhan global akan energi bersih, tetapi juga menjadi landasan penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai delapan persen. Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai bahwa pengembangan sektor energi hijau akan memainkan peran krusial dalam mendukung target delapan, terutama melalui transisi energi yang lebih cepat dan terarah.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan percepatan transisi energi sangat penting untuk memenuhi komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Persetujuan Paris demi membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius. Menurut Fabby, potensi pertumbuhan ekonomi dari transisi energi dapat dicapai melalui tiga jalur utama.
“Pertama, dengan diversifikasi industri energi bersih, yang mencakup pengembangan industri energi terbarukan seperti sel surya, turbin angin, dan komponen mobil listrik. Kedua, pembangunan infrastruktur hijau yang menarik investasi, misalnya transmisi, jaringan pintar, dan penyimpanan energi. Ketiga, inisiatif ekowisata yang ramah lingkungan, seperti Bali Net Zero Emission 2045 yang dapat menambah daya tarik pariwisata Bali,” kata Fabby dalam Webinar Road to Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Kamis, 10 Oktober 2024.
Fabby juga mengajak pemerintah melakukan reformasi kebijakan guna membuka peluang investasi di sektor energi terbarukan. Menurutnya, reformasi pertama adalah penghapusan subsidi energi fosil dan penetapan harga karbon. Langkah ini penting untuk memastikan energi terbarukan bisa bersaing di pasar.
Reformasi kedua adalah pembiayaan infrastruktur melalui instrumen dana publik, seperti green bond dan blended finance. Ketiga, pentingnya membangun kemitraan internasional dengan negara-negara yang menguasai teknologi energi bersih untuk alih teknologi dan pendanaan proyek.
Selain itu, Fabby menegaskan transisi energi harus dilakukan secara adil dan inklusif sehingga bisa mempersempit kesenjangan ekonomi di masyarakat. “Manfaat transisi energi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Fabby.
Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, juga menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang mendukung ekonomi rendah karbon. “Pemerintah perlu mengalokasikan belanja untuk program modal badan usaha terkait energi terbarukan dan ekonomi hijau,” ujar Martha.
Sementara itu, Anggota Dewan Pakar Prabowo-Gibran, Ali Mundakir, menyoroti pentingnya memanfaatkan energi terbarukan untuk mencapai swasembada energi di Indonesia. Menurut Ali, energi terbarukan bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor bahan bakar minyak dan gas.
“Saat ini, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih kecil, namun potensinya sangat besar. Perbaikan iklim investasi di sektor ini dan pengembangan smart grid akan menjadi fokus utama pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan,” ungkap Ali.
Target Bauran Energi Terbarukan Turun
Meskipun potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi serta mencapai target transisi energi, realisasinya di lapangan masih tertinggal. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan inisiatif, namun pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) masih jauh dari harapan.
Selaras dengan itu, pemerintah baru-baru ini memangkas target bauran EBT untuk tahun 2025 menjadi 16 hingga 17 persen, setelah sebelumnya direvisi dari 23 persen menjadi 17 hingga 19 persen pada awal tahun 2024.
Kepala Balai Besar Survei dan Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (BBSP KEBTKE) Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Harris, mengatakan saat ini bauran EBT di Indonesia masih berada di bawah 14 persen. Angka tersebut diperkirakan tidak akan mengalami banyak perubahan hingga akhir tahun 2024.
“Tahun depan mungkin hanya di 16 hingga 17 persen, jadi belum bisa mencapai 23 persen,” ungkap Harris dalam diskusi bertajuk ‘Developing National Energy Security, While Driving Indonesia’s Green Economy’ di BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Oktober 2024.
Pemerintah sebelumnya telah mematok target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (PP KEN). Untuk itu, pemerintah berencana menyesuaikan target yang lebih relevan di masa mendatang dengan merevisi aturan yang berlaku saat ini.
“Sebelum 20 hari ini, mudah-mudahan bisa ditetapkan Kebijakan Energi Nasional menggantikan PP 79/2014 yang sudah akan diganti,” kata Harris.
Pada awal tahun ini, pemerintah juga sempat mengumumkan perubahan target bauran EBT dari 23 persen menjadi 17 hingga 19 persen untuk tahun 2025. Hal ini sejalan dengan peta jalan transisi energi dalam revisi PP KEN yang menargetkan bauran energi primer EBT pada 2030 mencapai 19 hingga 30 persen. Secara bertahap, pada 2060, target bauran EBT ditetapkan mencapai 70 hingga 72 persen.
“Pada 2060 ditargetkan energi terbarukan mencapai porsi 72 persen. Tentu masih ada energi fosilnya, tetapi energi fosil yang rendah emisi seperti gas,” kata Harris.(*)