Logo
>

BPS Sebut Inflasi Juni 2025 0,19 Persen: Harga Makanan Jadi Tantangan

Inflasi Juni 2025 tercatat 0,19 persen secara bulanan dan 1,87 persen secara tahunan. Tekanan masih datang dari sektor pangan dan transportasi, dengan ketimpangan harga antarwilayah yang makin nyata.

Ditulis oleh Yunila Wati
BPS Sebut Inflasi Juni 2025 0,19 Persen: Harga Makanan Jadi Tantangan
Ilustrasi inflasi.

KABARBURSA.COM - Tekanan inflasi di Indonesia sepanjang Juni 2025 terpantau relatif stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi bulanan sebesar 0,19 persen (month to month/mtm). 

Secara tahunan, inflasi tercatat 1,87 persen, sementara sepanjang tahun berjalan (Januari–Juni) inflasi sudah mencapai 1,38 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan inflasi pada bulan Juni masih didominasi oleh kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini menyumbang 0,13 persen terhadap total inflasi, dengan tingkat inflasi sektoral mencapai 0,45 persen. 

Di dalamnya, beras menjadi komoditas yang paling banyak memberikan andil, sebesar 0,04 persen, disusul oleh cabai rawit, bawang merah, dan tomat yang turut menyumbang meski dalam porsi lebih kecil.

Selain sektor pangan, kenaikan tarif angkutan udara juga ikut mendorong inflasi bulan ini, dengan kontribusi 0,04 persen. Kenaikan harga emas perhiasan juga terlihat memberikan pengaruh, meski andilnya hanya sekitar 0,02 persen. 

Meski dampaknya tidak dominan, perubahan harga di sektor-sektor ini menjadi cerminan dinamika konsumsi masyarakat dalam periode yang tidak menunjukkan gejolak besar.

Dari sisi struktur inflasi, BPS membagi menjadi tiga komponen utama. Komponen inflasi inti, yang mencerminkan tren jangka Panjang, tercatat naik 0,07 persen, dengan andil 0,04 persen terhadap inflasi umum. Inflasi pada harga-harga yang diatur pemerintah naik 0,09 persen, dengan kontribusi sebesar 0,02 persen. 

Sementara itu, harga-harga bergejolak seperti pangan segar justru mencatat inflasi 0,07 persen, namun memberikan andil negatif terhadap inflasi karena adanya deflasi pada sejumlah komoditas, termasuk sayur-mayur dan beberapa bumbu dapur.

Secara wilayah, inflasi tidak merata. Dari total 38 provinsi, sebanyak 26 mencatatkan inflasi, sementara 12 lainnya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Maluku, mencapai 0,97 persen, kemungkinan besar dipicu oleh distribusi barang yang relatif terbatas. 

Deflasi terdalam terjadi di Papua Pegunungan, yakni sebesar 1,50 persen, menjadi yang paling menonjol secara nasional.

Secara umum, laju inflasi Juni menunjukkan bahwa harga-harga masih relatif terkendali, meski tekanan dari sektor pangan tetap menjadi perhatian utama. Kinerja inflasi yang stabil seperti ini menjadi sinyal positif bagi arah kebijakan moneter dan fiskal pemerintah. 

Namun, tantangan ke depan tetap ada, terutama memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi bahan pangan, agar tekanan harga dari sisi pasokan bisa tetap terjaga.

Dengan kondisi global yang belum sepenuhnya pulih dan ancaman perubahan iklim yang bisa mempengaruhi produksi pangan, kewaspadaan tetap diperlukan. Inflasi boleh saja landai, tapi menjaga daya beli masyarakat tetap jadi pekerjaan rumah yang tidak bisa dianggap selesai.

Inflasi Mei Tercatat 1,60 Persen

Sementar aitu, laju inflasi nasional pada Mei 2025 tercatat cukup moderat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,60 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di angka 108,07. 

Angka ini menunjukkan bahwa kenaikan harga barang dan jasa secara umum masih dalam batas wajar. Meski demikian, tekanan harga tidak merata di seluruh wilayah. Provinsi Papua Pegunungan tercatat sebagai daerah dengan inflasi tertinggi secara tahunan, mencapai 5,75 persen. 

IHK di provinsi ini juga menjadi yang paling tinggi, yakni 115,26. Sebaliknya, Gorontalo mencatatkan inflasi terendah hanya sebesar 0,28 persen, dengan IHK 107,32. Bahkan, Papua Barat mengalami deflasi tahunan sebesar 1,51 persen, yang mencerminkan adanya penurunan harga-harga konsumen di wilayah tersebut.

Di level kabupaten dan kota, kondisi serupa terlihat. Kabupaten Jayawijaya yang berada di Papua Pegunungan mencatat inflasi tahunan tertinggi, sama seperti provinsinya, yakni 5,75 persen. 

Sedangkan Kota Pontianak nyaris tidak mengalami inflasi, hanya naik 0,01 persen dalam setahun terakhir. Manokwari mencatat deflasi tahunan terdalam sebesar 1,51 persen, diikuti Kabupaten Pasaman Barat yang juga mengalami deflasi ringan sebesar 0,02 persen.

Secara bulanan, Indonesia justru mengalami deflasi sebesar 0,37 persen pada Mei 2025. Ini bisa jadi disebabkan oleh turunnya permintaan pasca-Lebaran, terutama pada kelompok bahan pangan dan barang konsumsi yang sebelumnya mengalami lonjakan harga. Sementara itu, jika dilihat dari awal tahun, inflasi selama periode Januari hingga Mei 2025 tercatat sebesar 1,19 persen.

Komponen inti, yang biasanya menggambarkan tren jangka panjang dari sisi permintaan, mencatat inflasi tahunan sebesar 2,40 persen. Kenaikan ini relatif stabil dan mencerminkan kondisi ekonomi yang tetap tumbuh, meskipun tanpa tekanan harga yang berlebihan. 

Inflasi inti bulanannya hanya naik tipis 0,08 persen, dan secara tahun berjalan sebesar 1,18 persen—hampir sejalan dengan inflasi umum.

Data ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tekanan harga masih cukup terjaga, dan ruang bagi stabilisasi tetap terbuka. Namun, disparitas inflasi antarwilayah tetap menjadi perhatian. Inflasi tinggi di wilayah-wilayah terpencil seperti Papua Pegunungan menandakan bahwa persoalan distribusi dan logistik masih menjadi tantangan utama. 

Sementara deflasi di sejumlah daerah juga harus dicermati agar tidak berdampak pada aktivitas ekonomi lokal.

Dengan situasi inflasi yang relatif tenang, perhatian kini tertuju pada bagaimana pemerintah dan otoritas moneter menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. 

Tantangan seperti potensi kenaikan harga pangan akibat cuaca atau gangguan pasokan tetap perlu diwaspadai, terutama memasuki paruh kedua tahun ini yang cenderung lebih dinamis.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79