KABARBURSA.COM – Iklan penjualan sebuah pulau di Anambas mengguncang jagat maya dan memaksa Komisi II DPR RI mengebut panggilan terhadap Menteri ATR/BPN. Legislator ingin memastikan tak ada sejengkal tanah—terutama pulau terluar—yang lepas karena data batas wilayah masih kusut.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf mengonfirmasi bahwa kementerian agraria bakal duduk di kursi rapat Senin pekan depan. Agenda utamanya adalah menelisik simpang-siur batas wilayah dan kepemilikan pulau, termasuk isu jual-beli pulau perbatasan Anambas yang ramai dipromosikan di situs properti internasional.
“Senin, rencana senin. Kan kita baru nyusun jadwal kemarin,”
—Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Juni 2025
Menurut Dede, para legislator akan menyorot penyelarasan data: dari arsip analog hingga dokumen digital tentang kepemilikan tanah dan garis administrasi yang masih tumpang-tindih antarkementerian.
“Jadi tadi pagi kami baru saja kita melakukan kunjungan fisik ke namanya Arsip Nasional. Ternyata di Arsip Nasional kita semua data tentang kepulauan ada,” ujarnya.
Dede memandang persoalan agraria, termasuk sengketa pulau, tak semata soal perebutan lahan. Di balik konflik-konflik itu, kata dia, tersimpan persoalan lebih mendasar: tidak sinkronnya data kepemilikan dan batas wilayah antarkementerian.
Ia menyebut setidaknya empat kementerian yang berpotensi bersinggungan—dari ATR/BPN, Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Kementerian Kehutanan—namun masing-masing bekerja dengan rujukan data yang belum tentu selaras dengan arsip resmi negara.
Digitalisasi penuh dan pemutakhiran arsip, kata Dede, menjadi kunci mencegah tumpang-tindih klaim wilayah—terutama pulau-pulau terluar yang krusial secara geopolitik.
Perihal penawaran pulau di Anambas, legislator Demokrat itu memastikan isu tersebut akan disorot secara khusus dalam rapat. “Oh iya Itu isu yang sangat hangatlah, dengan sendirinya pasti akan sampai. Anambas, apalagi itu kemarin yang lagi ramai itu,” katanya.
Dede mendorong agar pemerintah tidak hanya sibuk bereaksi di parlemen, tetapi juga segera menindak pihak-pihak yang memasarkan aset strategis negara, seperti pulau terluar, di situs properti tanpa izin resmi. Menurut dia, pengelola platform daring yang memuat iklan semacam itu justru seharusnya menjadi pihak pertama yang dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban.
Menurut dia, penjual daring wajib diproses hukum. Sumber hak atas tanah yang mereka komersialkan, ucapnya, harus ditelusuri tuntas. “Yang jualan bukan Pemda. Tapi website bisa-bisanya menjual. Itu dari mana datangnya hak dan keberaniannya? Ini yang harus diusut,” katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.