Logo
>

Wacana Rumah Subsidi Diperkecil Resmi Dibatalkan

Menteri PKP Maruarar Sirait membatalkan rencana rumah subsidi mungil setelah banjir kritik publik dan desakan DPR.

Ditulis oleh Dian Finka
Wacana Rumah Subsidi Diperkecil Resmi Dibatalkan
Pemerintah membatalkan wacana rumah subsidi 14 m². Maruarar minta maaf, sebut akan cari skema lain atasi krisis hunian kota. Foto: setneg.go.id.

KABARBURSA.COM - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mencabut wacana pengurangan ukuran rumah subsidi yang sebelumnya sempat menjadi salah satu opsi untuk menjawab keterbatasan lahan perumahan di wilayah perkotaan. Ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik perihal usulan tersebut.

Maruarar menjelaskan, ide awal dari rencana itu sebenarnya berangkat dari aspirasi generasi muda yang ingin tetap tinggal di kota, namun menghadapi tantangan harga tanah yang semakin tinggi.

"Tujuannya sebenarnya sederhana, karena kami mendengar banyak sekali anak muda yang ingin tinggal di kota. Tapi kalau tanahnya di kota mahal, kami berpikir apakah rumahnya bisa diperkecil," ujar Maruarar saat rapat bersama Komisi V di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.

Namun, setelah mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat dan para pemangku kepentingan, termasuk dari anggota Komisi V DPR RI, Maruarar memutuskan untuk membatalkan wacana tersebut.

"Sesudah mendengar begitu banyak masukan, termasuk dari teman-teman anggota DPR Komisi V, maka saya sampaikan secara terbuka permohonan maaf dan saya cabut ide itu," katanya.

Wacana Rumah Subsidi Diperkecil yang Kini Dicabut

Usulan rumah subsidi diperkecil sempat dibahas dalam revisi Permen PUPR Nomor 689/M/2025. Aturan itu mulanya bertujuan menjawab tantangan generasi muda yang ingin tetap tinggal di perkotaan, tetapi kesulitan menjangkau harga tanah yang makin mahal. Salah satu opsi yang ditawarkan adalah mengecilkan rumah.

Dalam salah satu prototipe yang dipamerkan di Jakarta bersama pengembang swasta, rumah subsidi itu hanya berdiri di atas lahan 25 meter persegi dengan bangunan seluas 14 meter persegi. Harganya dipatok sekitar Rp105 juta.

Namun, reaksi cepat datang dari berbagai pihak. Sejumlah akademisi dan aktivis menilai ukuran tersebut tak layak huni dan justru berpotensi melanggengkan kemiskinan struktural. Guru Besar UGM, Prof. Sugeng Winarno, menyebut rumah sempit ini sebagai “pabrik kemiskinan baru”. Anggota Komisi V DPR dari berbagai fraksi juga menolak mentah-mentah gagasan tersebut dan menyebutnya tidak manusiawi dan mengabaikan aspek psikososial penghuni.

Maruarar pun mengoreksi haluan. Ia menyatakan bahwa usulan itu baru tahap uji publik dan belum masuk ranah kebijakan final.

Dengan pencabutan ini, desain rumah subsidi tetap mengacu pada standar lama, yakni luas minimal bangunan 36 meter persegi dan lahan 60 meter persegi. Pemerintah menyatakan akan mencari skema lain untuk mengatasi krisis hunian di wilayah perkotaan tanpa harus mengorbankan kelayakan ruang hidup warganya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.