Logo
>

Bisnis Kratom Terancam Ditolak DPR

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bisnis Kratom Terancam Ditolak DPR

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas membahas rencana legalisasi kratom atau purik (Mitragyna speciosa) pada Kamis, 20 Juni 2024. Pertemuan ini juga membahas potensi budidaya kratom di Indonesia untuk mendongkrak nilai ekonomis dan kualitas produksinya.

    Saat ini, harga kratom yang sering digunakan sebagai obat tradisional sedang merosot di pasar ekspor. Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko, seusai rapat terbatas, mengungkapkan bahwa 18.000 keluarga di Kalimantan Barat bergantung pada produksi kratom.

    Pemerintah berencana mengatur tata kelola, tata niaga, dan legalitas kratom yang telah diekspor ke sekitar 20 negara. Moeldoko menyatakan Kementerian Kesehatan menilai kratom tidak tergolong narkotika.

    Selain itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN ditugaskan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kratom. "Memang ada kandungan adiktif, namun dalam jumlah tertentu. Oleh karena itu, BRIN akan melakukan riset lanjutan untuk mengetahui seberapa besar potensi bahayanya," kata Moeldoko.

    Kratom dikenal sebagai tanaman endemik yang tumbuh di Kalimantan, Thailand, Malaysia, dan Papua Niugini. Tanaman ini punya banyak nama di Kalimantan, seperti daun sapat, kedemba, dan purik.

    Presiden Jokowi menginstruksikan Kementerian Kesehatan, BRIN, dan BPOM untuk memperdalam riset terkait keamanan kratom bagi masyarakat. Selain itu, Kementerian Perdagangan diberi tugas untuk mengatur tata niaga kratom agar kualitas produk tetap terjaga.

    “Bentuk suatu standardisasi sehingga tidak ada lagi Kratom produk Indonesia yang mengandung bakteri e-coli, salmonela, dan logam berat,” kata Moeldoko.

    Tolak Bisnis Kratom

    Komisi IV DPR RI menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah mengembangkan dan melegalkan bisnis tanaman kratom. Anggota Komisi IV, Firman Soebagyo, mengatakan legalisasi kratom berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak.

    Firman meminta pemerintah berhati-hati dalam mengembangkan kratom karena masih ada banyak ketidakjelasan mengenai dampaknya. Legalitas kratom tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

    "Kaitanya dengan Komisi IV, kalau nanti pemerintah akan mengumumkan, membudidayakan (Kratom), tentunya kami akan menolak itu," kata Firman kepada Kabar Bursa, Senin, 24 Juni 2023.

    "Bagaimana kita harus mengendorse sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang dan itu berisiko tinggi bagi anak dan bagi manusia?," tambah Firman.

    Meskipun pemerintah mungkin melihat peluang bisnis dari ekspor kratom, Komisi IV menekankan pentingnya pertimbangan kesehatan dan keamanan. Rokok elektronik saja, kata Firman, diminta untuk dievaluasi, apalagi kratom yang menurut banyak lembaga kesehatan berbahaya bagi manusia.

    Menurut Firman, Komisi IV percaya pemerintah akan melakukan kajian dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, dan lembaga terkait lainnya sebelum memutuskan legalisasi kratom. Namun, mereka tetap meminta pemerintah berhati-hati dan mempertimbangkan masukan dari para pakar yang menyatakan bahwa kratom memiliki risiko tinggi bagi masyarakat.

    Firman menjelaskan, narkoba, termasuk kratom, dianggap setara dengan jual-beli organ manusia. Oleh karena itu, Komisi IV menekankan agar pemerintah mendengar peringatan ini dengan serius dan tidak hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi semata.

    Sikap Tegas

    Firman mengatakan penolakan serupa sudah ia lakukan melalui Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPP Granat). Organisasi ini menyampaikan sikap tegas perihal rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 20 Juni lalu.

    Firman yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di DPP GRANAT, mengungkapkan kesepakatan rapat tersebut berpotensi membahayakan masyarakat Indonesia. “Seluruh menteri yang hadir seakan sepakat untuk melegalkan kratom dengan mengesampingkan dampak buruknya bagi masyarakat,” katanya, mengutip siaran pers GRANAT yang diterima Kabar Bursa, Ahad, 23 Juni 2024.

    GRANAT menyatakan Kratom merupakan narkotika jenis baru yang telah diakui oleh beberapa lembaga internasional seperti WHO dan UNODC sebagai zat yang berbahaya. "Rekomendasi dari Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika sudah jelas, kratom adalah narkotika golongan I," ujarnya.

    Lebih lanjut, Firman menjelaskan penggunaan kratom di Indonesia tidak memiliki riwayat empiris sebagai obat tradisional atau jamu, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum dapat digunakan secara legal. "Pernyataan Menteri Kesehatan bahwa kratom tidak termasuk kategori narkotika sangat menyesatkan," kata dia.

    DPP Granat juga mendesak pemerintah untuk lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam membuat regulasi terkait kratom. Menurut Firman, riset ekstensif diperlukan untuk memastikan keamanan, khasiat, dan kualitas kratom sebelum dipertimbangkan untuk dilegalkan.

    Selain itu, Granat menyoroti pentingnya edukasi publik tentang risiko dan manfaat penggunaan kratom serta kontrol kualitas produk untuk memastikan keselamatan konsumen. "Jangan sampai Indonesia menjadi pasar bebas narkotika baru dengan dalih manfaat ekonomi sesaat," kata Firman. (alp/prm)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).