KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap tangguh walaupun Amerika Serikat (AS) mengultimatum tarif 32 persen terhadap produk impor Indonesia.
Diketahui, pada perdagangan kemarin IHSG ditutup menguat 0,57 persen atau naik 39 poin ke level 6.943. Mengutip data RTI Business, sebanyak 362 saham terpantau menghijau, 205 saham di zona merah, dan 226 saham mengalami stagnan.
Analis dan Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan penguatan ini menandakan bahwa pasar kini jauh lebih dewasa dan kalkulatif dalam menyikapi kebijakan proteksionisme global.
"Pelaku pasar tampaknya tidak lagi bereaksi secara emosional, melainkan mempertimbangkan berbagai faktor fundamental dan strategi mitigasi yang sedang dan akan ditempuh oleh pemerintah," ujar dia dalam risetnya kepada Kabarbursa.com, Rabu, 9 Juli 2025.
Hendra menilai fundamental ekonomi Indonesia yang kini lebih kuat turut menjadi penopang utama. Hilirisasi sektor tambang, perbaikan neraca perdagangan, serta cadangan devisa yang kuat membuat investor merasa lebih percaya diri terhadap daya tahan ekonomi nasional.
Apalagi, kata dia, sejumlah kebijakan struktural seperti relokasi produksi ke negara bebas tarif, kerja sama joint venture dengan mitra AS, hingga perluasan pasar ekspor ke kawasan non-AS seperti Afrika dan Timur Tengah mulai dibangun sebagai bagian dari respons strategis nasional.
"Hal ini memperkuat keyakinan bahwa tekanan dari tarif AS dapat dikendalikan, bahkan dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperluas diversifikasi ekspor," pungkasnya.
RI Lobi AS Hindari Tarif 32 Persen, Kiwoom Baca Dampak ke Pasar
Sebelumnya diberitakan, AS menetapkan tarif 32 persen kepada Indonesia dengan alasan adanya hambatan non-tarif, antara lain penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), kewajiban Devisa Hasil Ekspor (DHE), serta kebijakan perizinan impor yang dianggap diskriminatif.
Namun, pemerintah Indonesia langsung bergerak cepat dengan menyusun proposal komprehensif yang mencakup sembilan inisiatif utama untuk mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum tenggat 9 Juli.
Dalam risetnya, Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyebut bahwa negosiasi ini krusial, karena jika gagal maka ekspor Indonesia ke AS akan dikenai tarif tetap yang mengancam daya saing dan arus investasi.
Langkah utama yang ditawarkan pemerintah Indonesia adalah komitmen impor barang dari AS senilai USD34 miliar, yang jauh melebihi surplus dagang Indonesia terhadap AS yang selama ini hanya berkisar USD18–19 miliar per tahun.
Paket tersebut mencakup pembelian energi sebesar USD 15,5 miliar, termasuk minyak mentah, LNG, dan gasoline. Selain itu, Indonesia juga menjanjikan peningkatan impor gandum, kedelai, serta produk pertanian lainnya.
“Komitmen ini menunjukkan keseriusan Indonesia untuk menjaga relasi dagang strategis dengan AS dan mencegah dampak buruk tarif tetap,” kata Liza Camelia, dikutip Selasa, 8 Juli 2025.(*)