KABARBURSA.COM - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan menyelesaikan utang terkait biaya penyaluran pupuk subsidi senilai Rp10,48 triliun.
Menurut Presiden Jokowi, kekurangan pembayaran yang dikeluhkan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) disebabkan oleh keterlambatan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap tagihan yang harus dibayarkan oleh pemerintah.
“Setelah proses audit selesai, pembayaran akan dilakukan,” kata Presiden Jokowi usai acara pelepasan bantuan kemanusiaan Indonesia untuk Palestina dan Sudan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 3 April 2024.
Dia menjelaskan bahwa mekanisme audit harus diselesaikan sebelum pemerintah membayar tagihan.
“Anda harus memahami prosedur ini. Tidak bisa langsung menagih dan membayar. Penagihan harus disetujui terlebih dahulu, kemudian setelah audit selesai, baru pembayaran dilakukan,” jelas Jokowi.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, mengungkapkan bahwa pemerintah masih mempunyai utang kepada perusahaan tersebut sebesar Rp10,48 Triliun.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa 2 April 2024.
Rahmad menjelaskan bahwa total utang subsidi pupuk tersebut terakumulasi dari tahun 2020 hingga 2023.
“Sejumlah tagihan sebesar Rp16,3 triliun untuk tahun 2022 telah dibayarkan oleh pemerintah pada 28 Desember 2023,” jelasnya.
“Namun, masih terdapat tagihan dari tahun 2020 yang telah diaudit oleh BPK senilai Rp430,23 miliar, Adapun utang sejak tahun 2022 yang tersisa mencapai Rp600 miliar. Sedangkan untuk tahun 2023, utang subsidi hasil audit BPK ini mencapai kurang bayar sebesar Rp9,87 triliun.” tambah Rahmad.
Dengan demikian, total kurang bayar subsidi pupuk dari pemerintah mencapai Rp10,4 triliun. Belum semua pembayaran dilakukan karena beberapa item masih memerlukan verifikasi tambahan.
Rahmad menyebutkan bahwa alasan belum dilunaskannya sisa utang tersebut adalah karena masih dalam proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Sementara untuk kurang bayar sebesar Rp430 miliar dari tahun 2020 yang sudah diaudit oleh BPK, kini menunggu tindak lanjut dari Kementerian Pertanian,” bebernya. (*/adi)