KABARBURSA.COM - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membukukan net revenue atau pendapatan bersih yang positif hingga Oktober 2024 dengan kenaikan hingga 16 persen.
Treasury Management Group Head Garuda Indonesia, Bima Tesdayu menyampaikan perusahaan mencatat pendapatan sebesar USD2,8 miliar hingga bulan 10 tahun 2024.
"Secara net revenue kami meningkat signifikan 16 persen dari sebelumnya (Oktober 2023) USD2,4 miliar pada (Oktober) 2024 meningkat menjadi USD2,8 miliar," jelas dia dalam acara paparan publik secara online, Senin, 11 November 2024.
Bima menjelaskan, perseroan juga mencatatkan performa impresif dari sisi EBITDA sebesar USD780 juta pada Oktober 2024, meningkat 13,82 persen jika dibandingkan periode serupa tahun lalu sebesar USD685 juta.
Selain itu, perseoran turut membukukan kinerja positif dari segi operating result yang mendapat USD310,4 juta, meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yakni USD249 juta.
Lebih jauh Bima memaparkan, jika market cap Garuda Indonesia juga mengalami peningkatan hingga kuartal III 2024.
"Hingga kuartal III 2024 Garuda memiliki market cap di Rp6,4 triliun, tentunya ini perbaikan apabila dibandingkan dengan April, Mei apalagi bulan Juni 2024, kami sempat mengalami penurunan di angka Rp4,57 triliun," pungkasnya.
Kinerja GIAA Semester I 2024
Diberitakan sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melaporkan hasil keuangan semester I tahun 2024 dengan pendapatan usaha sebesar USD1,62 miliar. Hal ini mencerminkan peningkatan 18,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun ada kenaikan pendapatan, maskapai nasional ini masih mencatat kerugian bersih sebesar USD100,35 juta, yang menandakan tantangan operasional di tengah upaya pemulihan pasca-restrukturisasi finansial.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Selasa, 1 Oktober 2024, selama periode Januari hingga Juni 2024, Garuda Indonesia mencatatkan total pendapatan usaha sebesar USD1,62 miliar, naik dari USD1,37 miliar pada semester pertama 2023. Peningkatan pendapatan ini didorong oleh pemulihan permintaan perjalanan udara serta optimalisasi operasi penerbangan.
Namun, beban pokok penjualan dan pendapatan turut meningkat, sehingga laba kotor tetap di angka yang sama dengan pendapatan usaha, yakni USD1,62 miliar. Beban penjualan meningkat menjadi USD84,1 juta, sementara beban umum dan administrasi naik menjadi USD103,4 juta dari USD86,7 juta pada tahun sebelumnya.
Selanjutnya, Garuda masih menghadapi beban keuangan yang cukup tinggi dengan total beban bunga dan keuangan mencapai USD246,4 juta, naik dari USD222,7 juta pada tahun sebelumnya. Beban keuangan yang besar ini merupakan salah satu faktor utama yang menekan profitabilitas maskapai.
Meskipun terdapat keuntungan dari selisih kurs mata uang asing sebesar USD22,7 juta, fluktuasi nilai tukar tetap mempengaruhi biaya operasional perusahaan dalam mata uang asing
Direksi menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk terus melakukan upaya pemulihan setelah restrukturisasi finansial yang dilakukan sebelumnya. Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, tantangan dalam mengelola beban operasional dan keuangan tetap menjadi fokus utama.
“Direksi mencatat bahwa meskipun ada peningkatan permintaan di sektor penerbangan, beban bunga dan biaya operasional yang tinggi masih menjadi kendala utama yang menghambat pencapaian profitabilitas,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tersebut.
Kinerja Garuda Indonesia menunjukkan adanya pemulihan dari sisi pendapatan, namun tantangan finansial masih membayangi, terutama terkait dengan beban operasional dan keuangan yang signifikan. Maskapai ini perlu terus melakukan efisiensi biaya dan mencari strategi untuk mengurangi beban keuangannya agar dapat mencapai profitabilitas yang lebih berkelanjutan di masa depan.
“Dalam menghadapi tantangan ini, direksi menekankan pentingnya strategi efisiensi biaya dan optimisasi operasi untuk meminimalkan kerugian dan memaksimalkan pendapatan,” sambung keterangan direksi GIAA.
Analisis Fundamental Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia Tbk telah menunjukkan perjalanan keuangan yang dinamis, mencerminkan tantangan besar di sektor penerbangan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data fundamental terbaru, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan untuk memahami kinerja perusahaan ini, khususnya dalam hal Earning Per Share (EPS).
EPS adalah salah satu indikator penting dalam menilai profitabilitas perusahaan. EPS dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah saham beredar.
Berdasarkan data terakhir, EPS GIAA (Trailing Twelve Months/TMM) berada di angka 32.73. Ini adalah hasil yang positif bagi perusahaan, menandakan bahwa dalam 12 bulan terakhir, perusahaan mampu menghasilkan laba bersih per lembar saham yang cukup baik.
Namun, perlu dicatat bahwa EPS Annualized menunjukkan nilai negatif, yaitu -28.96. Angka ini mengindikasikan bahwa jika tren negatif ini berlanjut, kinerja keuangan perusahaan bisa memburuk, terutama jika menghadapi tantangan lebih lanjut seperti kenaikan biaya operasional atau penurunan pendapatan akibat ketidakpastian ekonomi global.
Berdasarkan data fundamental lainnya, beberapa rasio keuangan penting menunjukkan posisi yang cukup rentan:
- Net Profit Margin (Quarter): -2.62 persen. Ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian bersih pada kuartal terakhir, meskipun margin operasional sebesar 8.52 persen masih positif.
- Revenue Per Share (TTM): 541.66. Ini menunjukkan pendapatan yang cukup besar, namun masih belum mampu menghasilkan laba yang konsisten karena beban dan hutang yang signifikan.
- Return on Equity (ROE) (TTM): -14.36 persen. Angka ini menunjukkan bahwa perusahaan saat ini mengalami kesulitan dalam memberikan pengembalian yang positif bagi para pemegang saham.
Salah satu isu besar yang dihadapi GIAA adalah tingginya tingkat utang. Rasio Debt to Equity menunjukkan angka negatif sebesar -2.80, yang mengindikasikan bahwa kewajiban perusahaan jauh melebihi ekuitasnya.
Total Liabilities/Equity juga menunjukkan angka negatif -5.75, yang menegaskan bahwa perusahaan saat ini menghadapi kesulitan besar dalam menyeimbangkan aset dengan liabilitasnya.
Meskipun harga saham GIAA menunjukkan volatilitas, dengan penurunan sebesar -34.09 persen selama setahun terakhir, perusahaan masih memiliki kapitalisasi pasar sebesar 5,306 miliar. Namun, performa saham dalam lima tahun terakhir menurun drastis sebesar -88.99 persen, yang menandakan penurunan minat investor terhadap saham ini.
Meskipun laporan laba rugi menunjukkan beberapa kerugian, aliran kas perusahaan masih menunjukkan tanda-tanda positif. Free Cash Flow (TTM) tercatat sebesar 4,717 miliar, yang menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan untuk menghasilkan arus kas bebas meskipun dalam kondisi keuangan yang menantang.
Secara keseluruhan, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih berada dalam fase pemulihan yang panjang setelah menghadapi tantangan besar, termasuk dampak pandemi COVID-19.
Meskipun EPS yang positif dalam 12 bulan terakhir memberikan harapan, angka negatif dalam EPS Annualized dan berbagai rasio keuangan yang menunjukkan tingginya tingkat utang serta kerugian operasional menjadi tanda peringatan bagi para investor.
Prospek jangka pendek GIAA bergantung pada kemampuan manajemen untuk mengurangi beban utang dan memperbaiki profitabilitas operasional. Sementara itu, bagi investor, saham ini mungkin lebih cocok untuk portofolio yang berorientasi pada risiko, dengan potensi pemulihan di masa depan jika kondisi makroekonomi dan sektor penerbangan membaik.
Terlepas dari itu, potensi risiko tinggi tetap ada, terutama terkait dengan utang besar dan kinerja operasional yang belum stabil.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.