KABARBURSA.COM - Pasar saham dunia lagi kena getah akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump hingga bikin investor dunia ketar-ketir. Indeks saham di Eropa dan Asia bergerak tak menentu, mengikuti kejatuhan Wall Street semalam yang dipicu ketakutan terhadap efek domino tarif impor yang Trump lempar ke mitra dagang utama Amerika Serikat.
Di Eropa, DAX Jerman naik 0,6 persen ke 22.764,82, sementara CAC 40 Prancis naik 0,7 persen ke 8.102,82. Di Inggris, FTSE 100 malah turun tipis 0,1 persen ke 8.597,00.
Sebaliknya, di Asia, investor makin deg-degan melihat dampak tarif terhadap sektor ekspor. Nikkei 225 Jepang anjlok 0,6 persen ke 36.793,11, sempat turun lebih dari 2 persen sebelum akhirnya sedikit pulih. Shanghai Composite naik 0,4 persen ke 3.379,83, terbantu kebijakan baru pemerintah yang bertujuan menahan laju perlambatan ekonomi. Di Hong Kong, Hang Seng nyaris tak bergerak di 23.782,14, sementara Kospi Korea Selatan jeblok 1,2 persen ke 2.537,60.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG melemah sebesar 0,79 persen atau turun 52 poin ke level 6.545 pada penutupan perdagangan Selasa, 11 Maret 2025. Mengutip RTI Business, IHSG pada perdagangan hari ini bergerak fluktuatif di kisaran 6.499 hingga 6.598. Imbas dari melemahnya indeks, 416 saham berada di zona merah, 192 saham menguat, dan 197 saham stagnan. Adapun, volume perdagangan hari ini sebesar Rp19.969 miliar dengan transaksi Rp9.741 triliun serta frekuensi senilai 1,097,146.
“Investor makin cemas dengan tarif AS yang baru dan kemungkinan balasan dari negara mitra dagang, terutama setelah Tiongkok mulai menerapkan tarif baru yang bikin ekuitas makin tertekan,” ujar analis dari ActivTrades, Anderson Alves, dikutip dari AP di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.
Di Amerika Serikat, investor mulai bertanya-tanya: Seberapa besar dampak kebijakan Trump ke ekonomi sebelum akhirnya bisa bikin AS ‘makmur’ lagi?
S&P 500 ambrol 2,7 persen, menutup hari 9 persen di bawah rekor tertingginya bulan lalu. Bahkan sempat turun 3,6 persen di sesi perdagangan, mendekati hari terburuk sejak 2022, saat inflasi meroket dan ketakutan resesi menggantung di udara. Dow Jones turun 2,1 persen, sementara Nasdaq jatuh 4 persen.
Yang bikin tambah runyam, indeks ini sudah berfluktuasi lebih dari 1 persen naik-turun selama tujuh dari delapan hari terakhir. Penyebabnya adalah tarif Trump yang naik-turun tak jelas. Jika tren ini terus berlanjut, bisa jadi bukan cuma ekonomi yang kena imbas, tapi juga kepercayaan investor yang mulai goyah.
Faktanya, beberapa indikator ekonomi sudah menunjukkan pelemahan. Survei menunjukkan sentimen bisnis semakin pesimis dan data dari Federal Reserve Bank of Atlanta mengindikasikan ekonomi AS mungkin sudah mulai menyusut. Saat ditanya oleh Fox News apakah ia memperkirakan resesi pada 2025, Trump menjawab, “Saya benci memprediksi hal seperti itu. Tapi ini masa transisi besar. Kita sedang membawa kembali kekayaan ke Amerika, dan itu butuh waktu.”
Tarif, PHK, dan Ekonomi ‘Detoks’ ala Trump
Trump berkali-kali menegaskan kalau kebijakan tarif ini adalah langkah untuk membawa kembali manufaktur ke AS. Menteri Keuangannya, Scott Bessent, bahkan menyebut ekonomi AS perlu “detoks” dari ketergantungan terhadap belanja pemerintah.
Caranya adalah memangkas anggaran federal, mengurangi jumlah pegawai negeri, dan mempercepat deportasi. Tapi kebijakan ini berisiko menghambat pasar tenaga kerja yang selama ini jadi tulang punggung ekonomi AS. Hingga kini, data ketenagakerjaan AS masih menunjukkan pertumbuhan yang stabil. Tapi banyak ekonom mulai menurunkan proyeksi mereka terhadap ekonomi tahun ini.
Sementara itu, saham-saham teknologi yang sebelumnya mendominasi pasar, justru jadi korban utama. Nvidia anjlok 5,1 persen dengan total kerugian lebih dari 20 persen sepanjang tahun ini. Padahal, saham ini sempat melesat hampir 820 persen dalam dua tahun terakhir. Tesla milik Elon Musk makin terpuruk, turun 15,4 persen dan mencatatkan penurunan 45 persen sepanjang 2025.
Awalnya, pasar optimis hubungan dekat Musk dan Trump bakal menguntungkan Tesla. Tapi belakangan, brand Tesla dianggap terlalu identik dengan Musk yang kini menjadi target aksi protes terhadap kebijakan pemerintah AS. Beberapa dealer Tesla bahkan kena demo gara-gara kebijakan pemangkasan tenaga kerja oleh pemerintahan Trump.
Di pasar energi, harga minyak mentah AS naik 24 sen ke USD66,27 per barel (Rp1,09 juta), sedangkan Brent naik 32 sen ke USD69,60 per barel (Rp1,15 juta). Di pasar mata uang, USD menguat ke 147,29 yen Jepang dari 147,14 yen, sementara euro naik ke USD1,0916 dari USD1,0834.
Pasar global tampaknya masih akan bergejolak, dengan kebijakan Trump yang bikin banyak pihak bertanya-tanya, apakah ini strategi jitu atau malah jalan pintas menuju resesi?(*)