Logo
>

Harga CDIA Meroket Usai IPO, Analis: Dampaknya Positif ke TPIA, tapi Lihat Fundamentalnya

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Harga CDIA Meroket Usai IPO, Analis: Dampaknya Positif ke TPIA, tapi Lihat Fundamentalnya
Hall Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa.com/Abbas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Saham PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) langsung menjadi perhatian pelaku pasar sejak pencatatan perdana di Bursa Efek Indonesia pada 9 Juli 2025. 

    Anak usaha dari PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) ini melesat 50 persen ke level auto rejection atas (ARA) Rp 256 per saham dari harga penawaran awal Rp 190. Bahkan berdasarkan data perdagangan hari ini Jumat, 10 Juli 2025 harga sahamnya naik lagi Rp400 per lembar. 

    Di pasar negosiasi, harga saham CDIA bahkan dilaporkan sempat menyentuh kisaran Rp 1.000 per saham, atau melonjak sekitar 426 persen dari harga IPO.

    Analis pasar modal dari Traderindo, Wahyu Laksono, menilai lonjakan tersebut berpotensi memberikan dampak positif besar terhadap induk usahanya. “Kinerja anak usaha yang menonjol biasanya akan menciptakan sentimen positif ke induk perusahaan,” ujarnya  kepada KabarBursa.com.

    CDIA merupakan perusahaan yang bergerak di sektor infrastruktur, dengan fokus pada logistik, pelabuhan, dan penyimpanan. 

    Perusahaan ini sebelumnya beroperasi di bidang konsultasi manajemen sejak 2023, dan memiliki total aset sebesar USD 1,08 miliar per akhir 2024 sebelum eliminasi, berdasarkan laporan keuangan konsolidasian TPIA. Setelah IPO, TPIA tercatat masih memegang 60 persen saham CDIA. Sisanya dimiliki oleh Phoenix Power B.V. sebesar 30 persen dan publik dengan kepemilikan masing-masing di bawah 5 persen sebesar 10 persen.

    Sebagai pemegang mayoritas, TPIA diperkirakan memperoleh manfaat signifikan dari kenaikan nilai pasar CDIA. 

    Jika harga emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu ini mencapai Rp 1.000 per saham dengan kapitalisasi pasar sekitar Rp 125 triliun, maka nilai kepemilikan TPIA di anak usahanya ini bisa mencapai Rp 75 triliun. 

    Lonjakan nilai ini akan secara langsung meningkatkan nilai aset TPIA dan mendorong kenaikan valuasi induk usaha tersebut di mata investor.

    TPIA selama ini dikenal sebagai perusahaan petrokimia utama milik konglomerat Prajogo Pangestu. Keterlibatan TPIA dalam ekspansi ke sektor infrastruktur melalui CDIA mencerminkan strategi diversifikasi bisnis yang dapat memperkuat stabilitas dan pertumbuhan jangka panjang. 

    Selain memperluas portofolio, ekspansi ini juga membuka peluang sinergi antara bisnis petrokimia dan logistik, terutama dalam distribusi dan penyimpanan produk.

    Menurut Wahyu, ekspektasi pasar terhadap CDIA sangat tinggi. Namun, ia mengingatkan bahwa kenaikan harga yang ekstrem, khususnya di pasar negosiasi, perlu dicermati secara hati-hati. “Kenaikan harga yang ekstrem, apalagi di pasar negosiasi, tetap perlu dikonfirmasi oleh performa di pasar reguler dan fundamental keuangan CDIA ke depan,” tegasnya.

    Pasar negosiasi memungkinkan transaksi harga yang disepakati langsung antara pembeli dan penjual, tidak seperti pasar reguler yang diatur oleh mekanisme bid-offer berdasarkan prioritas harga dan waktu. Oleh karena itu, harga tinggi di pasar negosiasi tidak selalu mencerminkan sentimen pasar yang stabil atau berkelanjutan.

    Data perdagangan mencatat bahwa saham CDIA telah mencatat volume transaksi hingga ratusan ribu lot dan sempat menyentuh harga Rp 1.500, sebelum kembali stabil di kisaran Rp 1.000. Nilai transaksi telah mencapai triliunan rupiah dan frekuensi perdagangan melonjak tajam pada sesi awal perdagangan. Bid volume dan offer volume menunjukkan ketertarikan pasar yang kuat terhadap saham ini, meski juga mengindikasikan potensi volatilitas tinggi.

    Wahyu menekankan bahwa prospek CDIA akan sangat bergantung pada kinerja keuangan riil di masa mendatang. Sektor infrastruktur memang memiliki prospek jangka panjang yang menjanjikan, terutama dalam mendukung proyek-proyek pembangunan nasional, namun investor tetap perlu memperhatikan laporan keuangan, arus kas, dan strategi pertumbuhan bisnis perusahaan.

    Bagi TPIA, keberhasilan CDIA sebagai anak usaha publik dapat menjadi katalis besar dalam mendorong peningkatan valuasi jangka panjang. Namun, TPIA juga tetap akan menghadapi tantangan eksternal, seperti fluktuasi harga minyak, perubahan kebijakan pemerintah, dan dinamika pasar global, yang bisa memengaruhi kinerja sektor petrokimia.

    “Secara teori, kenaikan harga CDIA yang signifikan jika ditopang oleh fundamental yang kuat akan menjadi katalis luar biasa bagi TPIA. Tapi investor tetap perlu lakukan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan,” ujar Wahyu.

    Dengan begitu, CDIA kini menjadi salah satu emiten baru paling disorot di Bursa, sekaligus membuka babak baru bagi TPIA dalam menjangkau sektor bisnis yang lebih luas. Investor kini menanti apakah performa gemilang CDIA di hari-hari awal perdagangan akan berlanjut seiring dengan penguatan fundamental perusahaan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".