KABARBURSA.COM – PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) masih mencatat kerugian hingga pertengahan 2025, di tengah kenaikan harga saham.
Berdasarkan laporan keuangan, pendapatan perseroan pada semester I-2025 tercatat Rp3,86 miliar, naik tipis dibanding Rp3,05 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
Namun, perseroan membukukan rugi bersih Rp1,9 miliar, tidak jauh berbeda dengan rugi Rp1,8 miliar pada semester I-2024.
Secara tahunan, pada 2024 MINA membukukan pendapatan Rp8,35 miliar, turun dari Rp11,67 miliar pada 2023. Kerugian tahun berjalan tercatat Rp5,61 miliar, lebih besar dibanding rugi Rp2,82 miliar pada 2023.
Akumulasi defisit menembus Rp34,5 miliar pada akhir 2024, sehingga auditor menyoroti ketidakpastian atas kelangsungan usaha.
Total aset perusahaan per Juni 2025 sebesar Rp102,6 miliar, turun dari Rp103,9 miliar pada Desember 2024. Ekuitas menipis ke Rp89,5 miliar, dari Rp91,4 miliar pada akhir tahun lalu. Liabilitas tercatat Rp13,1 miliar, terdiri dari utang jangka pendek Rp7,52 miliar dan utang jangka panjang Rp5,58 miliar.
Anak usaha PT Minna Padi Resorts di Bali dan PT Sanur Hasta Griya di Boyolali belum mampu menopang kinerja.
Resort hanya menyumbang pemasukan terbatas dari pengelolaan vila, sedangkan unit properti subsidi masih minim kontribusi penjualan. Perseroan juga belum menunjukkan strategi ekspansi signifikan untuk memperbaiki arus kas operasional.
Analisis Kinerja Saham dan Valuasi
Di tengah kinerja merugi, saham MINA justru mencatat lonjakan tajam pada awal Oktober 2025. Pada 3 Oktober, saham ditutup Rp220, naik 27,17 persen dari sehari sebelumnya.
Sepanjang sepekan, harga melonjak lebih dari 30 persen, dengan nilai transaksi mencapai Rp655,5 miliar.
Namun, valuasi saham jauh meninggalkan fundamental. Price to book value (PBV) tercatat 24,21 kali, jauh di atas rata-rata emiten properti yang umumnya di bawah 3 kali. Rasio price to earnings (P/E) negatif karena perseroan membukukan rugi sejak 2024.
Prospek jangka pendek saham diperkirakan masih volatil, dipicu spekulasi investor ritel. Dalam jangka menengah, kinerja saham akan sangat bergantung pada upaya restrukturisasi utang dan pengelolaan aset di sektor properti dan pariwisata.
Untuk jangka panjang, investor menanti kepastian arah strategi bisnis agar perseroan bisa keluar dari tren rugi yang berlangsung sejak 2023.
Prospek Kepemilikan Saham MINA
Secara fundamental, MINA menghadapi tantangan berat. Defisit besar, rugi berulang, serta ekuitas yang terkikis menjadi catatan utama bagi investor konservatif. Arus kas operasi pada semester I-2025 juga tercatat negatif Rp806 juta, menambah tekanan terhadap likuiditas perusahaan.
Secara teknikal, saham MINA menunjukkan pola breakout setelah lama stagnan di level Rp137. Kenaikan drastis dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan adanya minat beli spekulatif dengan risiko tinggi. Investor institusi belum banyak masuk, sehingga pergerakan harga rentan terhadap aksi jual cepat.
Reli harga saham MINA lebih ditopang spekulasi ketimbang perbaikan kinerja. Dengan kerugian Rp5,6 miliar pada 2024 dan kembali minus Rp1,9 miliar pada semester I-2025, saham ini belum layak dikoleksi bagi investor jangka panjang.
Peluang hanya terbuka untuk trader yang siap menghadapi risiko besar di tengah valuasi yang sudah terlalu premium. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.