KABARBURSA.COM - BRI Danareksa Sekuritas mencatat saham PT PP (Persero) Tbk atau PTPP mengalami kenaikan sebesar 37 persen dalam enam bulan terakhir.
BRI Danareksa mencatat dalam periode tersebut investor asing tercatat net buy Rp6 miliar dari total pembelian Rp68 miliar dan penjualan Rp62 miliar.
"Meski tren harga positif, arus modal asing masih terbatas, mencerminkan sentimen yang hati-hati di tengah isu fundamental dan hukum," tulis BRI Danareksa dalam risetnya dikutip, Minggu 28 September 2025.
Adapun pada perdagangan Jumat, 26 September 2025, PTPP ditutup stagnan di level 398. Pada hari itu, saham sempat menyentuh level tertinggi di angka 406.
BRI Danareksa menyampaikan, saham PTPP diperdagangkan pada PER 7,4x, lebih rendah dari rata-rata industri 9,9x, dengan PBV 0,20x dibandingkan 1,15x industri.
"Valuasi yang terdiskon ini mencerminkan risiko tinggi, terutama dari beban utang," tulisnya.
Untuk prospek jangka pendek, BRI Danareksa menilai PTPP masih tertekan oleh tingginya beban keuangan. Namun begitu, Perseroan tengah mengupayakan divestasi anak usaha untuk memperbaiki struktur modal, sejalan dengan rencana merger BUMN karya yang dapat menjadi katalis jangka menengah.
"Transformasi digital juga menjadi inisiatif strategis, namun implementasinya diperkirakan bertahap," sebut BRI Danareksa.
Pada semester I 2025, PTPP meraih pendapatan sebesar Rp6,7 triliun, menyusut 23,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang senilai Rp8,79 triliun.
Selain itu, laba bersih emiten kontruksi ini juga menurun sebesar 55,6 persen menjadi Rp65,25 miliar dari sebelumnya Rp147 miliar di semester I 2024.
"Kondisi ini mencerminkan tekanan margin di tengah beban utang tinggi serta proyek yang belum optimal," terang BRI Danareksa.
PTPP Kunci Kontrak Rp15 Triliun, Pertambangan Dominan
Sebelumnya diberitakan, PTPP mencatat perolehan kontrak baru senilai Rp15,28 triliun hingga Agustus 2025. Angka ini setara 53,6 persen dari target tahun berjalan, dengan porsi terbesar berasal dari proyek BUMN dan sektor pertambangan.
Kenaikan nilai kontrak baru PTPP mencapai Rp3,49 triliun atau 29,6 persen dibandingkan posisi Juli. Lonjakan ini ditopang sejumlah proyek baru, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Batam-1 berkapasitas 120 MW senilai Rp2,68 triliun, proyek pembangunan RSCM Jakarta Rp176,5 miliar, serta peningkatan kapasitas lajur Kejapanan–Gempol di ruas Tol Surabaya–Gempol Rp126,4 miliar.
Dokumen perusahaan menyebutkan sumber kontrak didominasi proyek BUMN dengan kontribusi 51,2 persen. Sektor swasta menyumbang 31 persen, sementara pemerintah 17,8 persen. Dari sisi jenis pekerjaan, proyek pertambangan menjadi motor utama dengan porsi 19,5 persen.
Di bawahnya terdapat proyek gedung 17,81 persen, pembangkit listrik 17,56 persen, jalan dan jembatan 15,81 persen, serta pelabuhan 15,26 persen. Sisanya berasal dari sektor minyak dan gas, irigasi, bendungan, bandara, dan industri.
Komposisi ini menandai fokus PTPP pada sektor energi dan logistik, dua bidang yang masih membutuhkan investasi besar dan berjangka panjang. Kontrak multi-tahun pada proyek energi dan infrastruktur transportasi juga memberi kepastian arus kas jangka menengah.
Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo, menyatakan capaian kontrak Agustus 2025 menunjukkan efektivitas strategi perusahaan dalam mengamankan proyek di tengah kondisi pasar konstruksi yang kompetitif.
“Kami terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan melalui seleksi proyek yang berkualitas, penguatan sinergi dengan pemangku kepentingan, serta penerapan manajemen risiko yang terukur. Dengan kinerja yang solid hingga saat ini, kami optimis dapat mencapai target nilai kontrak untuk akhir 2025,” ujar Joko dalam keterangan resmi, dikutip Jumat, 12 September 2025.
PTPP saat ini memiliki tujuh lini bisnis terintegrasi, mulai dari jasa konstruksi, energi, properti, hingga EPC dan peralatan berat. Perusahaan juga mengadopsi sistem Building Information Modeling (BIM) dan ERP untuk memperkuat efisiensi proyek.