Logo
>

Wall Street Makin Dekat Rekor Tertinggi, tapi Bayangan Tarif Masih Menghantui

Indeks S&P 500 dan Nasdaq nyaris sentuh rekor tertinggi, tapi investor masih dibayangi ketidakpastian tarif AS dan arah kebijakan ekonomi global.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Makin Dekat Rekor Tertinggi, tapi Bayangan Tarif Masih Menghantui
Wall Street mendekati rekor baru berkat saham teknologi dan data tenaga kerja, meski tarif Trump dan potensi inflasi tetap jadi ganjalan pasar. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM — Wall Street terus merangkak naik mendekati rekor tertingginya. Tapi di balik euforia angka, pelaku pasar masih menahan napas menanti kejelasan lanjutan soal tarif impor yang digagas Presiden Donald Trump.

Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, indeks S&P 500 naik 0,6 persen, memperpanjang tren positif yang sudah dimulai sejak bulan Mei yang cemerlang. Saat ini, indeks acuan tersebut hanya terpaut 2,8 persen dari rekor tertinggi yang dicapai awal tahun ini—setelah sebelumnya sempat longsor hingga 20 persen dua bulan lalu.

Sementara itu, Dow Jones Industrial Average bertambah 214 poin atau naik 0,5 persen, dan Nasdaq melonjak lebih tinggi, menguat 0,8 persen.

Salah satu saham yang mencuri perhatian adalah Dollar General. Emiten ritel diskon ini melejit 15,8 persen usai melaporkan kinerja kuartal pertama yang di atas ekspektasi analis—baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.

Perusahaan juga merevisi naik proyeksi kinerja setahun penuh, meski tetap memberi catatan bahwa “ketidakpastian masih tinggi untuk sisa tahun ini” akibat potensi dampak tarif terhadap perilaku belanja pelanggan.
Situasi yang sama juga mendera banyak perusahaan lain di Amerika.

Gara-gara drama tarik-ulur tarif yang dimainkan Trump, sejumlah emiten terpaksa menurunkan atau bahkan mencabut panduan kinerja keuangan untuk tahun berjalan.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pun ikut merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Dari semula 2,8 persen tahun lalu, angka tahun ini diturunkan menjadi 1,6 persen.

Meski begitu, sejauh ini efek tarif terhadap ekonomi AS disebut belum begitu mengguncang. Memang ada tanda-tanda bahwa pelaku industri manufaktur mulai terasa terdampak, tapi pasar tenaga kerja masih tetap tangguh. Jumlah pemutusan hubungan kerja tetap rendah, dan inflasi belum melonjak secara signifikan.

Salah satu laporan terbaru pada Selasa pagi menunjukkan jumlah lowongan kerja yang diiklankan perusahaan AS per akhir April ternyata lebih tinggi dari perkiraan analis. Ini menjadi indikasi kuat bahwa pasar kerja tetap solid.

Data ini sekaligus menjadi pembuka jalan untuk laporan ketenagakerjaan yang lebih penting, yang akan dirilis Jumat mendatang dan akan mengukur seberapa besar rekrutmen dan pemecatan yang terjadi selama Mei.

Di sisi lain, optimisme masih terjaga bahwa Trump pada akhirnya akan mencapai kesepakatan dagang dengan negara-negara mitra—terutama dengan Tiongkok sebagai ekonomi terbesar kedua dunia.

Pemerintah AS menyebutkan Trump dijadwalkan akan berbicara dengan Presiden China, Xi Jinping, minggu ini. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan hingga Selasa mereka belum menerima informasi soal itu.

Pasar Saham AS Nyaris Balik ke Puncak

Pasar saham Amerika Serikat kini hampir kembali ke puncak tertingginya, secepat saat ia terperosok pada April lalu. Harapan atas stabilitas kebijakan dan potensi kesepakatan dagang jadi bensin utama. Tapi tenang ini, kata analis, tak akan bertahan selamanya.

“Ketenteraman ini nggak bakal langgeng. Butuh kejutan dari arah kebijakan atau data baru soal pertumbuhan dan inflasi untuk bisa mengubah narasi pasar secara signifikan,” ujar Kepala Alokasi Aset UBS Global Wealth Management untuk wilayah Amerika, Jason Draho.

Di lantai bursa, saham-saham teknologi lagi-lagi jadi penopang utama. Nvidia naik 2,9 persen, sementara Broadcom menguat 3,3 persen. Keduanya berhasil memulihkan penurunan tajam di awal tahun yang sempat terjadi gara-gara kekhawatiran harga sahamnya terlalu tinggi.

Secara keseluruhan, indeks S&P 500 naik 34,43 poin menjadi 5.970,37. Dow Jones Industrial Average bertambah 214,16 poin dan ditutup di 42.519,64. Nasdaq Composite ikut mendaki 156,34 poin ke level 19.398,96.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun turun tipis ke 4,45 persen dari posisi 4,46 persen pada Senin malam. Penurunan ini terjadi meskipun sebelumnya yield sempat berada di posisi lebih rendah sebelum laporan pembukaan lapangan kerja AS yang ternyata di atas ekspektasi.

Kondisi ini mencerminkan jeda setelah kenaikan tajam imbal hasil dalam dua bulan terakhir. Kenaikan tersebut sebelumnya dipicu oleh kekhawatiran bahwa pemerintah AS akan menambah utang triliunan dolar lewat kebijakan pemotongan pajak.

Yield yang tinggi artinya bunga pinjaman naik, baik untuk rumah tangga maupun pelaku usaha. Ini juga bikin investor lebih pilih obligasi ketimbang saham karena risikonya lebih kecil—yang ujungnya bisa jadi tekanan buat pasar saham.

Sementara itu di luar negeri, bursa-bursa di Eropa dan sebagian besar Asia mencatat kenaikan moderat. Tapi Hong Kong jadi pengecualian, melonjak hingga 1,5 persen meski ada laporan bahwa aktivitas pabrik di China kembali melambat pada Mei.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).