Logo
>

Ekspor Lesu, Otomotif RI Cari Pasar Baru di Eropa

Ditulis oleh Harun Rasyid
Ekspor Lesu, Otomotif RI Cari Pasar Baru di Eropa
Industri otomotif nasional menghadapi tantangan baru sebagai imbas pengenaan tarif impor baru sebesar 32 persen ke Amerika Serikat (AS).. (Foto: Kabar Bu=urae

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Industri otomotif nasional menghadapi tantangan baru sebagai imbas pengenaan tarif impor baru sebesar 32 persen ke Amerika Serikat (AS).

    Pengamat Otomotif, Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, tarif impor baru akibat perang dagang antara AS dan China bakal mengurangi jumlah kendaraan yang diproduksi di dalam negeri untuk diekspor ke Negeri Paman Sam.

    “Indonesia jelas akan terimbas perang dagang AS-China melalui tarif resiprokal 32 persen dari AS,” kata Yannes saat dihubungi kabarbursa.com, Kamis, 10 April 2025.

    Bukan hanya ekspor kendaraan ke AS yang bakal lesu, tarif impor baru AS diyakini bakal menggerus sektor pendamping otomotif, yakni sparepart. Meski harga sparepart tidak semahal harga kendaraan, tapi peningkatan harga jual diyakini bakal menurunkan penjualan.

    “Dari segi penjualan, ekspor komponen otomotif ke AS berpotensi turun karena kenaikan harga akan ditanggung pembeli di AS,” kata Yannes.

    Meski begitu, ia optimistis jika pasar otomotif di Tanah Air masih berpotensi untuk berkembang. Industri otomotif bakal mendapat tantangan baru, yakni mencari ceruk pasar lain yang sama potensialnya dengan AS.

    Tujuan ekspor lain yang harus digencarkan adalah Benua Biru (Eropa). Selain menjual ke luar, penjualan kendaraan di Indonesia juga disebut masih potensial.

    “Pasar domestik kita yang besar masih menjadi andalan. Peluang bisnis juga masih terbuka lebar dalam diversifikasi pasar ekspor ke ASEAN, Timur Tengah, dan Afrika serta negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Chuna dan South Africa) lainnya, bahkan Uni Eropa yang tidak menerapkan regulasi seperti AS,” jelasnya.

    Maksimalkan Pasar Elektrifikasi

    Potensi lain yang harus digali industri otomotif di Tanah Air adalah elektrifikasi. Pasar kendaraan setrum ini sedang naik daun dan dapat jadi alternatif baru oleh produsen kendaraan.

    Jika hanya mengandalkan ekspor ke AS, kata Yannes, bisnis otomotif di Indonesia akan menghadapi jalan terjal karena penurunan permintaan di pasar AS akan mengurangi penjualan.

    "Transisi ke EV juga menawarkan peluang pertumbuhan baru. Produsen di dalam negeri yang berfokus pada ekspor ke AS akan menghadapi potensi penurunan permintaan dari importir AS. Ini karena harga yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan volume penjualan," terang Yannes.

    Jika mengacu dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sejak tahun 2020-2024 penjualan mobil listrik di Tanah Air melesat hingga 34,45 persen. Pada tahun 2020, jumlah mobil listrik yang terjual hanya 125 unit dan berkembang pesat menjadi 43.188 unit pada tahun 2024. Hal ini menjadikan pangsa pasar mobil listrik sebesar 4,98 persen dari total penjualan seluruh mobil baru di Tanah Air.

    Tarif Impor Picu Gelombang PHK 

    Sebelumnya diberitakan, Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, industri otomotif bakal terdampak kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump. Mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar juga terus melemah.

    “Dengan rupiah yang melemah cukup tajam, kemudian biaya impor naik, dolar menguat, ini akan berdampak terhadap kenaikan-kenaikan harga produk otomotif di dalam negeri, terutama adalah mobil-mobil yang impor,” ujar Ibrahim ketika dihubungi kabarbursa.com pada Senin, 7 April 2025.

    Ibrahim menyebutkan, produk otomotif yang ada di Indonesia banyak yang masih berstatus atau dibuat dengan komponen impor. Sehingga kenaikan harga produk otomotif dapat menurunkan penjualan kendaraan pada kuartal dua (April-Juni) 2025.

    “Ini akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat untuk melakukan pembelian. Kita sudah melihat ini, kemungkinan besar dalam kuartal kedua, penjualan rumah hingga penjualan otomotif akan stagnan dan kemungkinan besar akan turun dibandingkan kuartal pertama,” paparnya.

    Ditambah lagi dengan tantangan di dalam negeri juga ikut menghambat sektor padat karya ini berkembang. Menurutnya, masyarakat kini akan bersikap defensif dalam sisi pengeluaran. Sehingga konsumen akan lebih memprioritaskan kebutuhan primer ketimbang membeli kendaraan.

    “Saat ini dana yang dimiliki masyarakat hanya untuk makan. Ingat daya beli masyarakat saat ini sedang mengalami pelemahan, ini pun juga berdampak terhadap mudik Lebaran yang mengalami penurunan cukup signifikan,” ucap Ibrahim.

    Di samping itu, perusahaan di sektor otomotif nasional diprediksi mengalami hambatan yang cukup tinggi, yakni pengurangan jumlah tenaga kerja sebagai dampak turunnya daya beli masyarakat yang berkaitan dengan permintaan produk otomotif.

    “Pada saat tarif impor ditetapkan 32 persen, kemungkinan besar banyak sekali perusahaan-perusahaan di Indonesia yang gulung tikar. Sehingga akan berdampak terhadap PHK massal. Saya melihat bahwa masyarakat saat ini sedang mengalami permasalahan akibat kelas menengah sedang turun, dan jumlahnya akan bertambah,” terang Ibrahim.

    Pengamat tersebut juga berujar, saat ini sudah ada pabrikan kendaraan yang melakukan pengurangan karyawan karena penurunan produksi. Penurunan produksi, kata dia, membuat kontrak karyawan tidak diperpanjang.

     

    Di sisi lain, merek-merek otomotif di Indonesia yang basisnya berasal dari Jepang. Korea Selatan, hingga China juga sedang terdampak perang dagang. Sehingga Ibrahim melihat tarif impor baru yang dikeluarkan Trump berdampak pada bisnis otomotif dunia.

    “Dampaknya bukan Indonesia saja. Mereka pun juga terkena dampak, hampir semua terkena dampak. Ya kalau tidak terkena dampak tidak mungkin Jepang, Korea melakukan perlawanan dagang terhadap AS. Apalagi Indonesia yang kita lihat, pemerintahan Prabowo baru seumur jagung dan belum ada pengalaman untuk menanggulangi kondisi saat ini. Nah ini yang harus diperhatikan oleh pasar,” terangnya.

    Ibrahim menambahkan, pemerintah Indonesia hanya bisa menunjang daya beli produk otomotif di lingkup pasar domestik dengan sejumlah cara seperti insentif. Namun, hal ini juga akan terkendala dengan efisiensi anggaran yang sedang dilakukan.

    “Pasar itu dinamis, paling-paling pemerintah hanya bisa memberikan subsidi atau diskon besar supaya daya beli masyarakat untuk otomotif kembali naik, inipun kalau ada dananya. Apalagi pemerintah sedang melakukan pemangkasan anggaran cukup besar. Ini yang membuat pemerintah sedikit galau dalam menangani tentang kasus seperti ini. Karena ini bukan kasus domestik, tapi global,” jelasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Harun Rasyid

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.