KABARBURSA.COM - Tarif impor baru yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 32 persen untuk Indonesia dipastikan berimbas ke berbagai sektor industri di dalam negeri, termasuk otomotif.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, industri otomotif bakal terdampak kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Trump. Mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar juga melemah.
“Dengan rupiah yang melemah cukup tajam, kemudian biaya impor naik, dolar menguat, ini akan berdampak terhadap kenaikan-kenaikan harga produk otomotif di dalam negeri, terutama adalah mobil-mobil yang impor,” ujar Ibrahim ketika dihubungi kabarbursa.com pada Senin, 7 April 2025.
Ibrahim menyebut, produk otomotif yang ada di Indonesia banyak yang masih berstatus impor. Sehingga kenaikan harga produk otomotif bakal menurunkan penjualan kendaraan pada kuartal dua (April hingga Juni) 2025.
“Ini akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat untuk melakukan pembelian. Kita sudah melihat ini, kemungkinan besar dalam kuartal kedua, penjualan rumah hingga penjualan otomotif akan stagnan dan kemungkinan besar akan turun dibandingkan kuartal pertama,” jelasnya.
Ditambah lagi dengan tantangan di dalam negeri juga ikut menghambat sektor ini berkembang. Menurutnya, masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan primer ketimbang membeli kendaraan.
“Saat ini dana yang dimiliki masyarakat hanya untuk makan. Ingat daya beli masyarakat saat ini sedang mengalami pelemahan, ini pun juga berdampak terhadap mudik Lebaran yang mengalami penurunan cukup signifikan,” kata Ibrahim.
Selain itu, perusahaan di sektor otomotif dalam negeri diprediksi mengalami hambatan yang cukup tinggi yakni pengurangan jumlah tenaga kerja sebagai dampak turunnya daya beli masyarakat.
“Pada saat tarif impor ditetapkan 32 persen, kemungkinan besar banyak sekali perusahaan-perusahaan di Indonesia yang gulung tikar. Sehingga akan berdampak terhadap PHK massal. Saya melihat bahwa masyarakat saat ini sedang mengalami permasalahan akibat kelas menengah sedang turun, dan jumlahnya akan bertambah,” terang Ibrahim.
“Saat masyarakat kelas menengah sebagai kontributor utama pasar sedang stagnan, penjualan otomotif sampai properti juga menurun tajam,” tambahnya.
Di sisi lain, merek-merek otomotif di Indonesia yang basisnya berasal dari Jepang. Korea Selatan, hingga China juga sedang terdampak perang dagang. Sehingga Ibrahim melihat tarif impor baru yang dikeluarkan Trump berdampak pada bisnis otomotif dunia.
“Dampaknya bukan Indonesia saja. Mereka pun juga terkena dampak, hampir semua terkena dampak. Ya kalau tidak terkena dampak tidak mungkin Jepang, Korea melakukan perlawanan dagang terhadap AS. Apalagi Indonesia yang kita lihat, pemerintahan Prabowo kan baru seumur jagung dan belum ada pengalaman untuk menanggulangi kondisi saat ini. Nah ini yang harus diperhatikan oleh pasar,” terangnya.
Ia beranggapan, pemerintah Indonesia hanya bisa menunjang daya beli produk otomotif di lingkup pasar domestik dengan sejumlah cara seperti insentif. Namun, hal ini juga akan terkendala dengan efisiensi anggaran yang sedang digiatkan.
"Pasar itu dinamis, paling-paling pemerintah hanya bisa memberikan subsidi atau diskon besar supaya daya beli masyarakat untuk otomotif kembali naik inipun kalau ada dananya. Apalagi saat ini kan pemerintah sedang melakukan pemangkasan anggaran cukup besar. Ini yang membuat pemerintah sedikit galau dalam menangani tentang kasus seperti ini. Karena ini bukan kasus domesik, tapi global," terangnya.
Ibrahim memprediksi, melemahnya rupiah akan berdampak terhadap perlambatan ekonomi yang diikuti dengan naiknya harga-harga kendaraan dan produk pendukungnya. Per 7 April 2025 pukul 18.40 WIB, kurs 1 USD terhadap rupiah telah mencapai Rp16.780,50.
“Mungkin di bulan depan harga-harga otomotif akan berubah harganya. Untuk kendaraan bisa saja ada kenaikan Rp1 juta atau Rp2 juta,” katanya.
Indonesia Jadi Sasaran Impor Produk Otomotif China
Menurut Ibrahim, Indonesia sebagai negara berkembang akan menjadi lokasi masuknya barang-barang otomotif impor asal China hingga negara lainnya.
“Semua, bukan dari China saja, semua itu pasti akan masuk membanjiri pasar Indonesia dan ini akan berdampak terhadap perusahaan-perusahaan lokal hingga home industry,” ungkapnya.
“Ekspansi mobil China memang sangat kuat dan luas sekarang, tanpa tarif pun, Indonesia bakal kebanjiran dalam beberapa tahun ke depan,” kata Leong kepada kabarbursa.com pada Minggu, 6 April 2025.
Oleh karena itu, para pelaku industri otomotif domestik dianggap perlu menjajaki negara baru dengan adanya tarif impor baru di AS. “Kalau mau mencontoh China, mereka banyak fokus ke Amerika Selatan, baik komoditas maupun otomotif,” paparnya.
Lukman menilai, ekspor produk otomotif ke AS sejauh ini nilainya masih terbilang kecil. Sehingga para pelaku usaha masih dapat mengembangkan pasar ekspor ke wilayah lain.
“Nilai ekspor otomotif ke AS tidak terlalu besar atau tidak signifikan,” jelasnya.
Adapun nilai ekspor produk otomotif Indonesia ke AS pada tahun 2023 mencapai USD280,4 juta atau senilai Rp4,7 triliun jika dihitung dengan kurs 1 USD = Rp16.780,50 per 7 April 2025.
Dalam kurun waktu 2019 hingga 2023, pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS rata-rata sebesar 11 persen per tahun. (*)