KABARBURSA.COM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memperkenalkan Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA) di depan pertemuan Badan Pangan Dunia (FAO) di Roma, Italia. Platform ini bertujuan mendukung pengelolaan hutan lestari dan ketahanan iklim.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Siti menyatakan bahwa SIMONTANA adalah platform pemantauan terintegrasi yang menggabungkan teknologi penginderaan jarak jauh dan terestrial. "SIMONTANA menyediakan data penting mengenai sumber daya hutan, jenis tutupan, perkiraan volume, laju pertumbuhan, penilaian hutan nasional, dan status keanekaragaman hayati," ujar Siti dalam Talkshow bertema "Advancing Forest Sustainability and Climate Resilience Through Enhanced Forest Monitoring Systems" pada pertemuan Komite Kehutanan (COFO) FAO ke-27.
SIMONTANA, lanjut Siti, berfungsi sebagai penyimpanan data tutupan hutan nasional yang esensial untuk perencanaan kehutanan dan strategi mitigasi iklim. Aksesibilitas data real-time ini memberikan wawasan yang diperlukan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan secara tepat waktu, terutama dalam upaya Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030.
Pada kesempatan yang sama, Menteri LHK juga meluncurkan buku "The State of Indonesia's Forest (SOIFO) 2024" yang menyajikan data dan informasi terkini mengenai kondisi hutan Indonesia serta analisis mendalam tentang tantangan dan peluang dalam pengelolaan hutan di masa depan.
Wakil Direktur Jenderal FAO Maria Helena Semedo memberikan apresiasi terhadap langkah Indonesia dalam menjaga hutan melalui SIMONTANA. "FAO menghargai inovasi yang dilakukan Indonesia untuk menjaga hutan, dan kami selalu siap untuk memberikan bantuan," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo, yang juga menjadi pembicara pada acara tersebut, menjelaskan bahwa data SIMONTANA menjadi panduan bagi perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam melaksanakan aktivitas di lapangan dan mendukung pencapaian target Indonesia's FOLU Net Sink 2030.
"SIMONTANA menjadi basis perencanaan kehutanan, inventarisasi gambut, pemantauan penanaman dan produksi, pemantauan perlindungan hutan, dan aksi mitigasi," kata Indroyono. Dia menambahkan bahwa dalam perencanaan kehutanan, digunakan data citra satelit resolusi tinggi dan pengecekan di lapangan untuk memastikan akurasi dan validitasnya. Hasilnya kemudian dipetakan dan didigitalisasi.
Indroyono juga menyebut bahwa banyak PBPH yang memanfaatkan teknologi seperti LIDAR untuk mendapatkan peta topografi dan sebaran gambut yang lebih akurat. "Pemanfaatan teknologi citra satelit dan drone juga digunakan untuk memantau pemanenan dan penanaman, sehingga memudahkan KLHK dalam mengevaluasi kinerja PBPH dan menetapkan aksi mitigasi yang sesuai dengan kondisi lapangan," pungkasnya.
Tutupan Hutan dan Ilmiah
Pemerintah Indonesia akan menjalankan diplomasi dengan menguraikan secara menyeluruh data tentang tutupan hutan dan metode ilmiah yang dipakai dalam mengantisipasi Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pihaknya memiliki database hutan yang terperinci melalui Simontana (Sistem Monitoring Hutan Nasional).
EUDR, yang disahkan oleh Parlemen Uni Eropa pada 31 Mei 2023, akan mencakup beberapa komoditas seperti ternak sapi, kakao, kopi, kelapa sawit, kedelai, dan kayu, serta produk turunannya seperti kulit, coklat, dan furnitur. Seperti keterangan di Jakarta, Jumat 5 April 2024.
Kemudian, komoditas-komoditas tersebut harus melewati uji tuntas (due diligence) untuk memastikan tidak berasal dari lahan yang mengalami degradasi hutan atau deforestasi. Persentase produk yang wajib melewati due diligence akan bervariasi berdasarkan penilaian risiko negara asal komoditas tersebut.
Uni Eropa telah mempublikasikan European Union Forest Observatory (EUFO) pada Desember 2023 sebagai acuan. Versi final dari peta EUFO tersebut akan dirilis pada Desember 2024.
Menurut Siti Nurbaya, penting untuk melakukan koreksi terhadap peta EUFO sebelum akhir tahun agar penilaian risiko negara Indonesia masuk dalam kategori ‘rendah’ dan bahan baku komoditas tidak diambil dari kawasan deforestasi dan degradasi lahan.
Pada Focus Group Discussion (FGD) mengenai Legalitas dan Kelestarian Sektoral pada Kawasan Hutan dalam Konteks Deforestation-Free Supply Chain, Menteri LHK menegaskan pentingnya menggunakan data dan fakta positif tentang hutan Indonesia untuk menghadapi isu deforestasi secara global.
Menteri Siti juga mengungkapkan bahwa Kementerian LHK telah berhasil mengoreksi data deforestasi yang dirilis oleh World Resources Institute (WRI), yang pada akhirnya mengakui prestasi Indonesia dalam mengurangi laju deforestasi.
Beberapa langkah korektif telah dilakukan, seperti penghentian izin di hutan primer dan lahan gambut, pencegahan kebakaran hutan secara permanen, serta berbagai instrumen FOLU Net Sink, penataan dan legalitas penggunaan kawasan hutan untuk kebun sawit, dan penegakan hukum.
Sementara itu, Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto, menjelaskan bahwa untuk komoditas kayu dan produk turunannya, Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang setara dengan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) dan diakui dalam EUDR. (*)